Mohon tunggu...
Apolonius Lase
Apolonius Lase Mohon Tunggu... -

Im a simple one...

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Arah Pariwisata Nias Sudah Mulai Jelas (Bagian 1)

4 Oktober 2014   17:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:24 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

data-show-count="true">Follow My Twitter
Tulisan pernah ditayangkan di situs utama Pulau Nias, NBC

Pelaksanaan Lokakarya Pariwisata Nias pada 17-18 Juni 2014 meletakkan dasar-dasar penting terkait arah pariwisata Nias. Sejumlah butir kesepakatan dan kesepahaman antarpemerintah daerah serta MOU antara pusat dan kelima kepala daerah. Hal itu membuat arah pengembangan pariwisata Nias semakin jelas.

Berdasarkan itu, arah pembangunan (peta jalan/roadmap) kepariwisataan Nias bisa dikatakan sudah mulai jelas, hendak mau dibawa ke mana. Yang penting diketahui bahwa berlangsungnya lokakarya ini tidak terlepas dari peran diaspora Nias yang memiliki perhatian dan kerinduan mendalam untuk memperjuangkan kemajuan dunia pariwisata di Nias.

Dua hari setelah lokakarya itu berakhir, NBC berkesempatan berbincang-bincang dengan seorang tokoh diaspora Nias, yang merupakan salah satu motor terlaksananya rentetan kegiatan terkait pariwisata ini, yaitu Dr. Fönali Lahagu.

Hasil perbincangan dengan Fönali Lahagu kami sajikan dalam dua tulisan ini dan juga Arah Pariwisata Nias Sudah Mulai Jelas (Bagian 2-Selesai).

Bertempat di Hotel Miga Beach, Jalan Diponegoro, Kota Gunungsitoli, Fönali Lahagu bersama Bendris, juga tokoh diaspora Nias yang berprofesi sebagai pengusaha, berkenan berbagi cerita tentang rencana pembangunan kepariwisataan Nias ke depan secara eksklusif kepada NBC.

Sempat Diragukan

Diakui Fönali Lahagu bahwa awalnya terobosan menghangatkan kembali perbincangan terkait pariwisata Nias ini pernah dicibir dan menuai pesimisme dari sebagian kalangan, terlebih-lebih saat sarasehan dilaksanakan di Solo, Jawa Tengah.

Kekhawatiran masyarakat memang bukan tidak ada sebab. Pencanangan pariwisata Nias ini sebenarnya sudah sangat lama dilakukan, tetapi tetap saja implementasinya selalu nol besar. Selalu saja hanya berhenti pada tataran wacana. (Baca juga: Ini Pandangan Para Tokoh Soal Pariwisata Nias)

Berkaca dari berbagai “nirimplementasi” itu, diaspora Nias pun merancang agenda rencana pariwisata Nias sedemikian rupa, yakni dengan langsung mempertemukan pihak daerah sebagai pemangku kepentingan (stakeholder) dan pihak pemerintahan pusat sebagai pengambil kebijakan nasional.

“Memang dari awal itu banyak orang pesimistis  saat mengadakan sarasehan. Ada kekhawatiran hanya terhenti di situ, ada lokakarya, sudah beberapa kali diadakan, tetapi tidak ada kelanjutan. Tetapi sejak awal kami menggagas ini tidak seperti itu.  Jadi, kami mau mengadakan sarasehan lalu sampai deklarasi itu dan sampai ada 7 isi deklarasi bertekad-bertekad-bertekad, baru sepakat-sepakat, sepakat , termasuk juga kita mendorong para kepala daerah,” ujar Fönali.

Fönali dan kawan-kawan sesama diaspora Nias sadar betul bahwa faktor utama setiap rencana terkait pariwisata Nias selama ini tidak bisa diimplementasikan adalah karena tidak adanya sinkronisasi antara pusat dan daerah.

Pusat mungkin memiliki keinginan besar untuk membangun pariwisata Nias, tetapi ada gap yang besar karena tidak mengetahui secara detail apa yang dimiliki Nias dan apa yang menjadi kebutuhan Nias. Demikian pula pihak daerah di Nias tidak mengetahui apa yang menjadi program dari pusat sehingga saling menunggu dan yang terjadi adalah stagnansi. Ibarat radio, pusat dan daerah tidak berada pada gelombang yang sama.

Tidak berlebihan jika pada sambutannya saat lokakarya tersebut, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar mengakui bahwa potensi yang dimiliki Nias begitu besar di bidang pariwisata. Namun, kata Sapta, itu hanya heboh di media massa, tanpa pernah ada eksekusi di lapangan.

Melihat kondisi itu, diaspora Nias pun bergerak tak kenal lelah. Mereka beberapa kali mengundang pemerintah daerah, dalam hal ini Kepala Dinas Pariwisata kelima daerah di Pulau Nias beserta kepala Badan Perencana Pembangunan Daerah. Di sisi lain, tim diaspora ini terus melakukan komunikasi secara intens dengan pihak pemerintah pusat, dalam hal ini pihak Kementerian Pariwisata. Dialog terus dibangun.

Fönali Lahagu mengaku tidak mudah melalui proses menyamakan persepsi ini hingga menghasilkan Deklarasi Solo dan yang akhirnya menuai MOU pariwisata Nias saat lokakarya.

“Itu juga tidak mudah untuk mempersatukan para kadis pariwisata serta para Kepala Bappeda dalam satu meja, tetapi setelah melalui berbagai pendekatan-pendekatan, akhirnya fase itu bisa kami lalui. Beberapa kali kami bertemu dengan pemda di Jakarta, lalu kami menghadap kementerian. Kami terus melakukan dialog dan dialog,” katanya.

Salah satu faktor yang mendorong tim diaspora ini makin bersemangat adalah karena pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif mengapresiasi “perjuangan” ini sebagai kebutuhan yang  muncul dari bawah.

“Antusiasme kita dari daerah inilah yang mereka lihat dari atas. Mereka sangat mendorong bahkan mereka memfasilitasi untuk mempertemukan orang-orang pemda yang terkait dan menyamakan persepsi bahwa membangun Nias lokomotifnya lewat pariwisata,” kata Fönali Lahagu.

Serahkan kepada Ahli

Pihak kementerian, melalui staf ahli menteri, sangat membantu dengan memberikan petunjuk dan arahan kepada tim diaspora untuk memfasilitas terjadinya komunikasi dengan para pemangku kepentingan di lima daerah di Pulau Nias.

Tim diaspora dan pemda sadar betul bahwa untuk menangani dan membangun pariwisata Nias harus diserahkan kepada ahlinya. Maka, sudah tepat ketika langkah untuk meminta petunjuk dari pihak Kementerian Parenkraf ini dilakukan.

Setelah persepsi disamakan dan kemudian pihak Kementerian Parenkraf memberikan konsep perencanaan, termasuk tujuan dan mendorong kelima daerah di Nias untuk menginvetarisasi item-item apa sajan yang berpotensi menjadi tempat tujuan wisata karena memiliki daya tarik wisata.

Dari situ, lewat sebuah pertemuan, setiap daerah pun membuat daftar tempat yang memiliki daya tarik wisata yang bisa dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata.

“Kabupaten Nias Selatan mendaftarkan 40 item. Kota Gunungsitoli 21 item. Demikian juga dengan daerah lainnya. Rata-rata daerah menyodorkan lebih dari 15 item,” ujarnya.

Konsep Satu Nias

Setelah daftar potensi pariwisata diketahui hal yang penting dipikirkan adalah Nias harus masuk dalam Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN). Dengan demikian, konsep pengembangan pariwisata Nias pun tidak bisa lagi dipandang menurut wilayah daerah otonomi masing-masing.

Jika sudah termasuk dalam KSPN, kelima pemda di Pulau Nias tidak bisa lagi berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus dalam satu kesatuan.

Untuk tujuan itu, ditegaskan Fönali, disepakati soal terminologi penyebutan “pariwisata kepulauan Nias” agar diganti dengan “pariwisata Nias”. Menurut Fönali, ini sederhana tetapi sangat berpengaruh pada strategis marketing kepariwisataan.

Fönali mengambil contoh terminologi daerah pariwisata terkenal di Indonesia, seperti Ba-li, Lom-bok, Jog-ja, So-lo, yang mudah diingat dan penyebutannya sederhana karena terdiri atas dua suku kata.

“Kita bersyukur juga nama daearah kita terdiri atas dua suku kata, Ni-as. Ini yang kita jual. Pariwisata Nias. Kalau kita pakai pariwisata kepulauan Nias,  maka orang saat menyebutkannya dan mendengarnya saja sudah bosan dan kesulitan. Maka secara psikologis, pengunjung, terutama dari mancanegara, akan susah menyebutkan ‘kepulauan Nias’ dibanding ‘Nias’ saja. Tujuannya, kita permudah orang mengingat Nias. Itu ikon kita. Kata Nias itu kita jual,” ujarnya.

Awalnya, diceritakan Fönali, konsep berpikir ini ditentang beberapa pihak, karena takut menguntungkan salah satu daerah saja, yakni Kabupaten Nias. “Namun, setelah melalui dialog dan saling mencerahkan, terutama didorong oleh pihak Kementerian Parekraf sebagai ahli di bidang pariwisata, maka disetujuilah penggunaan terminologi itu,” kata Fönali.

Zona Unggulan

Untuk konsep Pengembangan Pariwisata Nias, setiap daerah menentukan maksimum 3 zona unggulan dari semua potensi yang ada di daerahnya masing-masing.

Misalnya Nias Selatan, dari 40 item daerah wisatanya yang ada, ditentukan zona unggulannya, antara lain Desa Bawömataluo dan Pantai Sorake. Demikian juga di Nias Utara, misalnya Pantai Reloto. Gunungsitoli juga begitu, salah satu unggulannya Museum Pusaka Nias.

Untuk kepastian tiga zona unggulan ini, tim pemda dan diaspora sedang menyusunnya dan kepastiannya akan diperoleh pada awal Juli 2014 setelah berkoordinasi dengan pihak Kementerian Parenkraf di Jakarta.

Menurut Fönali, di Gunungsitoli awalnya Museum Pusaka Nias tidak dimasukkan sebagai zona unggulan. “Saya yang berkukuh agar Museum Pusaka Nias dimasukkan. Saya agak memaksakan agar itu dimasukkan. Kita tidak boleh melupakan museum karena itu aset. Saya senang Pemerintah Kota Gunungsitoli bisa menerima usulan saya itu,” katanya.

Alot

Seperti diungkapkan Fönali Lahagu di awal bahwa untuk menyamakan persepsi dengan kelima kepala daerah di Pulau Nias bukan tidak menemui banyak kendala. Beberapa kali dilakukan pembicaraan dengan para kepala dinas pariwisata dan kepala Bappeda. Pada akhirnya karena pembicaran begitu alot setiap daerah mengembilakan kepada kepala daerah masing-masing.

“Tadinya itu agak alot. Lalu akhirnya kami mengundang mereka lagi ke Yogyakarta, bupati, dan kepala dinas pariwisata, dan kepala bappeda bahkan sampai ke ibu-ibu PKK. Ada kesepakatan lebih tajam lagi dan lebih konkret. Sampai muncul dalam pembicaraan bahwa dibutuhkan satu kerja sama antara pusat dan daerah dalam suatu kesepakatan atau MOU, walaupun nanti pada akhirnya untuk pusat dan daerah itu bunyinya adalah kesepatan bupati dengan kementerian, sepakat membangun pariwisata Nias,” ujar Fönali Lahagu.

Seperti diketahui, hasil kerja diaspora pun membuahkan hasil, yakni berupa penandatanganan nota kesepahaman lima kepala daerah dengan 3 perwakilan menteri saat lokakarya berlangsung.

Dijelaskan Fönali Lahagu, antara Kementerian dan Pemda digunakan istilah Nota Kesepakatan. Sementara antarpemda digunakan istilah MOU.

“Jika menggunakan istilah kesepakatan itu berarti membuktikan bahwa ada tekad untuk mengebangkan. Sementara antara kepala daerah ini mereka sudah diskusikan dan sebagainya itu lalu sepakat untuk mengadakan MOU antarkepala daerah se-Nias,” ujarnya.

Kesepakatan itu, kata Fönali, mendukung pengembangan pariwisata Nias, yakni 3 zona unggulan di setiap daerah yang telah disepakati. “Bahwa nanti setiap daerah mengembangkan pariwisatanya yang lain selain 3 zona unggulan itu, itu sah-sah saja. Hanya itu tidak termasuk dalam rangkaian program Pengembangan Pariwisata Nias,” kata Fönali.

Sebelum lokakarya berlangsung, tim diaspora bolak-balik bertemu dengan pemda dan kementerian, baik di Jakarta dan Yogyakarta. Panitia pun dibentuk, termasuuk penitia daerah. Meskipun belum dilegalkan, kata Fönali, yang penting jalan dulu, urusan legalitas belakangan. Ia mengaku senang dengan itu karena semangatnya, bagaimana bisa mencapai target yang disepakati dulu.

Melibatkan Kementerian Terkait

Pelaksanaan lokakarya ini bisa dibilang sudah sangat strategis dalam menentukan arah kepariwisataan Nias. Betapa tidak, selain pihak Kementerian Parenkraf, Kemenerian Perhubungan dan Kementerian Pekerjaan Umum (PU) juga turut dilibatkan. (Baca juga: Tiga Kementerian Dukung Nias Jadi Kawasan Pariwisata Nasional)

Ini tidak terlepas dari komunikasi intens yang dilakukan oleh tim diaspora dengan pihak Kementerian Parenkraf.

“Pak Sapta sendiri yang menentukan. Ini kita butuh  PU, sebab pariwisata tidak jalan jika infrastruktur tidak ikut. Kita membutuhkan Kementerian Perhubungan sebab tanpa konektivas dan aksesbilitas tidak bisa bicara pariwisata. Jadi kalau itu bandara, ya bandaranya yang dikembangkan, artinya Kementerian Perhubungan harus dilibatkan,” urai Fönali menirukan saran Wamen Parenkraf itu.

Menurut Fönali, ke depan bukan tidak mungkin juga akan melibatkan Kementerian Kelautan dan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat atau Kementerian Koodinator Perekonomian. [APOSE]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun