Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tak Ada Lagi Cinta

1 Mei 2023   19:58 Diperbarui: 1 Mei 2023   20:02 348
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar oleh Deflyne Coppens@ Pixabay.com 

Semua bermula dari perubahan sikap Reihan. Lelaki muda berusia 35 tahun itu meskipun telah memiliki 2 putri tapi tingkahnya masih seperti ABG yang baru mengenal cinta. Bersolek dan berdandan tanpa peduli layaknya pria metroseksual.

"Mas, mau ke mana? Kamu rapi dan wangi banget, hendak menemui siapa?" tanya Cinta, wanita berusia 30 tahun.

"Ah, sudahlah! Urus aja urusanmu sendiri. Aku juga bisa bersenang-senang tanpamu, dengan teman-temanku sendiri," balas Reihan.

Cinta yang mulai kegerahan dengan perubahan itu ikut bertingkah pula. Bak nyonya besar yang banyak uang, setiap hari dan setiap waktu ia menghabiskan uang demi mencari kebahagiaan sendiri. Terkadang, saat kedua putrinya sekolah Cinta hangout bersama teman-temannya. Jika waktu menjemput tiba, Cinta baru pulang.

"Agna, mau makan apa malam ini, Sayang? Sekalian Mama pesankan makanan untuk nanti malam," tanya Cinta pada Agna putri pertamanya.

"Agna mau piza boleh kan, Ma? Yang ada sosisnya?" tanya gadis kecil itu.

"Boleh saja, Sayang. Agna dan adik minta apa saja pasti Mama belikan. Asal nurut sama Mama, ya!"

"Nanti kalo dimarahin Papa gimana, Ma? Kan Papa suka marahin Mama," tanya si kecil Bella.

"Tenang saja. Asal kalian nurut sama Mama pasti nggak akan kena marah Papa. Oke?"
Ketiganya lalu berpelukan.
***

Meski sudah sepuluh tahun menikah, Cinta merasa belum bisa diterima di keluarga Reihan dengan baik. Dia selalu dibandingkan dengan iparnya yang lain. Selalu ada kesalahan-kesalahan yang terjadi untuk memojokkan Cinta.

"Mau kamu apa sih, Mas? Aku harus bagaimana? Apa aku harus seperti Mbak Tia iparmu? Apa-apa nurut sama ibumu? Aku kan juga punya cara sendiri merawat keluargaku. Jangan dibandingkan, dong! Beda kepala beda isi, Mas!" protes Cinta.

"Kamu memang susah diatur, perempuan itu harus nurut sama suaminya! Sampai kapan pun, aku tetap anak Ibu. Aku nggak mungkin menolak perintah Ibu! Paham kamu?" bentak Reihan.

"Tapi aku punya cara sendiri untuk menyayangi keluargaku. Aku punya cara sendiri mengatur rumah tanggaku ...!"

"Sudah! Jangan ngeyel! Selamanya kamu nggak akan mau nurut sama aku! Terserah! Aku sudah muak dengan sikapmu!"

Reihan berlalu dari hadapan Cinta. Sementara, wanita itu hanya berdiri termangu atas keadaan yang terjadi. Ia tak dapat berkata apa-apa lagi.

Ternyata, bukannya menunjukkan kebaikan dan kesabaran, Cinta malah bertindak gegabah dengan berbuat semaunya di depan ibu mertuanya. Orang tua mana yang tidak kecewa saat melihat anaknya diperlukan tidak baik oleh menantunya.

Saat Reihan pulang dari kantor, bukannya sambutan mesra dari sang istri dan minuman hangat yang disediakan, Cinta malah berangkat ke sanggar senam. Hal itu sengaja dilakukan Cinta untuk membalas perlakuan Reihan yang tidak mengizinkan Cinta masuk kamar utama lagi. Sudah dua bulan Cinta tidur di kamar anak-anak, Reihan melarangnya tidur di kamar utama dengan alasan capai, butuh waktu dan ruang sendiri.

"Cinta, suamimu baru pulang. Harusnya kamu sambut dulu, siapkan minuman dan makanan, dia pasti lelah," tutur ibu mertua Cinta.

"Mas Reihan bisa ambil sendiri, Bu. Dia sudah biasa tidak dilayani. Paling-paling makannya juga malam," jawab Cinta sambil berlalu. Ibu Reihan hanya mengelus dada melihat tingkah menantunya.

Perselisihan makin sering terjadi, tidak ada yang mau mengalah karena masing-masing bertahan pada egonya sendiri. Cinta tidak mau disalahkan atas kondisi rumah yang berantakan. Dengan alasan pembantu yang tak becus mengurus rumah dan uang belanja yang kurang. Atau karena mertua terlalu ikut campur mengatur rumah tangga mereka.

"Apa aku salah? Salah sendiri Ibu tinggal di sini! Sudah tahu menantunya ini pemalas masih saja ingin menetap di sini. Suruh saja ke rumah kakakmu! Aku juga sudah bosan diatur-atur!" Cinta tidak segan berkata begitu di depan suami dan mertuanya.

Sementara, Reihan pun bersikeras bahwa semua karena Cinta terlalu sibuk dengan dirinya sendiri. Uang belanja yang diberikan tiap bulan selalu habis digunakan untuk foya-foya. Bahkan, untuk kebutuhan membayar beberapa kartu kredit pun masih menggunakan uang perusahaan.  

"Apa-apaan kamu, Cin? Uang belanja 15 juta habis, belum lagi tagihan kartu kreditmu berjuta-juta pakai uang kantor. Belanja apa saja kamu?" bentak Reihan suatu hari.

"Kenapa? Kamu lebih memilih wanita lain yang kamu belanjakan daripada istrimu sendiri? Lebih baik kamu habiskan uang untuk anak-anakmu kan daripada simpananmu?" Cinta mengelak.

"Aku tidak punya simpanan. Jaga mulutmu! Uang kantor habis karena tagihan kartu kreditmu, paham kamu?"

Kondisi bisnis Reihan yang tidak stabil akhir-akhir ini pun turut menambah permasalahan. Beberapa proyek besar yang diharapkan lepas. Kerja sama yang selama ini telah terjalin dengan baik bersama beberapa mitra kerja tidak lagi diperpanjang.

Reihan makin limbung. Dia mencurahkan isi hatinya kepada Ibu dan keluarga besarnya, yang notabene tidak suka dengan Cinta dari awal pernikahan mereka. Cinta dinilai terlalu materialistis.


Keadaan rumah tangga yang rumit membuat Cinta mengadukan semua permasalahan kepada mantan pacarnya. Sang pacar yang masih setia dan belum menikah, dengan senang hati menjadi dewa penolong bagi Cinta. Bak gayung bersambut, kedua insan yang dulu pernah dimabuk cinta kini bersemi kembali.

Cinta makin sering pulang ke kampung halamannya. Dengan alasan menenangkan diri dan pulang ke rumah orang tuanya, ternyata menyewa rumah sendiri bersama kekasihnya di suatu kompleks perumahan. Bersama kedua putrinya, Cinta tinggal satu atap layaknya pasangan keluarga bahagia.

Lelaki mana yang akan menolak Cinta? Kulit putih, wajah cantik, tubuh indah, gaya bicaranya pun manja. Mirip artis kekinian yang sering tampil di televisi, Raisa. Mungkin hanya Reihan, lelaki bodoh yang menyia-nyiakan Cinta dengan segala kemolekannya.

Suatu malam yang dingin, di sebuah kota yang disebut kota tahu, Reihan menghabiskan malam. Tanpa rencana sebelumnya, lelaki itu telah melajukan kendaraan membelah keremangan malam. Tiga jam perjalanan ditempuhnya tanpa alasan hingga sampailah di kota asal Cinta.

Saat keluar dari sebuah kedai kopi dan hendak berputar arah mencari penginapan, tak sengaja mata Reihan melihat mobil Pajero Sport putih dengan ciri-ciri khusus. Mobil itu berplat nomor yang merupakan inisial nama putrinya, melintas persis di depannya. Tanpa ragu, lelaki bertubuh kekar itu bermaksud membuntutinya.

Dari jarak pandang yang aman, Reihan melajukan mobil sesuai dengan arah Pajero itu. Tampak kebingungan di wajahnya. Mungkin sedang menduga-duga siapa lelaki yang mengemudikan mobil sport putih itu.

Saat memasuki gerbang sebuah perumahan, lelaki berjaket kulit itu sedikit menahan laju mobil. Dari jarak pandang yang tidak jauh terlihat mobil putih itu berhenti. Reihan pun menepi. Selang beberapa menit, mobil dimasukkan ke garasi.

Reihan,lelaki berkacamata yang penuh tanda tanya di kepalanya itu keluar dari mobil CRV-nya. Dia lalu bertanya pada salah seorang penghuni yang kebetulan keluar dari salah satu rumah. Kebetulan lagi dia adalah ketua RT setempat.

Dengan beberapa ciri yang ia sebutkan, Reihan tidak kesulitan mendapatkan informasi lengkap tentang penghuni baru itu.  Cinta memang mengontrak di rumah pojok. Dia menyetorkan kartu keluarga dengan nama suaminya Reihan Dwi Putra.

Reihan terkejut. Ternyata kartu keluarganya digunakan untuk mengontrak rumah tapi tidak tinggal dengannya. Ada lelaki lain yang mengaku bahwa namanya Reihan, suami Cinta. Sedangkan kedua anaknya juga ada di rumah itu.

"Apa-apaan ini? Saya Reihan, Pak. Ini KTP saya. Kami memang sedang ada masalah dalam rumah tangga. Tapi bukan saya yang mengontrak. Bapak sudah ditipu. Lelaki itu bukan bernama Reihan!" Sambil membuka dompet lalu menyodorkan KTP asli, Reihan menjelaskan sebagian masalah sehingga istrinya pamit pulang ke kampung halaman, tapi tidak untuk mengontrak rumah.

Setelah mempercayai semua dan data telah ia pegang, bukti-bukti pendukung pun telah ditunjukkan, Pak RT baru berani mengambil sikap. Kini, Reihan akan memergoki secara langsung dan bertindak bersama aparat setempat.

Beberapa warga yang dihubungi Pak RT telah berkumpul. Reihan pun telah siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi. Ditatanya hati dan emosi saat akan menemui istri dan anaknya yang tinggal serumah dengan lelaki lain.

Jarum jam menunjukkan pukul 21.00. Tanpa ragu, Reihan mengetuk pintu pagar. Aparat kampung juga telah siap di halaman. Seorang perempuan muda berumur 20 tahunan keluar membuka pagar besi dengan aksen warna coklat muda.

Tanpa curiga, perempuan itu mempersilakan masuk setelah tahu ada Pak RT di antara tamu-tamunya. Langsung saja, Reihan masuk rumah dan mencari istri serta anaknya.

Tak ada siapa pun di ruang tamu. Agna dan Bella yang mungkin juga sudah tertidur di kamar tidak tahu kalau papanya datang. Reihan langsung menuju salah satu kamar dan membuka pintunya. Ternyata terkunci.

Ketukan keras dan bertubi-tubi serta suara gaduh di luar kamar membuat penghuni kamar membuka pintu. Seorang lelaki keluar dengan hanya mengenakan celana kolor. Sementara, di atas ranjang terlihat seorang perempuan berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut.

Reihan yang sedari awal sudah menyiapkan kamera HP, dengan segera mengarahkan lensa ke arah perempuan itu. Cinta terlihat terkejut sekali, mungkin tak pernah menyangka suaminya akan datang saat dia bersama lelaki lain. Dengan suara lantang Reihan menyuruh Cinta bangun.

"Berdiri kamu! Apa yang kamu tutupi? Masih punya malu kamu setelah tidur dengan lelaki lain? Perempuan macam apa kamu?"

Amarah Reihan tak terbendung saat melihat istrinya berusaha mengambil beberapa potong pakaian yang sebelumnya telah ia tanggalkan dan berserakan di lantai. Kamera makin ia fokuskan pada perempuan yang telah memberinya dua putri. Tak peduli lagi pada perasaannya sendiri, Reihan hanya berusaha mencari bukti kebusukan istrinya.

Malam itu juga, kedua orang tua Cinta dan keluarganya didatangkan ke rumah itu. Pun lelaki yang tinggal serumah itu juga diminta memanggil keluarganya. Sidang darurat mengenai keberlanjutan rumah tangga Reihan dan Cinta harus segera diputuskan.

Begitulah adanya, apa yang telah mereka bangun selama ini harus hancur berkeping-keping. Rumah tangga yang seharusnya menjadi rumah untuk berlindung dan menyelesaikan semua masalah justru membawa petaka.

Kini, tak ada lagi cinta dan kemesraan seperti yang telah terbina sebelumnya. Tak ada lagi kasih dan sayang yang mempersatukan mereka. Tak ada lagi keindahan angan dan harapan yang mengikat keduanya. 

Semua telah sirna, ketika ego dan keakuan menguat di hati dan pikiran mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun