Mohon tunggu...
Zuhanna A.Z
Zuhanna A.Z Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Kalisat, Jember, Jawa Timur. Penulis lepas khususnya terkait bidang sosial, budaya, sejarah dan juga lingkungan.

Rakyat biasa yang merangkap penulis lepas. Tinggal di desa, memilih jauh dari kota.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketidakadilan di Balik Gemerlap Kota Festival Banyuwangi

28 Juni 2016   15:36 Diperbarui: 28 Juni 2016   15:43 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gaji Karyawan Belum Dibayarkan Sesuai Haknya

Berikanlah upah seorang pekerja sebelum keringatnya kering. Pernah mendengarnya? Tentu saja Hadist tersebut mempunyai banyak makna yang butuh kita terjemahkan dengan bijak. Di Indonesia sendiri, hal tersebut bertransformasi menjadi sebentuk Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). Pada Bab 10 mengatur tentang Pengupahan. Menurut Pasal 88 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Aturan sudah begitu jelas, lantas bagaimanakah nasib upah buruh di Indonesia? Apakah ada kasus perusahaan yang belum membayarkan upah karyawannya sampai keringatnya kering kerontang? Ada. Banyak. Apalagi di Indonesia. Jangankan membayarkan upah karyawannya tepat waktu, masih banyak perusahaan yang belum memenuhi standard UMK serta penjaminan kesehatan dan kehidupan karyawannya. 

Kasus terbaru soal buruh yang sekarang sedang mencuat, adalah di Banyuwangi. Kota festival. Kota yang gemerlap pariwisatanya sedang menjadi pembicaraan dunia. Kota yang Bupatinya sering wira-wiri di televisi layaknya artis dan susah sekali ditemui. Kalau ditanya soal Banyuwangi, apakah yang terlintas di benak Anda? Sunset di Pulau Merah? Gandrung Sewu? Desa Osing? Dan sederet tempat wisata lainnya. Adakah yang menjawab, bahwa Banyuwangi adalah soal ketidakadilan yang ditutup-tutupi? Dimana ada 85 karyawan PT. PBS (Pelayaran Banyuwangi Sejati) di Banyuwangi Jawa Timur yang belum mendapatkan haknya berupa upah dan beberapa tunjangan kehidupan mereka termasuk kesehatan. PT. PBS sendiri adalah Perusahaan yang 90 % sahamnya milik Pemerintah Daerah (Pemda) Banyuwangi yang memiliki 2 armada kapal yakni, Landing Craft Tank’s/LCT Putri Sritanjung  dan LCT Putri Sritanjung 1. Armada kapal tersebut adalah aset Pemda Banyuwangi yang mampu menyetor Pendapatan Asli Daerah (PAD) sejak Tahun 2002. 

Menurut Ketua Serikat Pekerja Kapal Sri Tanjung yang menemui kami semalam, Irvan Nur Hidayatullah, pembayaran upah untuk beberapa karyawan masih 50% dari bulan Januari-Maret. Sedangkan untuk bulan April hingga saat ini masih belum menerima upah sama sekali. 

Bicara soal pekerja maupun karyawan, tidak bisa kita menilainya seorang diri. Meskipun single, tetap ada kemungkinan kan kalau mereka juga support ekonomi orang tua. Apalagi yang sudah berkeluarga. Bisa kita bayangkan hampir 6 bulan ini mereka tidak menerima upah sesuai dengan mestinya. Lantas bagaimana nasib orang-orang di belakang mereka? Ada orang tua, istri dan juga anak-anak yang setiap saat membutuhkan kebutuhan yang bila kita kalkulasikan membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Lantas dengan apa para karyawan itu menunaikan kewajibannya dengan keluarga? Miris. 

Festival-festival besar dengan dana yang tidak sedikit diselenggarakan Pemkab Banyuwangi, dengan tujuan untuk mendatangkan wisatawan baik manca maupun domestik guna meningkatkan perekonomian masyarakat lewat pariwisata. Tapi ada karyawan perusahaan yang sahamnya 90 % milik Pemda masih terbengkelai dan berusaha memperjuangkan haknya dengan perut-perut yang kosong dan beban melihat anak-anak mereka. Miris. Tolong jelaskan, apakah ini adil?

