"Marhaban yaa Ramadhan. Bulan yang penuh ampunan dan keberkahan."
Pernahkah mendengar atau membaca kalimat seperti tersebut di atas?
Ya, itulah ungkapan sukacita sebagai pertanda Ramadan telah tiba.
Adakah yang tidak bersukacita atas kedatangan Ramadan?
Mengapa Ramadan selalu disambut dengan penuh kegembiraan?
Ramadan adalah bulan ke-9 dalam kalender Hijriyah. Dijuluki juga dengan Sayyidusi-Syuhur atau penghulu semua bulan, sebagaimana diterangkan dalam hadis berikut.
"Telah datang kepadamu bulan Ramadan, penghulu segala bulan. Maka selamat datanglah kepadanya. Telah datang bulan shaum membawa segala rupa keberkahan. Maka alangkah mulianya tamu yang datang itu." (HR Ath-Tabrani)
Ramadan  berasal dari kata ramidla atau ar-ramadh, yang artinya panas yang menyengat atau membakar. Dinamakan demikian karena memang pada bulan ini matahari lebih menyengat daripada bulan-bulan hijriyah lainnya. Para ulama menjadikan makna panas tersebut dengan arti membakar atau menghapus dosa-dosa orang yang berpuasa di bulan Ramadan.
Sedangkan puasa sendiri berasal dari Bahasa Arab shaum yang artinya menahan. Yaitu menahan diri dari perbuatan yang dilarang. Setidaknya, di bulan ini kita tidak melakukan sesuatu yang menjadikan kita lebih buruk dari sebelumnya. Meskipun tidak harus menjadi orang yang lebih baik. Namun, alangkah ruginya jika kita tidak bisa melakukan kebaikan di bulan yang penuh keberkahan dan ampunan ini.
Berpuasa dibulan suci Ramadan akan bernilai sempurna dan tidak sia-sia apabila selain menahan lapar dan haus juga menghindari godaan atas  mata, telinga, perkataan dan perbuatan untuk tidak berbuat haram. Selain tidak makan, tidak minum, tidak berhubungan suami istri di siang hari, juga harus menahan diri dari segala amarah.Â
Hindari keinginan menggosip, kadang ini yang sering terlupa. Sebab, jika gosip itu benar jatuhnya jadi ghibah. Dan jika gosip itu salah jadinya fitnah. Hindari juga perbuatan lain yang merusak amalan kita. Pelihara mata dari memandang yang haram. Jaga telinga dari mendengar yang mengurangi pahala.