Hal ini merupakan dampak dari kemudahan masyarakat dalam memperoleh informasi. Sarana pelayanan kesehatan tidak lagi bisa berbuat seenaknya atas interpretasi sebuah aturan : misalnya sistem rujukan, yang dapat dicari oleh masyarakat informasinya hanya dengan ujung jari.Â
Sangat mudah untuk mendapatkan informasi tentang kelengkapan sarana prasarana, kelengkapan sumber daya manusia, infrastruktur dari sebuah sarana pelayanan kesehatan yang selanjutnya masyarakatlah yang akhirnya dengan mudah dapat memilih.
Tata graha dalam perspektif promosi kesehatan di era revolusi industri 4.0
Sebenarnya,konsep kerapian dan keindahan pada sebuah sarana pelayanan kesehatan sudah ada dan ditata jauh hari sebelum adanya penerapan akreditasi. Tata graha menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah upaya promosi kesehatan yang baik.
Bayangkan saja, akan sulit untuk memberi edukasi tentang pengelolaan sampah kepada masyarakat jika di puskesmas saja pengelolaan sampah masih serampangan secara kasat mata.Â
Sampah organik dan non organik tidak terkelola dengan baik. Sampah medis dan non medis tidak terkelola dengan baik, padahal sekali lagi keduanya membawa dampak bukan hanya pada sisi estetika namun keselamatan pasien.Â
Misalnya terkait dengan penularan penyakit (infeksi nosokomial). Disinilah penataan tata graha di sarana pelayanan kesehatan dianggap harus memenuhi kriteria seni sekaligus sebagai safety sign.Â
Mengapa harus ada seni didalamnya? Karena pada aspek seni inilah tata graha memegang fungsi. Tata graha yang baik akan membentuk branding yang baik terhadap sebuah sarana pelayanan kesehatan.
Berpikir secara integratif dalam penataan tata graha.
Permasalahan yang banyak terjadi adalah, penyediaan tata graha hanya sebatas memenuhi sarana dan prasarana sesuai instrumen minimal yang diwajibkan. Terkadang sekedar mengeksekusi anggaran yang telah ada.Â