Rasa enggan dan malas untuk beribadah, dan sifat dari kaum munafik yang sering mempropaganda terhadap berbagai perbedaan kebiasaan dalam ibadah sunah dengan membenturkan terhadap perbedaan yang ada agar menimbulkan permusuhan yang panjang. Propaganda tersebut dilakukan agar para jamaah tidak lagi konsen untuk mendirikan ibadah dengan baik. Sehingga kaum munafik dengan leluasa dapat meninggalkan ibadah dengan alasan adanya perbedaan tersebut.
Kaum munafik tidak pernah sungkan untuk berjanji atau mengucapkan sumpah agar orang percaya terhadap ucapannya, padahal yang diucapkanya merupakan sumpah palsu. Berbagai cara dilakukan agar orang percaya terhadap kaum yang akan dilaknat oleh Allah STW kelak atas kemungkaran yang dilakukan. Agar ia memperoleh keuntungan kebiasaan dari kaum munafik siap melakukan apapun ia berusaha untuk memperoleh kepercayaan. Ketika kepercayaan sudah diraihnya, baru ia berkhianat  dengan harapan memperoleh keuntungan materi dunia.
Menumpuk-numpuk materi merupakan kebiasaan yang dilakukan kaum munafik, dimana bisikan ketakutan akan miskin yang selalu terngiang ditelinganya membuat ia tamak terhadap materi dan cita dunia yang berlebihan. Untuk memperoleh kenikmatan sesaat tersebut, siap menggadaikan apapun termasuk persahabatan serta kebenaran itu sendiri. Prilaku kalap dan gila harta, tahta dan wanita, menjadikan tindakan yang dilakonkan semakin tidak rasional.
Kemungkaran yang begitu luar biasa, sehingga pantas Allah SWT tempatkan kaum munafiq tersebut sebagai bahan bakar neraka. Kerusakan yang begitu luar biasa telah dilakukan, tidak membuat dirinya menyesal bahkan terus merasa tidak cukup sehingga lupa untuk mensyukuri apa yang telah ia peroleh. Â Runtuhnya tatanan kehidupan peradaban masyarakat yang dilakukan, menjadikan ikatan kekerabatan tergantikan dengan materi.
Parameter kesuksesan dalam kehidupan masyarakat diukur dengan jumlah materi serta pangkat dan jabatan yang dimiliki seseorang. Sehingga banyak orang yang selalu mengejar materi dan kesenangan hidup didunia  menjadi tolak ukur keberhasilan kinerja seseorang. Bahkan ada yang rela mengorbankan keimanannya untuk dapat merengkuh sedikit materi dunia. Dengan adanya materi, serta jabatan seolah-olah hidup semakin baik dan sejahtera.
Kekeliruan yang telah diwariskan dalam kehidupan singkat ini,  hendaknya dapat diperbaiki dengan arif dan bijaksana. Ketamakan terasa baik bagaikan fatamorgana saat teriknya matahari seolah-olah adanya air dalam pandangan didepan. Namun ketika didatangi, tidak ada dijumpai setetes air pun ditempat tersebut. Untuk itu perlu selalu didengungkan agar lebih mengedepankan kebajikan yang rasional. Moga derap langkah  kaum munafiq yang selalu meretasan ikatan moral bangsa, dapat dibendung dengan meningkatkan nilai-nilai ketaqwaan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H