Aku memecahkan sebutir telur ayam di atas penggorengan, menaburkan sejemput garam di atasnya lalu mencuci tanganku di wastafel. Sekilas kuseka tangan yang masih basah oleh air dengan serbet yang tergantung di dinding. Sambil menunggu telur matang, aku membuka toples berisikan susu bubuk dan menyiapkan segelas susu hangat. Kumatikan kompor tatkala telur telah berbau harum, tandanya sudah matang. Kutiriskan, lalu kuhidangkan di meja makan,bersama dengan tumis bayam dan segelas susu hangat. Ini menu sarapan pagi ini untuk Ghea, putriku yang duduk di bangku SD kelas 6.
"Nak, sarapan dulu. Setelahnya bersiap berangkat ke sekolah ya? " aku berkata pada Ghea yang sedang mengecek kembali buku dan tasnya.Â
"Ya, ibu, terimakasih sudah menyiapkan sarapanku," sahut Ghea, yang kuikuti dengan anggukan kepala dan seulas senyum.Â
Aku melirik jam dinding yang tergantung di atas lemari buku, ukhh... sudah jam 06.15 WIB. Dengan sedikit panik diburu waktu, aku segera menyambar ember berisi pakaian di samping mesin cuci yang sudah setengah kering dan menjemurnya di halaman samping rumah. Semoga saja hari ini tidak hujan, batinku berharap.
Aku menghela nafas sesaat. Hanya bisa sesaat, karena aku masih harus menyapu lalu mandi. Setelahnya pergi mengantar Ghea ke sekolah sekaligus aku berangkat kerja.
Begitulah rutinitas pagiku yang selalu gaduh. Apalagi bila aku bangun kesiangan, akan bertambah pula kegaduhanku di pagi hari. Karena waktu jadi berkurang, sementara aktifitas rutin tak bisa tidak harus diselesaikan sebelum berangkat ke kantor.Â
Untunglah gadis remajaku, Ghea adalah anak yang baik. Ia sudah bisa berbagi tugas denganku untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah. Ghea membantuku untuk menanak nasi, melipat baju yang telah kering serta mengurusi si Meong dan 3 anaknya, yang merupakan kucing peliharaan kami. Ghea mungkin bisa memahami keterbatasan waktuku sebagai orang tua tunggal.Â
Saat Ghea berusia 9 tahun, aku bercerai dengan ayahnya. Hak asuh Ghea jatuh padaku. Setelah perpisahan dengan pria itu, alam menguatkan diriku untuk berjuang lebih giat mencari nafkah dan mandiri dalam hal apapun. Kalau dulu lampu bohlam di rumah putus, aku tinggal meminta tolong pada Agam, nama pria itu. Maka Agam akan segera menggotong tangga besi lipat dan menaikinya untuk mengganti lampu bohlam yang putus dengan yang baru. Sekarang, aku akan menggotong tangga dan mengganti bohlam sendiri. Semua tugas yang dulu tugas Agam, kini kulakukan sendiri. Seperti hari minggu kemarin, aku memotong ranting dan dahan pepohonan di kebun belakang agar rapi. Membeli air galon, gas dan banyak lagi yang dulu dikerjakan Agam mau tak mau kukerjakan sendiri kini.Â
***
"Kenapa kau tidak rujuk saja dengan Agam? " Mela sahabatku bertanya padaku suatu ketika. "Toh kalian bercerai 3 tahun hingga kini masih sama-sama sendiri. Nah barangkali kalian berjodoh panjang."