Mohon tunggu...
Apir Imami
Apir Imami Mohon Tunggu... Lainnya - Pujangga yang mampir sejenak di dunia

Sirami jiwa dengan zikir pada Ilahi# Ibu dari seorang buah hati penyejuk jiwa# Long life education # Life is story # Fighter

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beragam Karakter Anak Dalam Menghadapi Dunia Pendidikan

6 Februari 2022   12:14 Diperbarui: 6 Februari 2022   12:17 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Apir Imami

Anak yang cerdas merupakan impian setiap orangtua. Memiliki intelektual di atas rata-rata, orangtua mana yang tidak mendambakannya? Berbagai peraturan dan tingkat kedisiplinan tertata rapi di lingkungan keluarga kecil kita. Setiap anggota keluarga harus mematuhi. 

Seperti peraturan yang diterapkan orangtua terhadap anak, yakni belajar di rumah ketika usai shalat maghrib, diwaktu senggang pada siang hari, atau saat-saat yang dianggap nyaman untuk belajar. Minimal, kita terjun langsung sebagai pendidik bagi mereka. Bukankah guru pertama untuk anak-anak adalah kita sendiri?

Era tekhnologi kini, menuntut anak-anak untuk memperbanyak belajar. Baik di rumah, lembaga formal, dan lingkungan tempat mereka bergaul. Tidak jarang orangtua berbondong-bondong mengajak anak mereka untuk ikut bimbingan belajar, les, dan kegiatan ekstrakurikuler yang bermanfaat untuk mengejar ketertinggalan pemenuhan kurikulum. 

Saking bersemangat agar para penerus lebih berkembang mengikuti kemajuan zaman, sekarang telah berdiri berbagai lembaga pendidikan. Mulai dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), TK (Taman Kanak-kanak), SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan perguruan tinggi negeri maupun swasta yang bergengsi.

Sebahagian orangtua juga telah mendidik sebelum anak memasuki PAUD. Diajarkan untuk bermain dengan alat tulis, menggambar, buku yang bisa diwarnai, mengikuti video yang bermanfaat di aplikasi (Youtube, misalnya) dan mengikuti berbagai event. Seperti event foto bersama orangtua dan anak.

Banyak sekali pertumbuhan lembaga pendidikan yang merambah ke masyarakat kota maupun daerah terpencil. Karena sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa pendidikan itu sangat penting. Sebagai solusi untuk menghindari keterbelakangan pengetahuan dan kebuntuan. Kita sebagai orangtua, sama-sama berharap dengan adanya lembaga tersebut dapat mengubah pola pikir dan perkembangan otak bagi generasi kita.

Dikarenakan mengikuti perkembangan pendidikan yang semakin maju saat ini, sangat diharapkan kepada orangtua yang memiliki anak-anak yang belum mampu mengikuti aturan sekolah, terutama anak-anak yang baru masuk PAUD dan TK. 

Sebaiknya hindarkan dari pemaksaan. Apalagi dalam kisaran anak yang berusia 3 tahun telah didaftar ke sekolah PAUD. Dipaksa belajar, harus sampai bisa. Kira-kira bagaimana tanggapan anak seusia ini?

Tentu bermacam-macam tingkah. Ada yang penurut sama orangtuanya, ada yang kejar-kejaran di rumah dulu sebelum ke sekolah, malas, lebih mementingkan bermain dengan teman-temannya, belanja dulu sebelum masuk kelas padahal guru sudah lama menunggu di dalam ruangan sampai habis jam pelajaran.

 Intinya, anak seusia ini sebaiknya kita ikuti kemauan mereka dulu asalkan orangtua tetap mengawasi. Jika anak tidak mau menulis, biarkan dulu. Ada masanya mereka tergerak sendiri untuk belajar secara sungguh-sungguh. Hindarkan dari menekan perasaan anak.

