Dan adapun diriku, kurasa aku juga telah belajar lebih dalam arti kata ikhlas dan menerima serta mentolerir kekurangan pasangan. Karena, tentunya akupun memiliki kekurangan juga di mata pasanganku.Â
Aku bangkit dari dudukku, menuju jendela kamar. Kubuka kedua bilik jendela, agar sinar mentari pagi bisa masuk ke ruangan ini. Tuhan, apakah aku rujuk saja dengan Agam? demi buah hati kami. Apakah aku dan Agam memang masih berjodoh ? hatiku gulana.
Jauh di lubuk hatiku, aku yakin aku dan Agam sebenarnya mampu untuk memperbaiki semua. Menata puing istana kami yang hancur menjadi sebuah istana kembali. Aku melihat perubahan Agam, ia sudah bukan Agam yang dulu.Â
Semoga saja. Secercah asa terbit di sanubariku, bersinar hangat menjalari kalbuku. Akankah takdir indah kan kujelang, kami bertiga akan kembali bersatu sebagai keluarga? ada sebuncah semangat baru menggelora.Â
Tok... tok... tok
Tiba-tiba pintu kamar diketuk, memporak-porandakan lamunanku. Aku membukanya. Ghea nampak berdiri di muka pintu.Â
"Bu, ada ayah datang," ucap Ghea.Â
Aku terperanjat. Agam datang ? aku segera merapihkan dress yang kukenakan dan bergegas menuju ruang tamu.Â
"Tolong buatkan teh hangat buat ayahmu, Ghea, "ujarku pada Ghea.Â
"Tapi bu... ,"Ghea berkata yang langsung kupotong,Â
"Buatkan dulu, nanti kita lanjut bicaranya ya nak, "ujarku seraya melangkah ke ruang tamu.Â