Perusahaan juga belum membayarkan jaminan kesehatan bagi karyawannya sejak Januari lalu. Ada beberapa kisah tragis yang diceritakan Mas Irvan kepada kami semalam. Seorang karyawan anaknya sakit, ketika membawanya di sebuah pelayanan kesehatan ternyata jaminan kesehatannya belum dibayarkan perusahaan sehingga mengharuskan membayar sendiri pengobatan itu. Karena tidak ada uang akhirnya si anak dibawa pulang dan dirawat sendiri di rumah. Ketika saya bertanya, dengan apa selama 6 bulan ini mereka mempertahankan hidup? Mas Irvan mengaku, banyak karyawan termasuk dirinya yang menjual beberapa perhiasan istrinya dan juga barang layak jual untuk menyambung hidup. Sampai saat ini, para karyawan melalui serikat pekerja yang dipimpinnya masih terus memperjuangkan haknya. 

Bagaimana Pemda Banyuwangi dan DPRD menanggapi ini?

Padatanggal 15 Juni 2016 lalu, puluhan karyawan melakukan aksi untuk memintakejelasan permasalahan yang mereka hadapi kepada DPRD Banyuwangi, satu-satunyajalan untuk menyampaikan aspirasinya sebagai rakyat kepada wakilnya dipemerintahan.  Wakil Ketua DPRD Banyuwangi, Ismoko, berkomitmen untukmengupayakan penyelesaian permasalahan ini dengan membentuk Pansus. PanitiaKhusus penyelesaian kasus ini dibentuk dan diketuai oleh Naufal Badri. Setelahitu, mereka menuju kantor Pemkab Banyuwangi. Namun ketika di Pemkab merekamendapatkan bahwa Bupati mereka --Azwar Anas-- sedang melakukan perjalananumroh dan baru datang pada tanggal 25 Juni 2016.

Dalam melakukan perjuangannya, para pekerja juga didampingidan didukung oleh LSM-LSM se Banyuwangi di antaranya Forum 5 Maret Banyuwangi,Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI) Selat Bali, dan Pimpinan Pusat PergerakanPelaut Indonesia (PPI) di Jakarta.

Sebelummengadukan ke DPRD Banyuwangi, para karyawan ini sudah mencoba beberapa jalurmediasi kepada direksi PT PBS. Mediasi tersebut pernah difasilitasioleh Disnaker Banyuwangi. Namun hasilnya Deadlock. Terlepas dari segalapermasalahan internal Direksi PT. PBS dengan Pemkab Banyuwangi, mereka –para karyawan—hanya berusaha untuk memperjuangkan hak yang belum terpenuhi. Apalagi mendekatihari raya, tentu saja ada keinginan untuk membahagiakan keluarga di rumah. 

Wawan Cakra, selaku pengurus PPI menjabarkan beberapakronologi mediasi yang diupayakan untuk mempertemukan pihak terkait. Mediasipertama hari Kamis (23/6) dan mediasi kedua Senin (27/6). Dua kali mediasipihak PBS tidak hadir, mediasi ketiga di agendakan pada Kamis (30/6) nanti.Namun, saat mediasi kedua, Senin (27/6) di Disnaker pihak PBS tidak hadirmenemui para pekerja, namun PBS sudah menemui Pansus dan juga Bupati. Jikananti di mediasi ketiga perusahaan kembali mangkir, pihak Disnaker berjanjiakan melayangkan anjuran ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Naufal Badriselaku Ketua Pansus PBS dalam kasus ini juga menyatakan bahwa permasalahan inisudah mencapai titik terang. Menurutnya, gaji karyawan PBS juga akan segeradibayarkan.

Kita memang harusselalu berprasangka baik atas apa yang dilakukan untuk pemecahan permasalahanini. Sementara saya mendengar kabar terakhir dari Mas Irvan, bahwa PPI Pusat diJakarta berhasil mengkomunikasikan ini dengan Menteri Tenaga Kerja, HanifDhakiri yang langsung menginstrusksikan jajaran di bawahnya agar langsungmempelajari kasus ini di lapangan. 

Semoga kasus-kasus seperti ini tidak tenggelam oleh gemerlap pariwisata dan festival di Banyuwangi. Dan semoga komitmen yang telah terucap terjaga dengan amanah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun