14 Agustus 2014, jam 3 sore. Berbeda dengan biasanya siswa kelas saya tidak pulang sekolah pukul 14.20, atau 15.20 jika mereka mengikuti pelajaran tambahan di sekolah. Secara realnya mereka tidak belajar. Namun sebenarnya belajar juga. Mereka baru pulang jam 17.10 karena mendapatkan kunjungan dari negara lain, yang memberikan pertunjukan kebudayaan. Sekolah kami hanyalah satu dari 2 sekolah di Jakarta yang diberi kesempatan ini. Selain di Jakarta rombongan kebudayaan ini juga mengunjungi Surabaya dan Bandung. Tempatnya dimana tidak dijelaskan.
Anak-anak SD, SMP dan SMA berada di auditorium sekolah dan menyaksikan rangkaian acara yang dikemas dengan menarik. Tarian, musik dan juga kaligrafi, sampai serupa pantomim. Murid-murid saya terlihat antusias, walaupun, ada juga yang izin pulang lebih dulu. Dari 32 siswa, hanya 2 anak yang pulang lebih dulu, karena mengaku ada pelajaran tambahan dan mengikuti lomba robotic.
Dari wajah-wajah mereka, siswa kelas 5, tak terlihat kelelahan, walau cukup lama juga mereka menunggu karena gangguan listrik dan pendingin ruangan juga tak berfungsi selama pertunjukan. Keluhan anak-anak boleh saya katakan minimal, walaupun mereka ada 2-3 orang izin ke toilet saat pertunjukan.
Penampil dari negara lain itu, ada yang masih seusia dengan anak didik. 11 tahun. Dijelaskan oleh pembawa acara bahwa mereka belajar opera sudah 8 tahun. Haloooo, 8 tahun? Anak usia 11 tahun belajar opera 8 tahun? Sedikit terkejut saat mendengarnya.
Penampilan mereka bolehlah disebut luar biasa. Tepuk tangan tak henti-hentinya bergema setiap satu penampilan diakhiri. Ada kerja sama, ketekunan dan semangat terlihat dari para penampil.
[caption id="attachment_319276" align="aligncenter" width="448" caption="Para penampil, masih kelihatan muda-muda kan?"][/caption]
[caption id="attachment_319277" align="aligncenter" width="448" caption="Salah satu pertunjukan "]
[caption id="attachment_319278" align="aligncenter" width="448" caption="Seni bela diri mereka yang sudah dikenal"]
[caption id="attachment_319279" align="aligncenter" width="336" caption="Pembawa acara dengan kostum Indonesia"]
[caption id="attachment_319280" align="aligncenter" width="448" caption="pembawa acaranya ganti kostum"]
[caption id="attachment_319281" align="aligncenter" width="448" caption="Salah satu tarian"]
Pada pembukaan acara, disebutkan bahwa 29 penampil ini berasal dari berbagai suku yang berbeda di negaranya. Jelas dari berbagai pakaian, memang. Masing-masing penampilan menggunakan kostum yang disesuaikan. Terpikir, cepat juga mereka mengganti baju dan merias diri.
Saat pertunjukan usai, para penampil memberikan sebuah gantungan kunci sebagai tanda persahabatan, pada beberapa siswa. Menarik.
Apa yang akan menjadi poin pembelajaran saya nanti?
1. Kerja sama.
Berbeda bukan alasan untuk tidak bekerja sama. Saya akan meminta siswa untuk menuliskan perbedaan dan bagaimana mereka bekerja sama. Apa yang diobservasi siswa? Poin ini menarik dan bisa ditarik pada banyaknya suku di Indonesia, terbayang kalau 20 suku saja di Indonesia dipilih para seniman terbaik dan dikonserkan. Pastinya kita lebih kaya lho.
2. Ketekunan
Penjelasan dari pembawa acara bisa menjadi pembuka menarik. Belajar bertahun-tahun agar bisa menyajikan penampilan sebaik itu. Tetap berlatih walaupun sudah bisa, tidak menganggap remeh. Mengajarkan ketekunan juga tak kalah penting.
3. Pandai bukan hanya kemampuan otak saja, namun juga seni bisa jadi perlu diasah.
Banyak orang menganggap bahwa yang dimaksud pandai adalah urusan hafalan, hitungan semua yang terukur dengan angka. Seni bisa menjadi bidang yang membawa nama keluarga, sekolah, suku dan juga negara. Kecerdasan seni bisa jadi akan membawa anak menyusuri keberhasilan yang tak terpikirkan.
Sementara itu saja ya? Mudah-mudahan anak-anak berhasil mempelajari ini.
Sumber foto: dok.pri
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H