Mohon tunggu...
Cak Koekoeh
Cak Koekoeh Mohon Tunggu... Administrasi - Researcher

"Banyaknya ilmu yang beterbangan diatas kepala kita, maka ikatlah dengan tulisan"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Meneguk Nikmat Islam (Nusantara) yang Damai

31 Juli 2015   11:59 Diperbarui: 12 Agustus 2015   04:50 944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa pekan terakhir ini, semakin didengungkan Islam nusantara yang diperjelas dengan pidato Presiden Joko Widodo yang bertemakan Islam Nusantara. Ditambah dengan bacaaan Alquran yang memakai langgam jawa dalam suatu acara keagamaan.

Metode masuknya islam di Indonesia memang berbeda dengan yang diterapkan di Eropa, islam yang masuk di Indonesia tidak disebarkan dengan pedang (perang) seperti halnya yang terjadi di Eropa termasuk yang terjadi di Andalusia-Spanyol. Sehingga Islam yang berada di Nusantara sampai detik ini masih eksis dan terjaga keutuhannya walaupun negeri ini pernah dijajah oleh bangsa Eropa (Belanda) dengan agama Nasrani selama kurang lebih 350 tahun dengan Gold, Gospel, Glory ingin mengubah wajah nusantara tetapi tidak mampu menggeser kedudukan Islam sebagai agama terbesar bahkan islam menjadi simbol perjuangan untuk mengusir penjajah dari bumi nusantara.

Sebaliknya islam yang berada di Andalusia hingga Italia, sampai saat ini hanya tersisa peninggalan sejarahnya saja. Penyebaran islam yang terjadi saat itu tidak dapat terjaga kelangsungan pengaruhnya karena saat ini jumlah pemeluk agama islam bukanlah mayoritas. Hal tersebut akibat dari penyebaran islam diwilayah itu dengan metode menggunakan kekerasan (perang) untuk suatu kepentingan kekhalifaan saat itu.

Pada lebih dari 14 (empat belas) abad yang lalu, ajaran islam yang dibawakan oleh Nabi Muhammad SAW datang untuk memperbaiki keadaan umat manusia saat itu serta mengatur kehidupan manusia untuk menjadi lebih baik. Islam didatangkan untuk mengatur segala seluk beluk aspek kehidupan dari agama,ekonomi, ilmu pengetahuan alam hingga tata kelola politik berbangsa dan negara. Kedatangan Muhammad SAW pada saat itu untuk memperbaiki kondisi umat manusia di jazirah Arab pada khususnya, tetapi relevansinya dapat diterapkan pada suatu negara lain hingga akhir zaman sebagaimana Muhammad SAW yang menjadi Nabi terakhir hingga akhir zaman.

Penyebaran islam pada masa itu, tidak ada unsur paksaan dan tidak ada unsur kekerasan, Muhammad SAW sendiri mempunyai akhlak paling mulia dan tutur katanya sangat lembut karena beliau tidak bertutur kata melainkan wahyu Allah. Walaupun beliau mendapatkan tekanan dalam aspek apapun baik dari kalangan Arab ataupun dari orang yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan beliau tetapi beliau tidak pernah membalasnya dengan kekerasan, bahkan beliau membalasnya dengan kebaikan.

Beberapa peperangan yang terjadipun bukanlah berasal dari pihak muslimin, tetapi akibat dari pihak lawan yang mengawali sebuah pertempuran ataupun pelanggaran perjanjian serta penindasan terhadap kaum muslimin, karena islam yang dibawakan oleh Muhammad SAW tidak pernah mengajarkan untuk menyerang musuh terlebih dahulu, tetapi berperang dalam rangka membela diri dari serangan musuh.

Penyebaran islam diwilayah timur jauh, khususnya dibumi nusantara ini yang diterapkan oleh para wali adalah islam tanpa paksaan (perang). Para wali yang masih memiliki hubungan darah dengan Muhammad SAW -para wali merupakan keturunan Rasulullah- mengajarkan islam dengan jalan damai melebur dengan adat istiadat yang ada di nusantara. Masuknya islam sebagian besar melalui perdagangan, sosial dan pengajaran yang didukung dengan akhlak yang unggul dari para wali tadi.

Penyebaran islam melalui perdagangan dengan jalan berdakwah sambil menjalankan usaha dengan barang dagangan yang dibawa dari negeri asal dan kemudian diwaktu senggang dimanfaatkan untuk menyebarkan agama. Yang kedua dengan jalan sosial yakni dengan meyakinkan para raja-raja yang ada untuk memeluk islam, dengan begitu raja bisa mengajak seluruh rakyatnya untuk mengikuti ajaran tersebut. Yang ketiga dengan pegajaran, para pedagang tadi mengemban misi penyebaran dengan membuka lembaga-lembaga pendidikan dakwah dan keagamaan melalui pesantren-pesantren. Lembaga pendidikan dakwah tersebut selaras dengan perjuangan-perjuangan para raja untuk memakmurkan negeri yang dipimpinnya saat itu. Sehingga perkembangan islam sejajar dengan perkembangan suatu kerajaan pada masa itu.

Perkembangan selanjutnya lembaga-lembaga pendidikan dakwah tersebut berubah menjadi lebih moderat tanpa menghilangkan karakterisitik tradisi yang ada didalamnya sesuai dengan perkembangan zaman. Hingga kemudian dimasa perjuangan dalam mengusir penjajah terdapat dua organisasi besar islam yang ikut berjuang yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyyah.

Melalui proses pengkaderan itulah organisasi ini mampu memunculkan tokoh-tokoh besar. Para tokoh besar tersebut kemudian menyebarkan dan menjadi ujung tombak berkembangnya islam untuk semua kalangan di negeri ini.

NU dan Muhammadiyyah adalah dua organisasi besar islam yang ada di Indonesia hingga saat ini, sudah banyak sumbangan yang diberikan kepada negeri ini yang menyentuh kebutuhan utama masyarakat mulai dari kesehatan hingga pendidikan. Dua organisasi ini telah membuka sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi serta membuka rumah sakit-rumah sakit dari tingkat kecil hingga besar, para pemimpin organisasi inipun tidak sedikit yang menjadi pemimpin nasional, puncaknya ketika KH. Abdurrahman Wachid dari NU diangkat menjadi Presiden dan KH. Amien Rais dari kader Muhammadiyyah diangkat sebagai ketua MPR pada awal reformasi yang sebelumnya belaiu-beliau inilah yang menjadi tokoh poros reformasi melawan rezim Presiden Soeharto. Wajar saja NU dan Muhammadiyyah sampai saat ini tetap eksis. NU dan Muhammadiyyah telah berbuat banyak bahkan sebelum kemerdekaan, para leluhur NU dan Muhammadiyyah juga sudah diangkat menjadi pahlawan nasional seperti KH. Hasyim Ashari dan KH. Ahmad Dahlan. Karena NU dan Muhammadiyyah memang telah berbuat banyak untuk negeri ini.

KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) saat sebagai Presiden, dipenghujung jabatannya jika beliau berkehendak beliau bisa berupaya untuk mempertahankan kedudukannya dengan adanya basis pendukungnya yang tersebar di pelosok Indonesia saat itu, tetapi demi negeri beliau cintai ini beliau tidak melakukannya.

NU dan Muhammadiyyah pun tidak pernah membuat Gubernur tandingan saat ada pemimpin dari non muslim yang diangkat jadi pemimpin daerah. Sebagai contoh, ada ormas yang berbaju islam ketika bapak Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) menjadi Gubernur Ibukota DKI Jakarta bukan hanya diberi stempel sesat dan kafir, tetapi juga membuat Gubernur tandingan yang dalam tatanan negara yang sah.

Bukan sekedar berdakwah hanya dengan lisan saja, seperti trend saat ini dimana banyak ustadz/ustadzah yang bisa dibilang “karbitan” lebih mendominasi layar kaca untuk menjadi terkenal daripada menjual Pof. KH Said Aqil Sirajd ataupun Prof Din Syamsudin, hanya satu TV swasta yang menampilkan mantan Menteri Agama Prof. KH Quraish Shihab dalam sebuah acara, alasannya sederhana yakni demi kepentingan rating TV bukan demi kepentingan umat/bangsa.

Saat inipun NU dan Muhammadiyyah juga menjadi benteng dalam memerangi ideologi islam radikal yang marak dalam beberapa tahun terakhir. Organisasi berkedok islam dengan membawa kekerasan mulai masuk di wilayah nusantara ini. masuknya pengaruh islam radikal membawa dampak buruk bukan hanya kepada umat muslimin tetapi juga umat non muslim yang khawatir akan keberadaannya tidak lagi aman jika berada diwilayah mayoritas muslim.

Radikalisme yang berada di Timur-Tengah sudah menyusup masuk untuk menjadikan Republik Indonesia menjadi seperi Libya, Mesir ataupun Suriah. Tujuannya untuk menggeser periode Arab Spring menjadi ASEAN Spring. Tanda-tandanya seperti yang terjadi dibeberapa tempat di Indonesia dan kekerasan yang terjadi di Myanmar, Singapura dan Malaysia.

Dan organisasi masyarakat yang berbaju islam atau organisasi yang berkedok Islam lain tetapi disatu sisi tidak mencerminkan keislamannya dengan melakukan tindakan anarkhis ataupun menghujat pemerintahan yang sah, jika ingin eksis di Republik ini harus belajar banyak ataupun berhadapan dengan dua organisasi besar ini. Ada baiknya tenaga dan sumbangan pikiran yang ada dimanfaatkan demi kemajuan bangsa dan negara ini, sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat tersebut.

Kita bisa melihat, bukan hanya islam dinegeri ini saja yang turut membangun demi berkembangnya negara. Saudara kita dari non muslim baik Kristen maupun Katholik juga memiliki niat yang tulus untuk membangun negeri dengan ikut serta menyehatkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Seperti halnya NU dan Muhammadiyyah, telah banyak pula rumah sakit-rumah sakit dan sekolah-sekolah baik dari tingkat dasar maupun perguruan tinggi yang dibangun oleh saudara-saudara kita tersebut. Selama bertujuan untuk membangun negeri selama itu pula akan tetap eksis kehadirannya.

Tetapi disisi lain, oleh pihak-pihak yang tidak paham kehidupan berbangsa tetapi berbaju islam, hal tersebut malah dituduh sebagai upaya kristenisasi maupun katholikisasi umat. Sayang disayangkan bukan ? dinegeri yang majemuk namun bertoleransi tinggi ini masih ada yang berpikiran sempit seperti itu.

Kita bisa liat, yang sakit ataupun yang bersekolah yang didirikan oleh sekolah-sekolah NU ataupun Muhammadiyyah tersebut bukan hanya dari kalangan muslim saja, tetapi juga dari kalangan non muslim. Begitu juga sebaliknya, baik yang menuntut ilmu ataupun berobat ditempat saudara kita yang non muslim terdapat juga orang-orang muslim.

Semua itu adalah upaya untuk membangun bangsa dan negara bersama-sama, bukan untuk tujuan tertentu demi kepentingan segelintir orang maupun golongan.

Negeri ini bukanlah negara berdasarkan khalifah, negeri ini juga bukan negara yang berdasarkan agama tertentu walaupun agama tersebut menjadi agama mayoritas. Negara ini berbeda dengan yang ada di Timur-Tengah meskipun mayoritas berbasis agama yang sama yakni islam. Perbedaan budaya dan tata kelola negara menjadi pemisah antara Indonesia dan negara-negara di Timur-Tengah sebagai tempat bermulanya islam tumbuh.

Negara ini adalah Negara hukum dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa pada Pancasila dan negara ini berfondasi pada Bhinekka Tunggal Ika, sebagai keberagaman budaya dan suku yang menjadi kekayaan kita bukan kelemahan kita.

Karena saat kita mampu berbuat yang terbaik untuk memperbaiki diri yang berimbas dengan kebaikan untuk negeri yang kita cintai ini, orang tidak akan melihat dari mana asal agama kita tetapi orang akan melihat dan merasakan manfaat dari karya kita.

Itulah indahnya Islam (nusantara) yang damai, tetapi masih banyak yang gagal memahaminya, bahkan oleh seorang ustadzah yang sering tampil dilayar kaca dalam suatu acara pencarian bakat.

Inilah islam (nusantara) yang damai, Islam yang membangun negeri, bukan merusak negeri.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun