Sebelum acara Nangkring bareng, Sabtu, 26 Maret lalu saya bertemu seorang teman lama. Ya, kami sudah sekitar 8 tahun tak bertemu. Sejak saya meninggalkan Kalimantan Barat, Juli 2009. Teman mengajar di dusun Ngabang, Landak. Rupanya beliau saat ini mengajar di Lubuk Linggau. Beliau ini mau belanja kebutuhan perempuan seperti bedak2nya di Palembang, dan antusias bertemu saya lagi, saat tahu saya sedang ke Palembang.
Well, tadinya Pak Dues meminta putrinya menani saya menjemput Bu Guru teman saya ini. Tapi karena teman saya sudah tidak sabar mau bertemu saya, maka akhirnya dia Tiba di hotel saya dengan mobil sewaan. Maka saya minta diajak mencicipi makanan khas Palembang.[caption caption="Berbagi tulisanku di Kompasiana yang dibukukan pada teman lama di Hotel ku."][/caption]Saya mengincar Burgo. Ini nama makanan yang saya dapatkan di Museum sehari sebelumnya. Maka jam 6.45 mbak Febby yang cantik menjemput saya dan teman saya menjadi sarapan.Â
Sayangnya, saya tidak mendapatkan Burgo. Namun saya menemukan Laksan.Â
Laksan? Apaan tuh?Â
Tadinya mengira bahwa laksan itu laksa. Cuma beda bahasa. Ternyata laksan itu memang kuliner khas Palembang juga.
Penampakannya, [caption caption="Laksan pesanan"]
Saya sempat menanyakan pada mbak Feby, kenapa kuahnya tidak meresap pada laksan? Rupanya dalam pembuatannya, adonan laksan tidak disatukan dengan kuah.Â
Kuah santan pada laksan terasa agak pedas, namun tetap kurang pedas sih di lidah saya, tapi enak.Â
Sehabis makan laksan, lumayan kenyang. Setelah mengantarkan teman saya mendapatkan hotel, saya dan Mbak Feby meluncur ke lokasi Nangkring bareng.Â
Ada yang mau coba Laksan? Hayo ke Palembang... Dijamin ga nyesel. Apalagi kalau guidenya cantik seperti guide saya ini.... Wkwkwk.
[caption caption="Guide saya yang cantik, Putri Pak Dues"]