Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surat Terakhir

3 Agustus 2019   19:54 Diperbarui: 3 Agustus 2019   23:33 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku ingat, waktu itu, sebelum orangtuaku menerima lamaran keluargamu. Sore itu dia mengantarku pulang ke rumah, saat itu dia di sambut acuh tak acuh oleh keluargaku. Hingga dia pamit pulang, setelah mengantarku, tidak ada satu patah katapun dari keluargaku yang bersedia membalas ucapan salamnya saat dia pamit kepada orangtuaku.

Dan setelah lelaki yang mengantarkan aku pulang,  aku disidang oleh orang tua dan disaksikan saudara-saudaraku. Sambil mengusap air mata yang jatuh di kedua pipiku, aku terima permintaan mereka yang tak lagi memperbolehkan lelaki itu datang menemuiku. Dalam keadaan tertekan, aku dipaksa untuk memilih dia atau keluargaku. 

"Engkau tahu bahwa itu adalah pilihan yang sangat berat buat anak gadis seusiaku." 

Hingga akhirnya aku mengorbankan rasa cintaku pada lelaki yang menjadi cinta pertamaku itu demi keluargaku. Saat itu, sambil meneteskan air mata, di depan keluargaku, aku berjanji, bahwa aku akan menerima siapapun lelaki yang di terima oleh orangtuaku untuk menjadi pendamping hidupku nanti.

Dan tak lama setelah keluargaku  menolak lelaki yang menjadi cinta pertamaku, entah kenapa saat itu orangtuaku  bisa menerimamu dengan tangan terbuka. Meski  hatiku masih belum bisa menerimamu, tapi aku ingat bahwa sebelum kedatanganmu, aku sudah terlanjur berjanji pada keluargaku untuk menerima siapapun lelaki yang di restui oleh kedua orangtuaku sebagai pendamping hidupku.

Hatiku terasa begitu kosong dan hampa ketika harus menerima kenyataan, bahwa aku harus menerima keputusan keluargaku  harus menikah denganmu. 

Saat itu, sambil menangis di depan cermin besar di dalam kamar tidurku, aku  melihat pantulan wajahku di dalam cermin besar itu, aku coba meyakinkan diriku sendiri, bahwa apa yang aku lakukan  semata-mata untuk membahagiakan kedua orangtuaku. Dan demi keluargaku aku rela korbankan kebahagiaanku sendiri, demi menjaga nama baik orangtuaku.

Saat itu sambil menatap pantulan wajahku di dalam cermin besar di depanku, aku berusaha untuk menghibur diriku sendiri, bahwa cinta akan datang seiring berjalannya waktu.

Tahukah engkau, bahwa di hari pernikahan kita, jujur saja, saat itu aku masih berharap bahwa lelaki yang pernah di tolak mentah-mentah oleh keluargaku akan datang menemui dan membawaku pergi dari hadapanmu dan juga keluargaku. Tapi seperti yang engkau tahu, semua keinginanku itu tidak pernah terjadi, hingga akhirnya aku harus menerima semua kenyataan pahit itu, dimana selama dua puluh tahun lamanya aku harus menjalani pernikahan denganmu tanpa ada rasa bahagia sama sekali.

Maafkan aku jika saat ini sudah tidak sanggup lagi untuk membohongi dirimu dan juga diriku sendiri. Dan melalui surat ini, aku ingin mengatakan padamu bahwa aku ingin berpisah denganmu. Carilah perempuan yang benar-benar tulus mencintaimu, karena hingga detik ini jujur saja aku masih belum mampu untuk mencintaimu.

Melalui surat ini, aku ingin mengatakan padamu, biarkan aku menjauh dari kehidupanmu, biarkan aku sendiri, tolong jangan bujuk aku untuk terus hidup bersamamu, sebab aku sadar sudah terlalu banyak dosa yang telah aku lakukan selama hidup bersamamu. Entah apa dosa masa lalumu,  hingga diam-diam di belakangmu aku berani selingkuh dengan (S), orang  kepercayaanmu yang selama ini engkau tugaskan untuk mengawasi semua gerak-gerikku di belakangmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun