Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[My Diary] Sekantong Kemplang Kulit Panggang, Laksan, dan Rujak Bubur

13 April 2016   15:23 Diperbarui: 15 April 2016   08:44 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Fiksiana Community"][/caption]Dear Diary, 

Aku teringat sekantong kemplang kulit panggang, yang kubawa dari Palembang. Pagi ini kuceritakan padamu, perjalananku ke Palembang Jumat lalu. 

Jambi ini sesuai untukku, Diary. Tidak ramai sekali, tapi juga tidak sepi sekali. Satu-satunya masalah, aku tidak punya komunitas yang merecokiku untuk menulis, seperti kutu buku dulu. 

Makanya, aku bela-belain ke Palembang, biar bisa ngumpul bareng Kompal. Apaan tuh Kompal? Itu komunitas Kompasianer Palembang, yang digagas 26 Maret lalu saat Nangkring Bareng Perbankan Syariah. 

Kata Umek Elly, Jambi itu sodara mudanya Palembang. Tak apalah aku ikut di Kompal. Ya sudah, jadi semangat kan nulisnya?

Sebenarnya sih semangat nulis itu ketemu orang orang yang suka nulis juga. Seperti Pak Dokter Posma, atau Pak Dues, si pemberi sekantong kemplang kulit panggang itu. 

Ada rasa yang hadir di hatiku saat bersama keluarga bapak itu. Kekeluargaan yang hangat. Disambit istrinya yang ramah dan anak anaknya yang sopan serta hangat menemani. Febby yang nomor dua menemaniku waktu Nangkring lalu, dan Aisyah yang lucu seperti muridku di sekolah. Ada Fadly yang gagah dan juga ramah. 

Dear Diary, 

Kembali pada kemplang kulit panggang. Aku baru pertama kali mencicipinya. Bau ikannya begitu kuat, berbeda dengan kemplang biasa. Kata teman guru yang mencicipi, kok ngga ada sambalnya. 

[caption caption="Kemplang Kulit Panggang"]

[/caption]

Tau ngga,Diary? Aku senang benar dapat sekantong kemplang itu. Bagaimanapun itu makanan yang khas dari Palembang. Seperti Kripik Tete dari Madura, yang selalu kurindukan dengan rujak bubur. Aku jadi ingat, bahwa pernah saking pengennya rujak bubur, aku bela-belain pulang tengah malam. Padahal berapa sih isi lambungku? Yah paling hanya dua piring. Tapi puassssss banget. Saat aku bisa menikmati rujak bubur itu.

Kuliner asli daerah seperti ini seharusnya dilestarikan. 

Masakan orang lebih akrab dengan martabak Har yang berasal dari India/Mesir (?) daripada Laksan, atau Burgo di Palembang?

Kemplang bisa dijadikan oleh oleh yang oke banget. 

Terbukti, teman teman guru suka dengan kemplang kulit panggang itu. 

Ingat Laksan juga membuatku teringat tulisanku di blog keroyokan. Ternyata, banyak juga yang tidak mengenal kuliner asli Palembang ini. Jadi, kebayang ngga kalau kompasianer Palembang mulai banyak menuliskan bermacam macam kuliner asli daerahnya.

Dear Diary,

aku berharap kuliner asli daerah bisa dilestarikan dan selalu jadi kelangenan terutama bagi penduduk dan pendatang di daerah itu

Sudah dulu ya,...

Selamat sore Diary. Aku mau istirahat dulu.

________________________________________________________________________________________________

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event My Diary Silahkan bergabung di FB : Fiksiana Community

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun