Ketukan keras dan bertubi-tubi serta suara gaduh di luar kamar membuat penghuni kamar membuka pintu. Seorang lelaki keluar dengan hanya mengenakan celana kolor. Sementara, di atas ranjang terlihat seorang perempuan berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut.
Reihan yang sedari awal sudah menyiapkan kamera HP, dengan segera mengarahkan lensa ke arah perempuan itu. Cinta terlihat terkejut sekali, mungkin tak pernah menyangka suaminya akan datang saat dia bersama lelaki lain. Dengan suara lantang Reihan menyuruh Cinta bangun.
"Berdiri kamu! Apa yang kamu tutupi? Masih punya malu kamu setelah tidur dengan lelaki lain? Perempuan macam apa kamu?"
Amarah Reihan tak terbendung saat melihat istrinya berusaha mengambil beberapa potong pakaian yang sebelumnya telah ia tanggalkan dan berserakan di lantai. Kamera makin ia fokuskan pada perempuan yang telah memberinya dua putri. Tak peduli lagi pada perasaannya sendiri, Reihan hanya berusaha mencari bukti kebusukan istrinya.
Malam itu juga, kedua orang tua Cinta dan keluarganya didatangkan ke rumah itu. Pun lelaki yang tinggal serumah itu juga diminta memanggil keluarganya. Sidang darurat mengenai keberlanjutan rumah tangga Reihan dan Cinta harus segera diputuskan.
Begitulah adanya, apa yang telah mereka bangun selama ini harus hancur berkeping-keping. Rumah tangga yang seharusnya menjadi rumah untuk berlindung dan menyelesaikan semua masalah justru membawa petaka.
Kini, tak ada lagi cinta dan kemesraan seperti yang telah terbina sebelumnya. Tak ada lagi kasih dan sayang yang mempersatukan mereka. Tak ada lagi keindahan angan dan harapan yang mengikat keduanya.Â
Semua telah sirna, ketika ego dan keakuan menguat di hati dan pikiran mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H