Mohon tunggu...
Apriliana Jumiyati
Apriliana Jumiyati Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Universitas Mercu Buana

Mahasiswa Sarjana Teknik Sipil - NIM 41124010091 - Fakultas Teknik - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Edward Coke: Actus Reus, Mens Rea, pada Kasus Korupsi di Indonesia.

5 Desember 2024   15:05 Diperbarui: 5 Desember 2024   15:05 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Dr. Apollo Daito, M.Si.Ak

Aspek Hukum Internasional: Perbandingan Sistem dan Implikasinya di Indonesia

  1. Konvergensi Sistem Hukum: Banyak negara maju telah mengadopsi prinsip strict liability dalam tindak pidana korupsi, di mana bukti actus reus cukup untuk menetapkan tanggung jawab pidana tanpa memerlukan pembuktian mens rea. Di Inggris, misalnya, Undang-Undang Anti-Bribery 2010 menekankan tanggung jawab korporasi terhadap tindakan suap tanpa harus membuktikan niat manajemen puncak. Di Indonesia, pembuktian mens rea tetap menjadi keharusan, meskipun pendekatan ini sering mempersulit proses hukum.
  2. Kerjasama Internasional: Dalam era globalisasi, korupsi lintas negara semakin marak. Indonesia terlibat dalam Konvensi PBB Melawan Korupsi (UNCAC), yang mendorong pembuktian elemen mental dalam tindak pidana korupsi lintas yurisdiksi. Misalnya, kasus suap terkait proyek infrastruktur dengan mitra asing sering melibatkan audit keuangan dan investigasi multi-negara untuk membuktikan mens rea.

Dimensi Budaya: Etika dan Mentalitas sebagai Faktor Pendukung Korupsi

Korupsi tidak hanya tentang hukum tetapi juga budaya yang mendukung praktik tersebut. Di Indonesia, norma sosial dan budaya tertentu sering kali mempengaruhi pembuktian mens rea:

  1. Budaya Patronase: Praktik patron-klien sering kali menciptakan loyalitas buta, di mana tindakan korupsi dianggap sebagai bentuk "balas jasa". Dalam konteks ini, pelaku sering mengklaim bahwa mereka tidak memiliki niat buruk (mens rea), tetapi hanya memenuhi kewajiban sosial.
  2. Persepsi Masyarakat terhadap Korupsi: Korupsi kecil (petty corruption) sering dianggap wajar dalam masyarakat, sehingga sulit membedakan antara mens rea dan ketidaktahuan. Dalam skala besar (grand corruption), sering kali ada usaha untuk memanipulasi persepsi publik agar tindakan tersebut terlihat sebagai keputusan strategis.

Teknologi dan Inovasi dalam Pemberantasan Korupsi

  1. Penggunaan AI untuk Analisis Mens Rea: Algoritma pembelajaran mesin dapat digunakan untuk menganalisis pola komunikasi dan tindakan yang mengarah pada niat jahat. Contoh: Analisis email pejabat untuk mendeteksi adanya kolusi dalam tender proyek.
  2. Blockchain untuk Mencegah Actus Reus: Teknologi blockchain dapat digunakan untuk menciptakan transparansi dalam pengelolaan anggaran publik, menghilangkan peluang tindakan korupsi.
  3. Big Data dan Forensik Keuangan: Data besar memungkinkan analisis aliran dana yang lebih akurat, membantu mengidentifikasi pola actus reus yang kompleks.

Rekomendasi Strategis: Pendekatan Holistik untuk Pencegahan dan Penindakan

  1. Integrasi Pendidikan Anti-Korupsi: Memperkenalkan konsep actus reus dan mens rea sejak dini di institusi pendidikan untuk membangun kesadaran hukum dan etika.
  2. Peran Masyarakat Sipil: Memberdayakan masyarakat sipil untuk memantau alokasi anggaran publik, mempersempit ruang untuk tindakan actus reus.
  3. Reformasi Sistem Birokrasi: Menyederhanakan proses birokrasi untuk mengurangi peluang pelanggaran hukum.
  4. Penguatan Kerjasama Internasional: Memanfaatkan jaringan internasional untuk menangkap pelaku korupsi lintas batas, memastikan elemen mens rea dapat dibuktikan melalui investigasi lintas negara.

Kasus Korupsi Korporasi: Studi Kasus PT Duta Graha Indah (DGI) oleh KPK

Korupsi korporasi adalah salah satu bentuk tindak pidana yang paling kompleks karena melibatkan organisasi sebagai pelaku utama, bukan hanya individu. Kasus korupsi PT Duta Graha Indah (DGI), yang kini dikenal sebagai PT Nusa Konstruksi Enjiniring (NKE), adalah salah satu contoh nyata bagaimana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan prinsip actus reus dan mens rea dalam tindak pidana korupsi korporasi. Kasus ini memiliki kekuatan hukum tetap dan memberikan pelajaran penting mengenai korupsi yang melibatkan entitas hukum berbadan usaha.

Latar Belakang Kasus: Proyek Pemerintah yang Dikorupsi

Kasus PT DGI mencuat setelah KPK menemukan adanya dugaan penyelewengan dalam pengerjaan sejumlah proyek pemerintah. Perusahaan ini diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan:

  1. Penyalahgunaan Anggaran: Pengerjaan proyek pemerintah di berbagai daerah, seperti pembangunan Rumah Sakit Khusus Pendidikan Universitas Udayana, Denpasar, Bali, dan proyek di Universitas Airlangga, Surabaya. Proyek tersebut diketahui dimenangkan melalui praktik suap dan kolusi dengan pejabat pemerintah.
  2. Mark-Up Anggaran: Dalam pelaksanaannya, PT DGI menaikkan nilai kontrak proyek secara signifikan, menghasilkan keuntungan yang tidak sah yang dibagi dengan sejumlah pejabat publik. Nilai kerugian negara yang ditimbulkan dari praktik ini mencapai ratusan miliar rupiah.

Analisis Actus Reus dan Mens Rea pada Kasus PT DGI

  1. Actus Reus: Tindakan Nyata yang Dilakukan. Manipulasi Proses Tender: PT DGI secara aktif bekerja sama dengan sejumlah pejabat untuk memastikan perusahaan mereka memenangkan kontrak, meskipun proses lelang seharusnya dilakukan secara transparan dan kompetitif. 
  2. Pelaksanaan Proyek yang Tidak Sesuai Spesifikasi: Selain manipulasi anggaran, PT DGI juga melakukan pekerjaan yang tidak sesuai standar, sehingga mengurangi kualitas infrastruktur.
  3. Mens Rea: Niat Jahat Korporasi dan Direksinya. Kesengajaan oleh Direksi: Direksi perusahaan, melalui kebijakan internal, secara sengaja mengatur tindakan ilegal ini dengan tujuan memaksimalkan keuntungan. Kolusi dengan Pejabat Publik: Bukti komunikasi antara manajemen PT DGI dan pejabat pemerintah menunjukkan adanya niat jahat untuk mendapatkan keuntungan pribadi melalui suap.

Peran KPK dalam Penanganan Kasus

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun