Permasalahan korupsi telah ada sejak lama dan memiliki besaran/tingkatan kompleksitas permasalahan yang tinggi. Oleh karena itu, upaya pemberantasan korupsi akan membutuhkan usaha dan kerja keras, serta pendekatan yang komprehensif, efektif, dan memadai. Penentuan upaya apa yang paling efektif dalam memberantas korupsi juga merupakan perdebatan dalam banyak literatur mengenai korupsi (Gillespie dan Okruhlik, 1991). Perdebatan ini pada intinya berupaya untuk menawarkan pendekatan multi perspektif/komprehensif yang dianggap dapat memberikan hasil yang substansial dan berkelanjutan dalam mengatasi korupsi.
Menyangkut korupsi di pemerintahan daerah, menurut de Asis (2006) terdapat lima strategi yang dapat dilakukan untuk memberantas korupsi, yakni meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, penilaian keinginan politik dan titik masuk untuk memulai, mendorong partisipasi masyarakat, mendiagnosa masalah yang ada, serta melakukan reformasi dengan menggunakan pendekatan yang holistik.
Sejalan dengan pendapat de Asis (2006) khususnya menyangkut poin mengenai diagnosa terhadap permasalahan yang ada, Shah (2007) berpendapat bahwa pemberantasan korupsi membutuhkan pemahaman terhadap penyebab dari munculnya masalah korupsi tersebut pada sebuah negara/daerah. Karenanya, perlu dipertimbangkan pula kondisi pengaruh dari korupsi atau kualitas dari tata kelola pemerintahan yang ada di masing-masing negara/daerah tersebut. Pemilihan prioritas anti korupsi pada suatu negara/daerah harus disesuaikan dengan kondisi pengaruh dari korupsi atau kualitas dari tata kelola pemerintahan yang ada sebagaimana tindak pidana korupsi baik yang terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor yang bersifat langsung dan tidak langsung maupun akibat dari faktor-faktor yang berasal dari karakteristik individual dan struktural.
Akuntabilitas publik dan partisipasi masyarakat juga dapat sejalan dilakukan sebagai strategi yang berfokus baik terhadap masyarakat, hukum, pasar, maupun politik. Karenanya, dalam upaya pemberantasan korupsi yang lebih efektif, efisien dan tepat sasaran di masa mendatang, perlulah kiranya dilakukan berbagai kajian yang mendalam terhadap berbagai aspek dari akuntabilitas publik dan partisipasi masyarakat ini. Pada tataran yang sangat fundamental, akuntabilitas sangat erat kaitannya dengan otoritas meskipun belum tentu otoritas politik. Boneka yang bertindak sebagai perpanjangan dari kehendak orang lain bukanlah objek pertanggungjawaban yang sah (bahkan jika boneka terkadang menjadi kambing hitam dalam praktiknya).
Akuntabilitas adalah syarat terciptanya penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik. Akuntabilitas Birokrasi sendiri adalah pertanggungjawaban dari lembaga publik atas semua kegiatan yang dilakukan kepada rakyat. Sebagaimana yang dinyatakan Denhardt (Kumorotomo, 2008 : 5) berkenaan dengan upaya menjamin akuntabilitas di dalam birokrasi publik, menyatakan bahwa pada umumnya literatur mengenai akuntabilitas di satu pihak menyebutkan tentang pentingnya kualitas subjektif, berupa rasa tanggungjawab para pejabat publik dan di lain pihak banyak yang menyebutkan pentingnya kontrol struktural untuk menjamin pertanggungjawaban tersebut. Dengan demikian akuntabilitas birokrasi terkait dengan falsafah bahwa lembaga eksekutif pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani masyarakat harus dipertanggungjawabkan secara langsung maupun tidak langsung, beberapa macam akuntabilitas diantaranya adalah:
- Akuntabilitas Organisasional
Akuntabilitas organisasional yang dimaksud adalah pertanggungjawaban pemerintah kecamatan terhadap pemerintahan yang lebih tinggi dan masyarakat, yaitu aksesibilitas publik terhadap kebijakan yang dibuat pemerintah serta kesesuaian kebijakan yang dirumuskan dengan prinsip administrasi yang berlaku.
2. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan yang dimaksud adalah pertanggungjawaban atas kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yaitu kelengkapan informasi dan kejelasan sasaran.
3. Akuntabilitas Individual
Akuntabilitas individual yang dimaksud adalah pertanggungjawaban pegawai secara personal atau individual atas tugas, fungsi dan kewenangan yang dilaksanakan, yaitu pertanggungjawaban atas kinerjanya secara individual dan pertanggungjawaban pelaksanaan fungsi pelayanan
4. Akuntabilitas Kegiatan
Akuntabilitas kegiatan yang dimaksud adalah pertanggungjawaban pemerintah atas kegiatan yang telah dilaksanakan, yaitu pemenuhan prinsip efisiensi, ekonomis, efektivitas dalam setiap kegiatan serta pemenuhan prinsip efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya.
Dengan demikian guna meningkatkan kualitas birokrasi di indonesia, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berekompeten terutama terkait dengan akuntabilitas, karena moralitas bangsa juga ditentukan oleh mereka yang mampu mengemban segala tugas-tugasnya dengan baik.
REFERENSI
Muluk, M.R. Khairul. 2006. Menggagas Tangga Partisipasi Baru dalam Pemerintah Daerah di Indonesia. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi, Bisnis & Birokrasi, Vol.14, â„–4
Syamsibar, S. (2021). Konsep Inti Akuntabilitas Dalam Birokrasi . JURNAL SIPATOKKONG BPSDM SULSEL, 2(3), 317–330. Retrieved from https://www.ojs.bpsdmsulsel.id/index.php/sipatokkong/article/view/133
Penulis : Muhamamd Khofa Nurzaman
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H