Di bawah ini, saya kemukakan contoh tentang cerita seorang ibu yang berkepribadian keras mengarah anaknya yang berusia sekitar 3 tahun yang telah didaftarkan di sekolah PAUD. Semoga bermanfaat.

"Andi ...! sekolah! cepat ganti baju tidurnya!" teriak emak di dapur yang masih setia dengan aktivitas memasak sedangkan anaknya yang berusia 3 tahun baru bangun. Kesadaran pun belum sempurna terkumpul.

Si Andi bukan menurut ucapan emaknya, malah berlanjut rebahan di kursi sambil menonton tv. Melihat hal ini, secara otomatis si emak menghampiri anaknya sambil menenteng sendok. Hehe ...

"Ya ampun ...! nih anak, rebahan lagi! bangun ... bangun!" cerewet emaknya.

"Apa mak? masih ngantuk nih," kata Andi lesu sambil mengucek matanya.

"Sekolah! sudah jam 06.30 WIB,"

"Tidak mau," Andi menolak untuk berangkat sekolah.

Setelah beberapa menit beradu argument antara emak dan anak ini, akhirnya si anak mengikuti kemauan emak untuk pergi ke sekolah. Meskipun telah melewati proses pemaksaan terlebih dahulu. Sesampainya di sekolah, si Andi memilih bermain dahulu bersama teman-temannya. Ia tidak mau menulis dan mengikuti pelajaran dari guru. Ia lebih mengikuti kemauannya sendiri. Sang emak pun merasa kewalahan dengan sikaf anaknya. Tetapi guru dengan sabar menegur Andi yang berlari ria di dalam kelas saat jam belajar.

Suatu hari, tiada angin tiada hujan. Andi berbicara pada emaknya yang sedang menjahit pakaian.

"Mak, saya mau nulis,"

"Apa nak?!" tanya emak. Ia meminta agar Andi mengulangi ucapan karena tadi terlalu fokus pada aktivitasnya.

"Andi mau nulis," jelas Andi sekali lagi.

Si emak pun tergesa mengambil alat tulis Andi yang berada tidak jauh dari tempat mereka semula. Ada perasaan tidak biasa pada diri emak. Entah senang, girang, bersyukur, atau apalah namanya. Yang jelas, ini pertama kali Andi berbicara demikian. Biasanya selalu dipaksa emak untuk menulis. Itu pun Andi banyak membantah.

Setelah alat tulis berada pada Andi. ia mulai duduk di samping meja belajarnya. Pensil mungil dipegang, jemarinya meliuk indah di atas kertas. Coret sana-sini. Dikacaukan lagi. Coret lagi. Kadang ada terbentuk satu dua seperti huruf abjad atau angka serta ada lagi yang berbentuk gambar. Si Andi asyik menulis sendiri. Emak pun tersenyum tak tanggung-tanggung.

Dari cerita di atas, dapat kita simpulkan bahwa setiap anak memiliki karakter masing-masing dalam menghadapi dunia belajar. Ada yang cerdas dan penurut, ada yang dibujuk terlebih dahulu, ada yang mengikuti kemauan sendiri, dan banyak lagi. Kita, sebagai orangtua jangan terlalu cepat mengomentari anak dengan kata yang negatif.

"Kenapa dengan anak saya? malas sekali belajarnya," atau dengan ucapan,

"Kamu ini, pemalas betul. kalau tidak sekarang, kapan lagi belajarnya?! lihat, teman-temanmu sudah pandai semua menulis, nah kamu?! angka 1 2 3 saja masih tidak bisa!"

Sekali lagi, kepada seluruh orangtua selalu katakan ucapan yang baik kepada mereka. Pahamilah siapa anak kita. Pelajari karakternya. Jangan samakan dan bandingkan anak kita dengan anak oranglain. Karena setiap manusia itu memiliki karakter yang unik. Bermacam-macam. Tidak terbilang.

___

Kerinci-Jambi, 05 Februari 2022 M / 04 Rajab 1443 H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun