“Sendiri. Kamu?”
“Sendiri juga.”
Canggung sekali bertemu dengan mantan kekasih di pameran benda-benda kenangan. Bukan barang-barang darinya tampaknya yang harus aku letakkan di ruangan. Ternyata, cukup dirinya yang berdiri di sana. Dia lah keutuhan dari setiap masa laluku. Masa lalu yang membuatku lupa memiliki ruang di hati dengan mantan kekasih lain sebelum dia.
“Tinggal dimana kamu Kamila selama di Yogya?”
“Di kosan Marisa.”
“Kos Marisa masih di Kaliurang?”
“Masih”
“Kamu mau langsung pulang ke sana atau kita mungkin bisa minum kopi dulu?”
“Aku mau langsung pulang saja naik taksi.”
Wajahnya sedikit kecewa. “Baiklah, kuantar kau sampai dapat taksi.”
Aku tak ingin lebih lama di sana. Apalagi jika harus minum kopi bersama. Tanpa kopi pun, malam itu aku tak bisa tertidur cepat. Dia itu kafein dosis tinggi yang selalu membuatku mampu terjaga melebihi bercangkir-cangkir kopi. Aku ingin mengobrol lebih banyak sebenarnya, tapi logikaku melarang keras. Menghindar menjadi pilihan yang tepat.