Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Aku dan Lelaki Sampan di Hutan Larangan

28 Agustus 2019   19:19 Diperbarui: 28 Maret 2020   19:52 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tersadar tubuhnya masih berada di atas tubuhku  ketika mendengar suaranya untuk berteduh di pondok kayu ditengah hutan larangan,  dengan malu cepat-cepat aku singkirkan tubuhnya dari atas tubuhku.

"Aduh..,"

Aku mengaduh ketika berusaha berdiri, pergelangan kakiku terasa begitu sakit, mungkin terkilir saat aku terjatuh tadi.

Lelaki sampan memeriksa  pergelangan kakiku dan ia mengatakan yang sama bahwa kaki kananku memang terkilir dan harus segera diurut, aku dan lelaki sampan harus segera ke pondok kayu di tengah hutan larangan itu untuk berteduh.

Aku masih  menahan sakit di kaki kananku ketika lelaki sampan mengajakku berjalan ke arah pondok kayu di tengah hutan larangan itu, aku hanya diam mematung penuh ragu untuk berjalan ke arah pondok kayu itu, aku hanya bisa menatap mata lelaki sampan dan pondok kayu secara bergantian untuk mengukur jarak yang harus ditempuh dalam kondisi kaki yang terasa semakin sakit ini.

Aku harus jujur pada lelaki sampan,  bahwa kakiku semakin terasa sakit menahan beban tubuhku sendiri, apalagi jika harus berjalan aku tidak akan kuat.

"Sakit," mau tidak mau kata itu meluncur dari mulutku, ketika aku berusaha berdiri dengan bantuan tangannya.

"Oke, mari kugendong saja kalau begitu. Agar kaki kananmu itu tidak semakin bertambah sakit, karena di paksa untuk berjalan dari sini ke pondok itu." Kata lelaki sampan di depanku pelan.

Setelah dengan susah payah aku berdiri. Lelaki sampan  mengambil posisi untuk menggendong tubuhku.

"Naiklah," kata lelaki sampan itu pelan, meminta aku untuk  segera naik ke atas gendongannya.

Hujan masih deras mencumbu bumi, di antara hembusan angin yang meniup dedaunan,  sambil menggendongku, lelaki sampan terus berjalan membelah kelebatan Hutan larangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun