Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Nenek Misterius di Hutan Larangan

9 Oktober 2019   21:10 Diperbarui: 28 Maret 2020   20:43 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

****
Aku kaget saat melihat seekor Harimau Sumatera jantan yang sangat besar tiba-tiba saja masuk ke dalam pondok kayu di dalam Hutan larangan ini. Aku sangat mengenali binatang buas yang tengah menatap ke arah Lelaki sampan di sebelahku ini.

Dulu waktu kakekku masih hidup aku sering melihat Harimau jantan yang memiliki warna kuning kemerahan sedikit gelap di samping Nenek tua bermata tajam yang wajahnya terlihat tidak begitu asing dimataku ini.

"Sekarang di depan kalian berdua telah berdiri Datuk Garang Bamato Merah yang siap menerkam dan mencabik-cabik tubuh salah satu di antara kalian berdua sebagai hukuman atas dosa-dosa yang telah kalian lakukan di tempat ini. Apa kau masih mau menggantikan hukuman wanita di sebelahmu itu dengan cara menggantikan dirinya yang hendak di terkam oleh harimau ini?"Tanya Nenek tua yang mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun itu sambil tersenyum menatap ke arah lelaki sampan. Aku pasrah jika Lelaki sampan tak bersedia menggantikanku.

"Aku bersedia Nek! Sekarang aku mohon, bebaskan wanita itu, biarkan aku yang menanggung hukuman dari kesalahan yang telah kami perbuat di tempat ini." Aku tak menyangka kata-kata itu meluncur dari mulut Lelaki sampan di sebelahku.

"Tidak!" Secara sepontan aku berteriak, aku tak ingin lelaki sampan itu berkorban lagi untukku. Entah mengapa muncul keberanianku saat melihat lelaki sampan itu rela berkorban demi untuk melindungi diriku. Aku berdiri dari bale-bale kayu yang aku duduki, berusaha melindungi lelaki yang sudah banyak berkorban buatku sedari atas sampan tadi.

"Dia tidak bersalah Nek! Aku yang menggodanya tadi, jika tidak karena aku goda, tidak mungkin kami akan berbuat mesum di tempat ini," kataku meminta belas kasihan Nenek tua itu sambil menatap harimau jantan di depanku yang tiba-tiba saja mengibas-ibaskan ekornya dan terlihat begitu jinak di depanku. Sepertinya Harimau jantan ini masih mengenaliku.

"Bebaskan pemuda ini, dia sudah banyak menolongku sedari tadi, aku rela menggantikan hukumannya saat ini." kataku lirih sambil menatap sayu ke arah lelaki sampan.

"Keputusan sudah di buat, hukuman telah di jatuhkan. Sesuai dengan permintaannya tadi sebelum aku memanggil Datuk Garang Bamato Merah ketempat ini. Maka dia harus tetap menjalani hukumannya, tapi karena kalian berdua sudah mengakui kesalahan yang sudah kalian perbuat di tempat ini, maka aku putuskan untuk mengganti hukumannya.

Datuk Garang Bamato Merah tidak jadi membunuhnya, dia boleh hidup, tapi dengan syarat dia harus segera menikahimu. Anak muda! Apa kau bersedia menikahi wanita di sebelahmu itu?” Tanya Nenek tua itu pelan-pelan mulai menurunkan nada suaranya, sambil menunjuk Lelaki sampan disebelahku ini dengan tongkat kayu di tangan kanannya.

“Aku bersedia Nek.” Jawab Lelaki sampan yakin sambil menatapku.

“Apa kau bersedia menikah dengannya?” Tanya Nenek tua di depan pintu sambil melihat ke arahku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun