Mohon tunggu...
Sutrisno
Sutrisno Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker Komunitas

Entrepreneur tata graha akreditasi, sedang belajar di Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Refleksi Hari Kesehatan Nasional, untuk Siapa?

12 November 2019   08:23 Diperbarui: 12 November 2019   21:04 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: promkes.kemkes.go.id

Sampai 10 tahun berjalan, peraturan yang dipakai untuk mengatur jenjang pendidikan tenaga teknis kefarmasian di kepegawaian (Permenpan) masih menggunakan definisi yang ada pada Permenpan No 8 tahun 2008 yang meniadakan unsur S1 Farmasi dalam rumpun tenaga kefarmasian.

Ini otomatis mengeliminasi tenaga kefarmasian yang mempunyai kompetensi sarjana farmasi atau yang lebih tinggi. Dan kebijakan-kebijakan yang tidak menempatkan moral sebagai pertimbangan semacam ini sangat banyak di lingkup kesehatan yang mungkin tidak akan anda temukan di lingkup lain misalnya lingkup pendidikan (guru), hukum dan HAM, atau lingkup lain yang sangat mengokomodasi kompetensi tenaga profesional.

Unsur terakhir dalam keberhasilan pembangunan kesehatan yakni masyarakat. Partisipasi masyarakat ini bukan hanya terbatas pada masyarakat sebagai obyek dan penerima layanan melainkan stakeholder yang terlibat dalam upaya peningkatan derajat kesehatan.

Dengan penerapan sistem kesehatan seperti apapun baiknya, tidak akan mampu memperbaiki derajat kesehatan masyarakat jika tidak ada partisipasi masyarakat dalam berlaku hidup sehat.

Partisipasi masyarakat ini kemudian dikuatkan dengan Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat), Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), STBM, TOSS TB, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga dan program-program lain yang telah dijalankan oleh kementerian Kesehatan.

Program-program tersebut sudah sangat sering disosialisasi ke masyarakat, baik secara langsung terjun ke masyarakat, melalui pamflet-pamflet, dan hilir mudik di media sosial: youtube, facebook, dan instagram.

Pertanyaan besarnya, apakah substansinya jika peringatan HKN hanya menyeremonikan kegiatan yang sudah rutin dilakukan? Prestasi kesehatan itu sudah selayaknya tidak dibedakan dengan prestasi olahraga misalnya sepak bola. Masyarakat pasti mengukur keberhasilan pembinaan sepak bola dengan prestasi di ASEAN, di Asia, maupun di FIFA.

Bukankah akan lebih membanggakan jika di tiap HKN kita lebih menonjolkan prestasi kita misalnya kita mampu melepaskan diri dari belenggu TB, (faktanya kita menduduki peringkat 3 dunia setelah India dan China), menonjolkan keberhasilan dalam penanganan stunting (faktanya kita menempati peringkat 4 dunia dalam kasus stunting).

Masyarakat lebih membutuhkan jaminan pelayanan kesehatan yang lebih baik, premi iuran bulanan yang lebih terjangkau. Tenaga kesehatan sudah lama menantikan pemangkasan kesenjangan pendapatan dan apresiasi jungkir balik mereka dalam mengintervensi kesehatan masyarakat di tingkat bawah.

Mereka sangat menantikan tunjangan fungsional mereka setara dengan pendapatan driver online dan pengakuan atas profesi mereka di sarana pelayanan kesehatan.

Bukan sekadar berdiri di lapangan upacara, apoteker menjadi paduan suara, dokter memimpin upacara, lalu tenaga penyuluh membagi-bagi brosur di pinggir jalan. Hari Kesehatan Nasional sudah saatnya dijadikan momentum untuk berubah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun