Mohon tunggu...
Aprianne Ade
Aprianne Ade Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UIN SUNAN AMPEL

Mahasiswi biasa yang sedang menyelam dalam dunia kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cahaya Purnama

27 Juli 2023   23:42 Diperbarui: 27 Juli 2023   23:47 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hari tak lama lagi akan berganti. Kelamnya langit menandakan malam masih sangat panjang. Namun laki-laki berperawakan kurus nan ringkih yang diketahui baru saja keluar dari minimarket tempat kerjanya itu memilih untuk menjauhi jalan pulang menuju rumahnya. Ia berjalan sempoyongan melalui jalanan pinggir kota. Di tangan kanannya menggenggam kaleng minuman, sesekali ia menenggak minuman itu sambil berjalan. Mulutnya tak berhenti komat-kamit menyumpah serapahi kehidupannya yang miris. 

"Bagaimana aku akan membayar jatuh tempo sewa apartemen ku besok" satu tenggakan lagi. "Gaji ku sebagai karyawan minimarket selalu tak cukup" satu tenggakan lagi sampai langkah nya berhenti ketika mencapai ujung zebra cross. Pandangan nya mengikuti mobil yang berlalu-lalang di hadapannya.

 "Mati tertabrak bukanlah tipeku". Ketika Lampu lalu lintas disampingnya berubah warna menjadi merah, Laki laki itu mulai mempercepat langkah nya lagi. Melalui zebra cross dan melewati mobil mobil yang berhenti. Ia juga tak sendiri, dirinya dikelilingi oleh banyak orang sepertinya yang telah bergelut dengan pekerjaan tiap hari penuh hingga larut malam. Sesampainya ia di trotoar jalan sebrang, ia berjalan mengikuti arus terbanyak orang-orang yakni berbelok ke arah kanan. Benar-benar hidup tak terarah. Hanya mengikuti arus, terombang-ambing dalam kehampaan tanpa cita.

Sudah terhitung jauh ia melangkahkan kaki sampai laki-laki laki itu menemukan sungai lewat ekor matanya. Di sebelah kiri nya terbentang hamparan sungai panjang. Jarak darinya dengan sungai itu dibatasi oleh pagar kawat besi dan rerumputan liar. 

Air nya jernih memantulkan temaram langit malam diatas sana. Ia berhenti sejenak memandangi sungai itu. Kedua matanya memindai setiap riak air sungai. Tenang, damai, seolah-olah tidak ada kehidupan di dalam sana. Berkat itulah Ia dibuat lupa oleh masalah hidup nya sejenak. Laki-laki itu berjalan mengikuti sepanjang sungai mengalir. Sampai ia menemukan sebuah jembatan di hadapan nya. Ia memeriksa keadaan sekitarnya. Sadar, dirinya sudah berjalan cukup jauh hingga menemukan jembatan yang menghubungkan dengan jalan perumahan diseberang nya. Asing, ia merasa tak mengenali daerah itu sebelumnya. 

Angin semilir malam dan suasana sepi disana benar benar membuat nya lupa akan kehidupan nya. "Ada bagusnya juga aku menjadi nokturnal". Karena ia sedikit bangga telah menemukan jembatan sungai itu yang mana belum pernah ia temukan tempat semenenangkan itu sebelumnya. Lalu atensinya berhenti pada pantulan bulan purnama di permukaan sungai. Ia mengakui belum pernah melihat bulan purnama yang berbentuk bulat sempurna dengan cahaya terang nya yang memantul indah sebelumnya. Lalu ia mendongak menatap langit. Ternyata bulan purnama lebih indah dilihat dengan mata telanjang tanpa perantara apapun. 

Setitik senyuman tercipta di bibirnya. "Aku harus sering-sering kemari". Sedetik setelah ia mengatakan kalimat tersebut mendadak atmosfer di sekitar nya berubah. Suara alam dan binatang seperti jangkrik dan burung hantu yang tadi menemaninya hilang seperti lenyap tertelan bumi. Ia menoleh kesana kemari mencari tahu apa yang sedang terjadi. Bulu kuduk nya tiba-tiba berdiri kala ia melihat 5 kendaraan di jalan raya berhenti. Daun daun yang tertiup angin juga menggantung di udara. 

"Kenapa.. apakah waktunya berhenti?" ia merogoh saku celana nya mengambil ponsel lalu memeriksa jam. Namun yang didapatinya hanya layar ponsel yang menghitam alias tak menyala. Ketakutannya bertambah ketika telinganya mendengar bunyi riak air sungai yang ricuh. Ia menyimpan ponsel nya kembali di saku celana lalu memeriksa suara sungai di bawahnya. "Hanya pantulan bulan". Selanjutnya ia terkejut dan ketakutan hebat karena tiba tiba pantulan bulan purnama yang ia kagum-kagumi itu muncul dari permukaan sungai sebagai sosok tinggi besar berwarna putih dan terbang menuju kedepan nya. Ia mundur perlahan sampai langkah nya mentok di ujung jembatan. 

"Bagaimana kau akan melanjutkan hidup"

Sosok itu sangatlah bercahaya hingga ia tak dapat melihat wajahnya seperti apa. Yang ia tahu sosok itu memiliki suara baritone laki-laki. Lalu ia hanya bisa melihat sepasang tangan sosok itu selebihnya hanya cahaya putih bersinar.

"Apakah kau dewa bulan purnama?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun