Di tengah revolusi teknologi, model asesmen berbasis AI dan Deep Learning menawarkan pendekatan yang lebih dinamis, akurat, dan manusiawi. Teknologi ini memungkinkan personalisasi pembelajaran, di mana siswa dinilai berdasarkan kemajuan individual mereka, bukan berdasarkan ujian sekali seumur hidup yang sarat tekanan psikologis. Evaluasi menjadi proses berkelanjutan yang tidak hanya mengukur hafalan, tetapi juga menguji kemampuan berpikir kritis, kreativitas, dan pemecahan masalah.
AI juga membuka peluang bagi asesmen formatif yang lebih adaptif. Dengan data real-time, perkembangan siswa dapat dipantau secara komprehensif tanpa harus menunggu hasil ujian tahunan. Sistem ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan model evaluasi tradisional yang hanya menawarkan snapshot tunggal dari proses belajar yang seharusnya bersifat dinamis dan berkesinambungan.
Paradoks UN: Pendidikan yang Membunuh Rasa Ingin Tahu
Pendidikan seharusnya menumbuhkan rasa ingin tahu, bukan menumpulkannya dengan standar rigid yang membebani siswa. UN justru mendorong lahirnya generasi yang lebih peduli pada hasil akhir ketimbang proses belajar itu sendiri. Tekanan untuk memperoleh skor tinggi melahirkan kultur pendidikan yang tidak sehat, di mana kecemasan dan ketakutan akan kegagalan lebih dominan dibandingkan kegembiraan dalam mengeksplorasi dan memahami sesuatu yang baru.
Lebih dari itu, UN telah mempersempit peran guru sebagai fasilitator pembelajaran menjadi sekadar instruktur teknis yang bertugas memastikan siswanya lulus ujian. Ruang kreativitas dalam pengajaran dikorbankan demi mengejar target kelulusan, mengubah kelas menjadi pabrik produksi jawaban standar yang nihil substansi.
Dampak Negatif Ujian Nasional
Selain kritik pedagogis, UN juga memiliki dampak negatif dari sisi filosofis dan psikologis:
Pengukuran Skor yang Tidak Mencerminkan Kecerdasan Nyata -- Pendidikan seharusnya menitikberatkan pada eksplorasi dan refleksi, bukan sekadar angka hasil ujian.
Tekanan Psikologis yang Tinggi -- Sebagai satu-satunya tolok ukur keberhasilan akademik, UN menciptakan beban mental besar bagi siswa.
Ketidakadilan Struktural -- UN mengasumsikan semua siswa memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas, padahal realitanya jauh dari itu.
Kritik Pedagogis terhadap UN