Di tengah-tengah semakin populernya gim Mobile Legends, para atlet esports yang masih bertahan di dota 2 menempuh jalan sunyi untuk terus melanggengkan idealisme mereka.Â
Bagi pembaca yang mengikuti gelaran kompetisi Mobile Legends Professional League atau MPL dalam dua musim terakhir, sosok R7 atau Rivandi Fatah mungkin dianggap berhasil menarik perhatian lantaran telah berhasil menjadi bagian penting dari tim papan atas, RRQ sejak season keempat bergulir.
Bagi yang belum tahu, R7 merupakan satu dari sekian mantan pemain profesional dota 2 yang memutuskan pindah haluan lantaran lanskap profesional dota 2 di Indonesia sedang "mati suri".
Tak pelak pengalamannya di dota 2 terbukti berpengaruh besar bagi prestasi tim yang digawanginya, Rex Regum Qeon yang berhasil menjadi juara dalam perhelatan MPL terbaru.
Dengan popularitas yang dapat dikatakan semakin meredup, keputusan yang diambil R7 dan para mantan teman setimnya dulu, Rusman dan Acil berpindah haluan menuju mobile legends terasa sangat logis.
Karena memiliki latar belakang dari genre gim yang sama, ketiganya dapat menyesuaikan diri di gim yang baru tanpa halangan yang berarti. Bonusnya, ketiganya tetap dapat melanjutkan karir di esports dan berpotensi memiliki pendapatan yang lebih stabil.Â
Pilihan ini tidak serta merta diambil oleh punggawa-punggawa dota 2 dari tanah air. Salah satu pemain dota 2 yang tetap bersikukuh untuk tetap berada di jalur karirnya adalah Ramzi Baihaki alias Ramz.
Dalam suatu kesempatan interview dengan gaming youtuber Muhammad Ilham "Magicole" Al Hamid, Ramzi mengungkapkan bahwa lebih memilih menjadi pegawai kantoran dibandingkan harus berpindah haluan menjadi atlet gim mobile. Sambil mengungkapkan keresahannya bahwa dota 2 mulai tergusur dengan kehadiran mobile legends, ia berseloroh bahwa berpindah ke gim mobile sama sama saja dengan turun kasta.Â
Untuk lanskap profesional, Ramzi mungkin benar. Dengan sistem open circuit yang berlaku di dota 2, seluruh tim esports yang harus bersaing dengan sedikitnya ratusan tim lain demi bisa masuk ke dalam turnamen poin. Persaingan yang ketat ditambah dengan kesempatan mendapat hadiah uang yang besar di babak utama tentu menjadi faktor gengsi sendiri.
Namun bagi mereka yang kerap gagal menembus babak utama turnamen, siap-siap untuk lebih besar pasak daripada tiang. Situasi menjadi amat berbeda bagi tim, lebih-lebih pemain yang menjadi langganan masuk ke turnamen resmi dan yang tidak.
Beberapa pemain seperti Randy "Dreamocel" Mohammad Saputra dan Muhammad "Inyourdream" Rizky sudah cukup memiliki reputasi minimal di regional lantaran kerap berhasil menembus kualifikasi turnamen resmi hingga mencapai peringkat yang lumayan.
Bagi pemain seperti Ramz, tetap bertahan di dota 2 artinya ia masih harus terus mengasah keberuntungannya di kualifikasi dengan pendapatan tidak menentu.
Sementara kita semua tahu bahwa bahwa sistem liga profesional menjanjikan pendapatan stabil plus akses ke penggemar yang lebih baik.
Kondisi ini bukan berarti tidak mengundang pemain yang telah mapan, Alfie "Khezcute" Nelphyana dalam wawancara dengan WePlay mengungkapkan bahwa karir dota 2-nya yang sedang menanjak ini bukan berarti tidak lepas dari ironi mengingat gim-gim baru juga terus bermunculan di luar sana.
(Lagi-Lagi) Kurangnya Perhatian Developer dan Induk Organisasi
Menilik sebab musabab meredupnya dota 2 , tidak bisa dipungkiri kondisi pendapatan perkapita dan akses internet menjadi faktor utama.
Kebutuhan spesifikasi perangkat komputer yang amat tinggi ditambah dengan kebutuhan bandwidth yang sangat besar untuk menyokong kelancaran bermain lantaran server regional yang tidak berada di Indonesia menjadi resep jitu dota 2 dengan segera tergantikan oleh mobile legends yang bisa dibilang dapat dimainkan di "hape kentang".
Hanya saja, di luar faktor itu, ada beberapa hal yang memang tidak digarap serius oleh para stakeholder sebut saja sang developer dan pemerintah dalam hal ini adalah induk organisasi terkait. Sejak diluncurkan hingga hari ini, Valve selaku pengembang gim memang terkenal sangat pelit untuk belanja iklan.
Dapat dikatakan bahwa dota 2 hanya dipromosikan dengan word to mouth belaka. Hal ini tentu mempengaruhi tingkat pertumbuhan pemain dota 2 di Indonesia yang sebagian besar adalah pindahan dari mod dota pertama.
Meski masih menyandang sebagai gim dengan hadiah turnamen terbesar di dunia hingga sempat masuk di situs berita online nasional, Valve dirasa telah menyia-nyiakan momentum untuk menggarap massa di Indonesia yang memiliki tingkat penduduk berekonomi menengah cukup besar.
Tidak hanya di Indonesia , Valve sendiri juga sebenarnya tidak sanggup mendulang pemain dota 2 dari negaranya sendiri, Amerika Serikat. Namun dengan kuatnya sejarah dota di Indonesia, meredupnya dota 2 di Indonesia adalah wujud dari lost generation, generasi yang hilang.Â
Sementara Valve gagal menggarap basis pemain, Induk organisasi esports di Indonesia yang berafiliasi dengan pemerintah juga tidak berbuat banyak untuk mendukung keberlangsungan lanskap profesional di dota 2.Â
Setidaknya ada tiga induk organisasi resmi yang menasbihkan diri untuk membidani lanskap profesional di Indonesia yaitu IESPA (Indonesia Esports Association) pimpinan Eddy lim, AVGI (Asosiasi Video Games Indonesia) pimpinan Rob Kardinal hingga PBEI (Pengurus Besar Esports Indonesia) yang digawangi oleh Kepala BIN Budi Gunawan hingga Sandiaga Uno.
Dari ketiga induk organisasi ini, kontribusi mereka terhadap perkembangan liga profesional esports di Indonesia nyaris tidak terdengar selain menjadi wadah tim esports Indonesia yang berlaga di ajang multievent SEA Games 2019 silam.
Terakhir IESPA "hanya" meluncurkan liga mahasiswa tahunan untuk gim dota 2 dan direncanakan akan menyelenggarakan IES yang merupakan ajang kompetisi  esports termasuk dota 2 di 21 provinsi. Padahal bukan hal yang sulit bagi salah satu dari ketiga induk organisasi di atas untuk menginisiasi liga domestik yang rutin berjalan tahunan.
Sandiaga Uno sebagai salah satu dewan pakar daripada PBEI justru mengungkapkan bahwa PBEI akan lebih banyak mengusahakan pembukaan lapangan pekerjaan dibandingkan dengan membangun ekosistem esports di Indonesia.Â
Credit to : Channel Youtube Magicole
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H