Mohon tunggu...
Alifa PutriFinanda
Alifa PutriFinanda Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

.........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ciput

13 Desember 2022   15:11 Diperbarui: 13 Desember 2022   15:40 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

PDKT sama seseorang karena cinlok? Karena berawal dari temenan? Karena awalnya sering ngobrol? Terdengar mainstream. Pernah gak kalian PDKT sama seseorang karena awalnya ciput yang jatuh? Terdengar memalukan, ya?

Saat itu hari pertamaku di SMP. Kukira aku tidak akan memiliki teman, karena dari kecil hanya terbiasa diadopsi oleh orang baru. Aku tipe seseorang yang tidak mudah berinteraksi dengan orang baru, sebenarnya ada beberapa murid yang asal sekolahnya sama denganku, namun mereka dari kelas yang berbeda jadi aku tidak akrab juga.

Aku memutuskan untuk duduk di paling depan, tak lama ada seorang perempuan cantik, riang, dan ramah bertanya tentang bangku kosong di sebelahku. Dengan senang hati aku persilahkan dia untuk duduk. Dia mengajakku berkenalan! Aku sedikit lega karena rasa takutku akan kesendirian sedikit berkurang. Namanya Salsa, dia orang baru, namun dia cukup perhatian untuk seseorang yang baru aku kenal.

"Kamu enggak pakai dasi?" Tanya nya heran.

"Aku enggak tau cara memakai dasi yang seperti ini" sahutku.

"Sini aku bantu," sambil mengambil dasi di tanganku dan mengajariku.

Dia sangat terbuka, dia bercerita tentang segalanya hari itu. Baguslah, jadi tidak terlalu canggung.

Kelas pun dimulai, semua murid duduk di bangkunya masing-masing. Pandanganku terpaku pada satu lelaki bermata sipit yang duduk di bangku agak belakang. Bukan karena apa, hanya merasa familiar dengan wajahnya. Materi pertama adalah perkenalan diri. Giliranku lewat, giliran dia pun lewat. Pratama namanya, terdengar sangat asing, namun raganya tidak. Akupun memutuskan untuk menghiraukannya saja.

Setelah itu, kakak OSIS memberikan beberapa lembaran kertas yang berisikan tata tertib sekolah dan lirik mars sekolah kami. Dia mau kami memahami dan menaati tata tertib yang ada, sekaligus menghafal lagu mars itu untuk dinyanyikan di setiap hari senin saat upacara bendera. Sambil menunggu kakak osis berkeliling membagi kertas, aku pun membaca sekilas.

"Wajib pakai ciput? Aku belum punya ciput. Jilbab tidak boleh dilipat ke bahu... Wah? Bahkan lengan baju tidak boleh digulung!" Gumamku kaget, mengingat sekolahku dulu hanyalah sekolah negeri biasa, bukan sekolah islam. Namun mereka membuat tata tertib se detail itu untuk muridnya.

Minggu masa perkenalan lingkungan sekolah pun berakhir, kami pun mulai belajar dengan normal. Memasuki minggu ke 3, kami sekelas diberi tugas menggambar peta oleh guru IPS. Aku juga sudah mulai bergaul dengan murid lainnya karena bantuan Salsa. 

Belum semua, hanya beberapa saja karena akupun masih malu-malu karena masih berdaptasi di lingkungan baru. Aku sudah selesai, tugasku juga sudah ku kumpulkan, aku memutuskan untuk berdiam diri di kursiku karena sekolahku melarang membawa hp.

"Laura..." Temanku tiba-tiba menepuk pundakku

"Eh? Kenapa, Nick?"

"Bantu gua, dong. Buat peta susah banget,"

"Kamu kesusahan di bagian mana?"

"Bagian garis lintang, garis lintang atau garis apa sih namanya? Pokoknya enggak sesuai garis yang bentuknya grid gitu peta gua jadinya, itu ada di meja gua tolong di lihat,"

Akupun pergi ke meja nicky, aku menghentakkan diriku ke kursi karena jujur membuat peta memang melelahkan

Namun ada satu hal yang ternyata aku tidak sadari

"Laura!!!" Pratama memanggilku, itu kali pertama kita berbincang.

"Ya?"

"Itu ada yang jatuh di belakangmu."

Akupun melihat kebelakang, dan ternyata... CIPUTKU JATUH!!! Aku panik dan tentu saja malu.

"ADUH!!! Ciputku!!! ADUH TERIMAKASIH YA."

"Hahaha iya sama-sama."

Tawa nya membuatku semakin tersipu.

"Aduh kenapa harus jatuh sih," kesalku dalam hati.

Setelah kejadian itu, aku selalu merasa canggung setiap bertemu dia. Namun ntah mengapa, dia semakin mengajakku bicara. Apa hanya perasaanku saja, ya?

Malamnya aku mengerjakan pr, di tengah kesunyian, tiba-tiba

*(TING....) Ponselku berbunyi. Aku pikir itu notif dari Salsa

"Salsa chat, kah? Ada apa Salsa tiba-tiba chat, topik percakapan kita kan sudah selesai tadi?"

"Eh?!?! Aku kira Salsa?! Nomor siapa ini?"

"P.

P.

P" sapa nya dengan tidak sopan

"Ya? Ini nomor siapa?" Ketikku sambil menahan rasa kesal

"Pratama"

"Aduhhh kenapa harus anak ini lagi sih, aku masih malu," gumamku dalam hati.

"Hellowww? Kok ga balas? Sibuk, ya?"

"Eh? Gak juga kok. Lagi ngerjain pr aja yang tadi dikasih Pak Bambang."

"Oohhh rajin juga ya, memang ngerti? Matematika kan susah."

"Ngerti tuh, ini masih gampang. Gak tau kalau seterusnya nanti,"

"Gampang, ya? Kalau gitu, liat dong. Gua ga ngerti, di brainly juga gaada"

"Dasar!!! Ada maunya saja. Gua belum selesai, besok aja di sekolah"

"Duh kan tau sendiri gua kalau dateng mepet sama bel masuk, emang sekarang lu udah nomor berapa?"

"Kok maksa? Baru selesai nomor 7, sisa 3 lagi"

"Yaudah seadanya dulu aja, sisanya besok di sekolah"

"Ck! Ok" *(mengirim gambar)

"Makasih Alifaaa ututututu baik banget deh"

*(Baca)

Keesokan harinya, seperti biasa dia datang 3 menit sebelum bel masuk berbunyi. Bukannya duduk dulu, dia malah langsung menghampiriku untuk meminta buku matematika.

"Laura!!! Mana buku matematikanya cepetan gua belum, bentar lagi masuk jam pertama pelajaran Pak Bambang!!!" Mintanya dengan tergesa-gesa.

"Aduhhh iya sabar"

"Okehhh makasih makasih"

      Setelah itu kami melanjutkan hari seperti biasanya. Lagi-lagi ntah mengapa aku merasa dia semakin caper denganku. Namun dia punya 1 teman perempuan yang terlihat lebih dekat dengannya, aku takut aku hanya ge-er.

      Besok ada mata pelajaran olahraga. Karena seragam murid belum selesai, kita disuruh untuk pakai seragam olahraga SD dulu. Malam harinya, Pratama menghubungiku lagi lewat chat WA, padahal informasi tentang hari esok sudah ditulis di papan tulis dengan jelas dan sudah dikirim ke grup kelas juga. Perasaan ge-er ku semakin menjadi-jadi, namun aku tetap positif thinking.

      Keesokan harinya kami berkumpul di lapangan untuk olahraga, guru kami ada kesibukan lain, jadi kami disuruh baris duluan sambil menunggu dia selesai dengan urusannya. Kebetulan sekali aku duduk disamping Pratama. Dia tidak memanggilku Laura sekarang, tapi bear. Apa maksudnya coba?

"Hi bear."

"....."

"WOYYY LAURA!!!"

"IH APASIH?!"

"Dipanggil kok pura-pura budek."

"Emang lu ada manggil ya?"

"Barusan gua bilang bear."

"Nama gua kan Laura, bukan bear. Wajar dong gua ga nyaut. Lagian ngapain sih ubah-ubah nama orang sembarangan?"

"Kan lucu bear, pipi lu tembem kayak boneka teddy bear adik gua."

"Maksud lu muka gua kayak beruang? Sekarang gini deh, emang lu mau gua panggil gitu juga?"

"Mau, tuh"

"SHHH!!! Kalian kenapa sih? Malah berisik sendiri." Teriak ketua kelas

"Aduhh ini nih si Tama gajelas banget." Sahutku menghindar dari omelan.

"Gua mulu!" gumamnya tidak terima.

"Udh diem lu ah Pratama lagian emang gua denger-denger lu yang mulai kok."

"Iye iyeee gua diem nih."

      Guru kami pun datang. Untuk pemanasan kami akan mengelilingi sekitar lingkungan sekolah. Anak laki-laki jalan duluan, disusul perempuan. Tapi tidak lama barisan buyar acak-acakan. Tama menghampiriku lagi, aku sedang berbincang dengan Vanesa saat itu, buat bete saja.

"Cie Laura... Kayaknya ada yang tertarik nih sama lu."

"Aduhhh apaan sih udah deh gausah bahas dia."

"Ya ampun bercanda say hahaha"

      Perasaan ge-erku terus semakin menjadi-jadi, ditambah Vanesa teman dekat Tama bilang kalau dia sepertinya tertarik padaku. Aku masih mencoba untuk menghiraukannya. Semakin hari kami semakin dekat, dan aku semakin luluh. Kami chatting setiap malam.

"Jadi, kita PDKT nih?"

"Hehehe gatau..."

"Lu udah pernah pacaran sebelumnya?"

"Belum, Cuma pernah dekat aja."

"Oh jadi gua yang pertama ya?"

DEG!!! PERTANYAAN MACAM APA ITU?

"Maksudnya?"

"Enggak... Lupain aja."

"Oke."

      Aku juga semakin akrab dengan Vanessa, dia sangat berpengalaman tentang laki-laki. Dia bertanya sudah seberapa jauh kedekatanku dengan Tama. Aku menjawab seadanya saja. Setelah itu...

"Yaudah lu siap-siap aja ya lif."

"Eh? Kita mau ngapain?"

"Kita? Gua nyuruh lo yang siap-siap."

"Gua doang yang siap-siap?"

"Iya, lu doang!"

"Kenapa?"

"Udah tunggu aja nanti. Tapi gak tau deh, bisa aja besok, atau mungkin beberapa hari lagi, atau mungkin bulan, atau bisa aja tahun."

"Hah? Maksudnya apa sih Van?"

"Udah pokoknya tunggu aja, nanti juga lu bakal tau."

Aku terdiam keheranan. Maksudnya apa dia berbicara seperti itu?

      Sampai pulang sekolah, belum terjadi apapun denganku. Sampailah weekend. Belum terjadi apa-apa juga. Vanessa sangat membuatku bingung. Kembali ke hari senin, belum terjadi apapun juga. Begitupun esoknya.

"Mungkin benar kata Vanessa, mungkin saja sebulan lagi, atau mungkin setahun lagi." Gumamku dalam hati.

Baru pukul 7 mataku sudah berat. Besok tidak ada PR, akupun memilih untuk tidur.

      Hari Rabu, seperti biasa jadwal kami olahraga. Jadwal kami cukup strategis karena berada di antara istirahat pertama dan kedua. Jadi kami bisa ganti baju sebelum olahraga di istirahat pertama, dan ganti baju setelah olahraga di istirahat kedua, tidak mengganggu jam pelajaran guru lain.

      Aku paling semangat jika saatnya ganti baju, mau sebelum ataupun sesudah. Karena toilet kami cukup kecil, jadi berebutan. Jika tidak sempat, mau tidak mau ganti baju di depan wastafel, itu yang tidak aku suka, maka dari itu aku selalu berusaha paling pertama masuk toilet. Setelah selesai, aku kembali ke kelas duluan, Tama dan beberapa temannya sekaligus Vanessa juga sudah dikelas. Saat melipat bajuku, tiba-tiba saja dia menepuk pundakku sambil memberi beberapa batang cokelat di tangannya.

"Laura... Nih cokelat."

"Eh? Ada apa ini? Lu ulang tahun, ya? Wah banyak banget cokelatnya, 5 sekali ngasih? Banyak juga duit lu ya."

"Aduh Laura gak peka banget jadi orang." Sambar Vanessa.

"Maksudnya?" Tanyaku kebingungan.

"Gua gak ulangtahun, kok." Lanjut Tama.

"Loh? Terus ini apa?"

"Lo mau, gak? Jadi pacar gua. Hehehe."

"Hah? Gua gak salah denger?

"Ya menurut lo aja."

"Uhm..."

"Cieee udah terima aja ra." Vanessa memprovokasi.

"Sssttt diem lu Van ini lagi urusan gua sama Laura."

"Iya deh gua mau, Tam."

"WAH CIEEE!" teriak Vanessa

"Serius, ra?"

"Lu mau nya serius atau enggak?"

"SERIUS DONG!"

"Yaudah serius."

"IH ASIK GUA PUNYA PACAR!"

      Seisi kelas yang saat itu sudah hampir terisi penuh menoleh keheranan. Tama seperti anak kecil yang baru saja dibelikan mainan baru oleh ibunya. Itu mencuri perhatian mereka semua dan mereka pun ikut senang melihatnya. Mungkin jika bukan karena ciput yang jatuh aku tidak akan sedekat ini dengan Tama, apalagi pacaran.

      Laura dan Tama berpacaran cukup lama. Mereka menjadi pasangan paling sempurna di sekolahnya. Setiap orang lainnya yang berpacaran Akan merasa iri pada mereka karena hanya mereka yang dapat menunjukkan bahwa memiliki pasangan di masa sekolah adalah hal terindah. Namun, apa yang tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Namanya pacaran, sudah pasti ada suka dan dukanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun