Aku memiliki teman berinisial N, yang menemani perjalananku kali ini. N adalah sahabatku sejak bangku kuliah. Mengingat masa-masa sinting mengerjakan tugas bersama, akhirnya kami bisa benar-benar bersantai dan menikmati keindahan alam tanpa beban apapun. 2 September 2024, kami berdua memutuskan untuk bermain dengan pikiran yang kosong.Â
Dering telfon mengagetkanku. Itu N, dengan nada ceria, ia memintaku membuka gerbang kos. "Aku mau dandan di sini boleh, ya? Hehe, aku udah di bawah nih. Kalau males turun, kunci dilempar aja!". Aku sangat malas membukakan gerbang, bukan karena aku tidak suka, berada di lantai teratas menumbuhkan rasa malas yang tinggi, apalagi hanya sekedar membuka pintu. Akhirnya aku membuat keputusan untuk memberikan kunci dari atas. "N aku turunin kunci dari atas aja ya nanti kamu buka sendiri" kataku. Aku menurunkan kunci dari atas menggunakan tali yang panjangnya 10 meter.
Derap langkah tergesa-gesa mulai terdengar. Dengan nafas yang tersendat N mengatakan "aku mau dandan disini aja, biar nanti gak buru-buru. Oh ya, ini makanan dari nenekku" sambil menjulurkan kantong belanja yang berisi bekal. Aku sangat berterima kasih kepada N dan neneknya, karena pada saat itu aku juga belum sarapan. Kita berdua duduk bersila sambil bersiap-siap. Udara kamar terasa berdesir penuh dengan semangat yang tak terbendung, menanti kejutan yang akan kami temui. Tiba-tiba suara klakson mobil di luar jendela bagai irama yang memanggil kami untuk segera bergabung dengan rombongan. Bersiap untuk meluncur ke petualangan sore hari.
Mobil melaju dengan lincah, membelah hiruk pikuk kota. Suara musik yang mengalun syahdu menjadi teman setia kami dalam perjalanan. Lagu-lagu itu bagai mantra yang menghipnotis kami. Beranggotakan 5 orang mulai menuju Tlaga Putri, sebuah destinasi yang menjanjikan ketenangan dan keindahan alam yang berbeda. Sesampainya disana, sekitar pukul empat sore, kami disambut oleh panorama alam yang begitu memesona. Udara sejuk membelai kulit, sementara pemandangan hijau sejauh mata memandang membuat hati terasa tenang. Kabut tipis yang menyelimuti bagai selendang lembut yang membungkus keindahan alam.Â
Waktu menunjukkan pukul 4 sore, tiba-tiba terdengar suara bergemuruh yang berasal dari perutku. Entah kenapa, rasanya seperti ada badai sedang mengamuk di sana. Untuk mengatasi hal ini, maka sebelum memulai petualangan, kami memutuskan untuk mengisi perut terlebih dahulu di Warung Kedai Plawangan. Aroma sedap makanan menguar dari Warung Kedai Plawangan. Nasi goreng, indomie, dan berbagai macam minuman segar terpampang menggoda di menu. Sederhana namun menggugah selera. Sambil menikmati hidangan, kami saling berbagi cerita dan tawa, menjalin persahabatan yang semakin erat. Setelah perut kenyang, kami langsung menuju tempat penyewaan skuter. Di area yang lebih terbuka, kami melihat banyak orang yang sedang bermain skuter. Anak-anak terlihat begitu ceria meluncur di atas skuter, mengelilingi lapangan yang luas. Kami pun tak mau ketinggalan, ikut menyewa skuter dan bergabung dengan mereka.Â
"Mas, ini sewa skuternya berapa ya?" tanyaku pada seorang pria yang sedang mengatur persewaan.
"Oh, ini kalau 30 menit 20 ribu" jawabnya ramah sambil memberikan daftar harga persewaan.
"Sepeda listrik juga bisa kak, kalo mau berdua." kata salah satu temannya.
Dengan harga yang terjangkau semangat kami terpicu. Sebelum memulai perjalanan, kami mendapatkan penjelasan mengenai SOP mengendarai skuter, mulai dari wajib memakai helm, keselamatan ditanggung masing-masing pengguna, dilarang bermain handphone, dan kebebasan menentukan rute perjalanan sesuai dengan minat kami, yang terakhir jika melanggar akan mendapatkan denda senilai 50.000. Rute perjalanan skuter tidak hanya terbatas di lapangan yang telah disediakan, namun penyewa juga dapat mengendarai di jalan setapak yang lebih menantang. Kami memutuskan untuk menjelajahi lebih jauh.Â