Mohon tunggu...
Adi Putra
Adi Putra Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Hidup terus bergulir, kau bisa memilih diam atau mengikutinya, mengacuhkan atau mempelajarinya. Merelakan, atau meratapinya.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suatu Waktu

11 Juni 2016   09:45 Diperbarui: 11 Juni 2016   10:42 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Suatu waktu di kandungan bunda

Berayun mengikuti langkahnya

Bergerak mengikuti sentuhannya

Bersenandung lagu yang terlupa

Mendengar makna dan bukan kata

Menari dengan irama emosi

Bersama bunda lalui gejolak hati

Lalu dunia pun membuka mata

Tercipta lagi satu cerita

 

Suatu waktu di umur tiga

Mulai berlari dalam langkah

Mulai berbanyak dalam kata

Menangis kala kawan berpisah

Tertawa kala kawan bersama

Menari bersama kupu-kupu

Tertidur kala dongeng ibu

Lalu terbangun dan bertumbuh

Saatnya menimba ilmu

 

Suatu waktu di umur sepuluh

Mulai belajar tentang rasa hati

Lama sudah melawan ibu

Telah belajar berbalas arti

Masih menangis kala terjatuh

Masih melatih langkah berlari

Lalu bercermin muka dibasuh

Saatnya membuka mata

 

Suatu waktu di delapan belas

Mulai mencinta tanpa balas

Belajar menerima arti dan batas

Mulai mengenal buram dan jelas

Abu-abu di antara hitam putih

Belajar mencari arti

Lalu lari dan sembunyi

Satu hikmah terlewati lagi

 

Suatu waktu di duapuluh empat

Waktu berlalu dengan cepat

Merenungi pilihan yang tepat

Mengejar mimpi dan hasrat

Tanpa menunggu saat pun sempat

Atau tertanam diam di tempat

Keluhkan saat yang tak kunjung tepat

Lalu berlalu semakin cepat

Satu lagi arah kau buat

Suatu masa ketika tiga puluh tiga

Persimpangan di depan mata

Arah jelas yakin melangkah

Tegapkan kaki bulatkan hati

Demi masa depan yang menanti

Bukan lagi untuk seorang diri

Sesalkan dulu tak mencari

Tapi tetap ingatkan diri

Mencari nilai dibalik harga

Tiap masa yang terlupa

Saat menyentuh empat puluh tujuh

Lama berlalu gelora tubuh

Tapi teringat kata mereka

Hidup baru saja mulainya

Kaki sudah mantap

Mata sudah lekat

Langkahkan kaki muliakan hidup

Berharap sisa waktu yang cukup

Menebus yang tersia-siakan

Mulai dekat dengan Tuhan

Meniti senja enam puluh lima

Wajah bijaknya bercahaya

Asam garam lama sudah di jiwanya

Hasil menuai hidup menempa

Kumpulkan, kumpulkan itu semua

Jadikan kuncup untuk pengembara muda

Arahkan agar mereka berbunga

Sebagaimana yang sudah dilakukannya

Garis akhir mulai samar di tampak mata

Satu masa ketika tiba saatnya

Mengenang kilasan hidup seakan nyata

Berharap selesaikan tugas mulia

Tinggalkan dunia dengan nama

Pelajaran yang berharga

Menjelang akhir kisahnya

Satu lagi usai di dunia

*terinspirasi lagu "100 Years" oleh Five for Fighting, dan "7 Years Old" oleh Lukas Graham

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun