Yah, itulah hari pertama di Jambi. Supaya lebih afdol saya akan melengkapinya sampai 24 jam pertama, oke?
Sebagaimana saya ceritakan di awal, hotel kami tidak menyediakan sarapan, sehingga, saya memikirkan sahur untuk bu Lilis. Jam 2.30 saya terbangun dan membangunkan bu Lilis untuk sahur. Kami turun ke lantai 1. Ada penjaga malam di meja resepsionis. Uda yang manis ini juga tengah bersiap sahur, saat kami minta bantuannya membelikan sahur.
Jadi, walaupun tidak menyediakan sarapan, karyawan hotel ini sangat kooperatif memenuhi permintaan tamu. Bu Lilis memberikan tips yang sempat ditolak. Namun, bu Lilis pantang ditolak. Pengganti bensin katanya, dan Uda Erik menerima akhirnya.
[caption caption="Uda Erik dan saya. Trimakasih sahur barengnya ya."]
Kami mengobrol sambil sahur bersama. Saya sendiri sepakat untuk memperpanjang tinggal di hotel J8 dengan pemesanan melalui TRAVELOKA 2 hari berikutnya. Bagaimanapun memastikan tempat tinggal selama di luar asrama adalah prioritas saya sebagai warga baru di sekolah tersebut. Kali ini kamar yang saya pilih adalah kamar standart yang ada di lantai 1 juga. Harganya 131 rb per malam. Perbedaan kamar ekonomi dan standar selain hal lantainya adalah fasilitas televisi dalam kamar. Kalau untuk saya sih, yang penting tidak naik tangga.Â
Kesan saya 24 jam pertama di Jambi?
1. Penduduknya ramah. Mereka suka mengobrol dan tidak keberatan ditanya apapun tentang kotanya.
2. Kota ini setara dengan kota kabupaten di Jawa. Kata bu Lilis seperti di Cianjur. Terbayangkah? Suasananya sunyi setelah pukul 8 malam. Kata saya seperti kota kecil saya di Madura, Pamekasan. Sepi, dan nyaman jika kita tak suka keramaian.
3. Makanannya sesuai dengan lidah saya. Walaupun sempat bertanya tanya kenapa ya beli makanan selalu nasinya banyak sekali. Kata pak Thamrin Dahlan, warga asli Jambi, penanda kemakmuran Jambi.
Well, lets see. Ini cerita saya, 24 jam pertama di Jambi.
Salam hangat dari Jambi,