Sebagaimana saya janjikan di sini, bahwa saya akan memperjelas alur pelayanan BPJS setelah mendapatkan manfaatnya secara langsung, maka, inilah kelanjutannya.
Pada hari Senin, 22 Desember 2014, saya mengunjungi klinik swasta, fasilitas kesehatan tingkat 1 yang saya pilih. Dokter yang saya temui memang bukan dokter yang biasa saya temui. (Hari kunjung saya biasanya memang Sabtu Minggu) Dokter ini, menurut pendapat saya cerdas, informatif. Namun demikian, memang sifat informatifnya ini kadang membuat pasien merasa tak nyaman. Jadi, waktu saya masuk ruangannya, ada pasien baru keluar dengan marah-marah. Eh waktu saya masuk, beliaunya juga masih kelihatan jengkel dan marah, pada pasien tersebut. Sekitar 35 menit waktu konsultasi tersebut jadinya berisi parafrase dan penenangan sang dokter yang juga manusia.
Yah, karena dokter juga manusia, wajarlah kalau kesal dan marah? Versi si dokter, ibu pasien tersebut datang cuma mau minta rujukan ke RS. Dokter tersebut merasa bahwa penyakit si pasien belum saatnya dirujuk.
Ada 144 jenis penyakit yang harus ditangani di faskes 1. Jadi memang tak boleh dirujuk tanpa alasan. Ke 144 jenis penyakit tersebut juga ada di meja si dokter. Saya sempat memotretnya dengan izin dokter tersebut. Beliau juga sempat mengeluh, "coba bu, kalau DM itu ngga boleh dirujuk, penyakit itu kan kita harus tahu obatnya mesti ditingkatkan dosisnya, atau diturunkan, itu kalau tidak periksa lab bagaimana? Periksa lab kan harus melalui dokter spesialis? Kami dokter umum ngga bisa memberikan perintah periksa lab, Bu."
Keluhan tersebut sangat masuk akal. Namun itu kan pendapat saya, yang tidak paham banget masalah ini.
[caption id="attachment_344457" align="aligncenter" width="420" caption="Jenis-jenis penyakit yang tidak bisa dirujuk"][/caption]
Setelah si dokter agak tenang, saya baru menceritakan keluhan saya. Saat itu sudah 3 minggu saya pendarahan. Bahasa sehari-harinya mens. Biasa mens kan 3-6 hari, ini saya sudah 3 mingguan. Rasanya agak lemes saja, dan capek bukan main. Oleh pak dokter disarankan ke dokter kandungan. Kemudian, ia membuatkan saya rujukan ke dokter kandungan tersebut. Kali ini, sesuai saran dokter yang biasa praktek hari Minggu, saya minta dirujuk ke RS Pelni, yang merupakan RS BUMN. Mudah-mudahan lancar. Harapan saya.
Tanggal 23 Desember, jam 09.56 saya mendaftar di RS Pelni. Ternyata begini toh alurnya.
1. Datang ke Rumah Sakit Pelni, masuk dan ambil no antrian.
Menurut petugas di mesin antrian, sehari RS Pelni melayani sekitar 500 lebih pasien BPJS. Dari segala jenis penyakit. Pada hari tersebut, ketika saya pulang, saya melihat mesin menunjuk angka hampir 600. Wow.
Tak heran dokter-dokter kelelahan, Saya teringat obrolan saya dengan Pak Dokter Posma saat kompasianival.
[caption id="attachment_344458" align="aligncenter" width="420" caption="Penyakit-penyakit tak bisa dirujuk"]
Saya menunggu nomor saya dipanggil sambil memotret RS Pelni, terutama bagian-bagian BPJS-nya. Berikut alur BPJS yang dipasang di RS Pelni.
[caption id="attachment_344459" align="aligncenter" width="420" caption="Tempelan di dinding RS Pelni, tentang BPJS"]
Tidak perlu fotokopi, surat rujukan, KTP maupun kartu BPJS untuk berobet ke RS Pelni. Semua dikerjakan tim BPJS yang siap di sana. Setelah mendapatkan surat legalitas berobat, saya dipersilahkan menuju ke poli dokter spesialis. Menurut petugas di mesin antrian, berobat BPJS di RS Pelni bisa jam berapa saja asal ada dokternya di Poli. Jam 06.30, pendaftaran sudah dibuka, dan selewat jam 15.00, jika konter BPJS tidak ada lagi yang bertugas, bisa langsung ke Customer Services RS Pelni di sebelah counter kafe. Petugasnya ramah, dan informatif. Walaupun antriannya ini yang tidak tertahankan.
[caption id="attachment_344461" align="aligncenter" width="300" caption="Para pasien menunggu giliran bertemu dokter spesialis masing-masing"]
Antrean di poli dokter spesialis kandungan panjang, dan sejujurnya banyak terdengar pasien mengeluh, karena dokter sedang operasi, dan pasiennya tidak tertangani. Namun perawatnya sangat berkelas, menurut saya. Punya inisiatif dan mau membantu pasien. Pasien yang masih baru dan tidak memilih dokter diarahkannya pada dokter lain yang memungkinkan segera tertangani. Ia juga membantu semua pasien tanpa pilih-pilih sesuai urutan. Menyenangkan bahwa kita dilayani bukan berdasarkan peserta BPJS atau pasien umum, namun berdasarkan status siapa yang ada duluan. Ia melakukan tensi pada semua pasien sendirian. Agak heran juga Ia bisa menanganinya.
3. Konsultasi dokter
Dokter spesialis di RS Pelni yang menangani saya saat itu dipilihkan petugas BPJS setelah menanyakan keluhan saya. Cukup baik, dan sabar. Walau kesan kelelahan terlihat di wajahnya. Saya sempat menanyakan perihal dokter subspesialis yang biasa menangani saya di RS Carolus dan praktek di RS Pelni pada petugas di counter BPJS. Menurut petugas, beliau juga bisa menangani pasien BPJS. Wah, saya bisa siap-siap ambil rujukan untuk konsultasi nih.
4. Pengambilan Obat,
Pengambilan obat ada 2 antrian. Racikan dan obat non racikan. Karena menunggu dokter kandungan yang lama sekali, maka saya baru antri obat jam 14.39. Namun, tidak masalah, karena tempat duduk tersedia dan tidak sepadat pagi harinya.
[caption id="attachment_344465" align="aligncenter" width="300" caption="Alur pelayanan BPJS"]
Menggunakan BPJS, intinya kita perlu mengikuti prosedur. Semua asuransi memiliki prosedur. Memang BPJS tidak sefleksibel asuransi swasta, memilih dokter, dan tempat berobat. Namun BPJS bisa sangat bermanfaat, jika kita punya niat berbagi, bukan sekedar memanfaatkan layanan semata.
Kalau merasa asuransi swasta lebih bermanfaat, belilah asuransi swasta, dan gunakan BPJS jika terpaksa saja. Pilih kelas rawat kelas 3. Toh untuk berbagi. Asuransi swasta memang lebih longgar dalam alurnya. Namun, asuransi swasta keuntungannya untuk pengusaha kan? Sebaliknya BPJS, keuntungannya untuk sesama. Anda membayar tak mengambil manfaat, anda berderma, pada peserta yang pilihan satu-satunya hanya BPJS, tidak salah juga.
Jadi, kembali pada kita bukan?
Salam edukasi.
MAria Margaretha.