Sepulang bekerja, ku pikir flu ku makin parah. Namun malam tidak hujan, aku tidak perlu terbang untuk menghindari genangan bekas hujan kemarin. Dan kurasa aku masih bisa menempuh perjalanan pabrik-kosan dengan baik. Tapi, diam diam aku menginginkan ada sebuah klakson motor dan motor yang menepi seakan hendak menculikku. Culik aku Ce...
Tit.. Tit.. tiiiittt... Ku dengar klakson berbunyi di belakangku, hatiku mengembang tanpa persiapan, ada semacam kesenangan yang menyelinap. Ku rasakan motor matic itu semakin mendekat. Ce, mendekatlah..
“Tika..” sebuah suara memanggilku. Namun ada yang berbeda. Dahiku mengkerut. Ini bukan Ce.
“Oh hai Nur, dari mana?”
“Gue habis nganterin Kosasih. Tetangga kita”
“O, cowo yang sering nongkrong di halaman kita?”
“Yang sering ke kamar gue malah. Kamu baru balik kerja ya? Hayu naek, gue juga mau balik”
“O, gak ngerepotin nih Nur?”
“Yaelah.. ngerepotin apa? Orang gue yang nawarin. Udah! Ayo naek”
Motor melaju di jalan lengang dengan lampu lampu penerangan yang tak berfungsi. Seperti mempenetrasi malam motor itu menyusup ke dalam kegelapan. Membuatku merasa hanya kami berdua yang menghuni bumi.
“Gila” Ku dengar Nur berbicara.