Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Testimoni Sahabatku

8 Agustus 2019   19:49 Diperbarui: 9 Agustus 2019   00:06 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kunikmati sentuhan sensitivitas dari puisi Aprianni Dinni pada lingkungannya. Laksana bulir embun bersiap pergi menanti sinar mentari pagi. Racikan kata-kata itu bak mantra yang menggajakku berkelana pada kepahitan luka, kesunyian rindu dan keindahan senja.

Jarang kutemui, keberanian pensyair wanita mengolah diksi romantis, terkadang sensual yang tak vulgar namun menggoda! Hal itu, salah satunya ada pada untaian lirik Apriani Dinni. Aku serasa diajak menjenguk dunia tersembunyi yang dipenuhi aroma merah jambu. Hingga lupa mereguk secangkir kopi yang terbiar bisu.

Terakhir, di antara kesibukan dengan rutinitas yang berlaku, mampu mewujudkan kreatifitas berwujud buku. Apriani Dinni layak menjadi contoh sosok pendidik kreatif dan produktif.

zaldychan
02.07.2019
---

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Membaca puisi Bu Apriani Dini S.N, membuat baper. Mengenang masa lalu yang indah-indah memang mengasyikkan tetapi, jika masa lalu itu menimbulkan kesedihan dan membuat luka biarlah terkubur dalam-dalam. Kebahagiaan dan kesedihan merupakan bagian dari kehidupan. Puisi-puisi yang indah namun sarat makna yang dalam. Membuat orang yang membacanya merasakan apa yang dirasakan dalam puisi tersebut.

Bahasa yang digunakan mudah dipahami, namun tetap indah. Diksi yang digunakan pun sangat serasi.  Cinta, rindu, kesetiaan, cemburu,  harapan, kebahagiaan, masa lalu, merupakan ciri khas puisi-puisinya. Semua terangkum dalam untaian kata yang bercerita dan bermakna.

Rasanya ingin mengulang dan mengulang kembali untuk membacanya. Rasa kagum dan mengagumi, cinta yang begitu dalam terpatri menyatukan asa dalam kata-kata indah puisi karya Bu ADSN.

Ratu Nandi, guru SDN Kaliabang Tengah VIII Kota Bekasi, anggota KPLJ, Kompasianer
---

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Menikmati sajian puisi-puisi karya Bu Hj. Dinni ini, selalu dan selalu miliki makna yang dalam dan kesan yang sulit dilupakan dalam waktu yang cukup lama kala usai membacanya. Seperti puisi _Andai Aku Hawa_, sentuhan religinya akan selalu mengingatkan kita pada asal muasal darimana kita, dan isinya sangat mengedukasi serta  informatif bagi siapa pun yang membacanya.

_Tentang Rindu_ pada _Secangkir  Kopi dan Kamu, _Tentang *galau*_ pada _Katamu Kita Bagai Cermin_  yang berakhir pada kesan itu tadi, tinggalkan kesan yang sukar untuk dilupakan pada bait terakhirnya.  Inilah puisi-puisi _racikan_ Bu Hj. Dinni yang sangat kunanti. Barakallah untuk semua puisinya
Kutunggu segera tiba di Permata Bandung Barat

nianyayusuf, guru SMAN 1 Padalarang Bandung, anggota KPLJ, Kompasianer
---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun