Saat menunggu suami saya potong rambut siang tadi, tiba-tiba terdengar nada panggil dari HP saya. Terlihat di layar ponsel nomor asing yang memanggil. Biasanya, saya malas menerimanya jika itu dari nomor yang tidak saya kenal, tapi tidak saat itu.Â
Dikarenakan merasa kenal dengan foto profil si pemanggil, maka saya angkat telepon itu. Percakapan pun terjadi. Si penelepon mengaku salah satu teman SMA saya, tapi saya masih ragu. Sebut saja DS
Dulu, antara saya dan DS, kami memang sering berinteraksi di sekolah. Saat mulai ada grup Whatsapp pun masih sering bercanda di grup. Namun, karena kesibukan masing-masing, akhir-akhir ini jarang berkomunikasi.Â
Heran saja, mengapa DS tiba-tiba telepon mengajak bisnis. Sedangkan dia yang saya kenal adalah seorang pegawai di salah satu persero ternama di negeri ini. Kebetulan juga dia baru pulang umroh.Â
Si penelepon yang mengaku DS itu mengatakan kalau ada sejumlah barang elektronik yang dilelang murah. Jika harga di pasaran kisaran 5-6 juta, di sana hanya dijual 2 juta. Untuk meyakinkan saya dia mengirim sejumlah gambar.
Saya bingung dan sungkan untuk menolak ajakannya. Sementara, saya belum bisa menelepon teman yang lain untuk mencari info lebih lanjut. Dia selalu menelepon dan mengatur saya untuk bertindak seperti apa.Â
Akhirnya saya menurut, diminta mengikuti skenarionya saya mau, tapi sambil mengulur waktu mencari informasi dari teman lain.Â
Seorang teman lain berhasil saya hubungi, sebut saja GY. Saya ceritakan informasi yang belum lengkap itu kepada GY, tentang lelang barang elektronik. GY lalu bercerita sedikit tentang yang dia ketahui, sebab dia dulu juga pernah ikut bisnis lelang semacam itu.Â
Pada intinya, GY berpesan untuk berhati-hati. Meskipun itu teman lama, tidak menutup kemungkinan dia tega untuk menipu. "Kamu harus tetap waspada," pesannya.Â
Tak berhenti di situ, saya juga menelepon teman yang akhir-akhir ini akrab dengan DS. Sebut saja namanya SN. Dari SN ini saya mendapat bantuan untuk bisa kroscek ke teman lain, apakah benar nomor DS ini benar-benar nomor teman kami.Â
Antara percaya dan tidak, DS teman yang dulu saya kenal baik dan saleh, apakah iya sekarang akan tega menipu temannya?
Meskipun masih ada keraguan apakah DS benar-benar teman saya, tetap sambil saya berusaha mencari informasi lebih lanjut. Saya pertahanan komunikasi dengan DS siang itu. Saya berusaha mengikuti skenarionya.Â
DS meminta saya seolah menjadi pemenang tender pada lelang barang-barang elektronik yang baru saja diadakan. Katanya, hari itu adalah hari terakhir pelelangan. Ada HP, kamera, laptop, dan Smart TV yang dijual dengan harga 2 juta. Saya diminta mengakui sebagai pemenang kepada pelanggannya, sebut saja WH.
 Sebagai pemenang lama, DS yang sudah punya pelanggan WH, mengajak saya bekerja sama untuk menaikkan barang tersebut ke pelanggannya (WH). Sebelumnya, dia sudah pernah menjual barang tersebut kepada WH dengan harga 2 juta, karena sudah membuat perjanjian tidak akan menaikkan harga barang lagi makanya dia minta tolong saya seolah sebagai pemenang tender, dan saya akan bersedia menjual barang itu lagi minim di harga 3,5 juta.Â
Saya hanya dijadikan pemenang tender bayangan, padahal yang akan mengurus segalanya juga dia. Dengan iming-iming kenaikan harga 1,5 juta yang akan kami bagi berdua, DS meminta izin saya untuk memberikan nomor telepon saya ke pelanggannya (WH).
Nomor telepon saya lalu diberikan kepada WH. Tak lama berselang, WH benar-benar menelepon. Saya masih mengikuti skenario DS, menerima telepon WH dan bertransaksi sesuai arahan DS. Entah ke mana arahnya saya juga belum paham.Â
 DS sepertinya tahu kalau saya sedang mencari bantuan lain. Dengan cara menghubungi lewat nomor GSM, telepon melalui Whatsapp pasti akan terganggu.Â
Beruntungnya, SN segera memberi saya jawaban kalau nomor itu bukan nomor teman saya yang sesungguhnya. Artinya, ada seseorang yang memakai foto profil dan mengaku bernama DS berusaha menipu saya.Â
Segera SN menyuruh saya memblokir kedua nomor asing tersebut sebelum mereka bertindak lebih lanjut. Saya pun segera menuruti SN, tak ingin nama saya terseret-seret bila ada sangkut pautnya dengan kejahatan lain.Â
Setelah memblokir kedua nomor tersebut, barulah saya menghubungi DS, teman saya yang asli. Logat bicaranya memang hampir sama, nyaris tak bisa membedakan. Hanya saja, DS penipu suaranya sengau karena sedang flue, dan DS teman saya suaranya jelas.Â
Dari cara memanggilnya pun ada bedanya, DS punya ciri khas tersendiri saat memanggil saya, sedangkan DS yang penipu tadi tak pernah menyebut nama saya.Â
Setelah itu DS yang asli segera mengumumkan di Facebook tentang penyalahgunaan namanya. Berikut nomor telepon DS yang palsu untuk membuat efek jera. Semoga saja dia benar-benar jera. Apa tidak ada cara lain untuk menafkahi anak istri kalau tidak menipu? Astagfirullah.Â
Makanya, kalau mau menipu itu yang sempurna. Belajarnya yang fasih. Jangan asal nipu saja, paham?!Â
Ups!!
Alhamdulillah, Allah masih melindungi saya melalui teman-teman baik di sekitar saya. Meskipun jarang bertemu dan berinteraksi di grup, setidaknya pertemanan masih terjaga dengan saling melindungi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H