Mohon tunggu...
Apriani Dinni
Apriani Dinni Mohon Tunggu... Guru - Rimbawati

Biarkan penaku menari dengan tarian khasnya, jangan pernah bungkam tarian penaku karena aku akan binasa secara perlahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Siasat Jitu Guru Hadapi Hari Pertama Sekolah

18 Juli 2017   10:09 Diperbarui: 18 Juli 2017   10:37 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

setiap orangtua pasti menginginkan yang terbaik buat anaknya, dari bayi sampai besar begitupun dengan pendidikan. oarngtua memilih sekolah yang terbaik buat anaknya. terbukti setiap PPDB sekolah favorit membludak pendaftarnya. berbeda dengan sekolah yang dianggap biasa-biasa saja apalagi terletak dipinggiran terlihat sepi dari pendaftar. Setiap jenjang terlihat seperti itu baik jenjang SD maupun SMA. sangat ironis ketika orangtua memaksakan kehendak agar anaknya diterima disekolah yang diharapkan. 

Saya melihat sekolah favorit terutama SD bingung dengan membludaknya pendaftar, otomatis banyak anak yang tidak diterima karena melebihi kuota yang tahun ini ditentukan 28 siswa untuk murid kelas satu dengan dirangking usia dan zonasi, otomatis yang usia masih dini tidak bisa lolos. Disisi lain terlihat sekolah yang terletak dipinggiran kebingungan mencari murid. 

Alhamdulillah berkat kerjasama dengan sekolah sekitar, sekolah kami bisa mencapai kuota yang telah ditentukan, saya ucapkan terimaksih kepada rekan kepala sekolah yang komitmen dengan aturan yang telah ditentukan.

Hari pertama sekolah adalah hari yang paling sibuk bagi orangtua maupun guru. Saya membaca berita di koran maupun di media sosial banyak orangtua murid yang berebut ingin anaknya duduk paling depan, dengan anggapan anak yang duduk di depan bisa lebih konsentrasi dalam belajar dengan harapan anak mendapat rangking juga. Saya melihat berita di mdia sosial seminggu sebelun dimulainya tahun pelajaran baru orangtua sudah menyimpan tas anaknya dimeja, bahkan tasnya ada yang dilakban dan dipaku supaya tidak dipandahkan oleh orangtua murid yang lain, ada lagi orangtua yang datang ke ekolah jam 02.00 dinihari supaya dapat duduk paling depan. menurut saya sah-sah saja orangtua bersikap demikian tapi pihak sekolah atau guru kelas jangan tinggal diam dengan cara memberi pengertian kepada orangtua, serta guru kelas pintar mensiasati supaya semua anak dapat merasakan duduk di depan.

Disini saya akan berbagi pengalaman ketika saya menjadi guru kelas, langkah yang saya ambil bila ada orangtua memaksa anak selalu duudk di depan adalah:

1. Hari pertama masuk, membiarkan orangtua sesukanya mengatur anak.

2. Sebelum pelajaran dimulai saya membuat tata tertib atau kontrak belajar dengan melibatkan keinginan anak atas kesepakatan bersama, setelah selelsai kemudian     saya bacakan.

3. saya menulis nama anak yang ada di kelas kemudian mengocok nama-nama tersebut, yang namanya keluar duluan otomatis duduk paling depan begitu seterusnya.

4. Supaya semua anak merasakan duduk didepan setiap hari posisi duduk anak diubah, misal hari Senin Raihan duduk paling depan, selasa duduk di barisan ke dua begitu seterusnya sampai kembali ke kursi paling depan.

5. Selain tempat duduk, barisanpun seminggu sekali berubah misal, minggu pertama barisan Raihan duduk paling kanan, minggu kedua pindah ke sebelah kiri begitu seterusnya.

Selain tempat duduk, orangtua juga terkadang memilah teman sebangku anaknya, sayapun menyiasatinya sebagai berikut:

1. Seperti halnya tempat duduk, saya membuat nama anak dan dikocok kembali, biarkan anak yang mengambil dua kertas tersebut kemudian saya panggil nama anak yang ada di kertas, yang saya sebutkan dua nama berarti itu duduk sebangku.

2. Selain cara pertama saya juga mempunyai cara yang kedua dan pernah saya lakukan yaitu dengan berhitung misal murid ada dua puluh saya saya suruh berhitung sampai sepuluh, setelah sepuluh anak yang belum kebagian berhitung berhitung dari awal lagi begitu seterusnya, nanti yang kebagian berhitung angka satu duduk dengan anak yang berhitung angka satu lagi, nomor dua dengan nomor dua lagi.

Dengan memakai cara tersebut, alhamdulillah selama saya menjadi wali kelas tidak ada orangtua yang protes. Cara tersebut seperti permainan tapi menentukan tempat duduk dan teman sebangku. Anak senang, orangtua faham dan gurupun tenang.

Ini hanya secuil pengalaman saya ketika menjadi guru kelas dan menghadapi orangtua yang memaksakan kehendak, aturan yang saya buat halus tapi tegas dan berhasil. 

Apriani Dinni SN

Kota Cirebon, 19072017

Anggota KPLJabar

Kepala Sekolah SDN Karya Mulya 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun