Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setelah Meraih Harta dan Takhta, Haruskah Ada Wanita?

1 Maret 2023   21:55 Diperbarui: 1 Maret 2023   21:59 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Namanya Bagas, cocok dengan gesturnya yang menawan. Ternyata dia seorang pengusaha, bukan perwira seperti yang kukira. Kami akhirnya terlibat percakapan yang panjang, membicarakan masa lalu saat kami masih duduk di bangku putih biru.


Cerita punya cerita, ternyata Bagas seorang duda beranak dua dan masih kecil-kecil. Istrinya meninggal karena sakit. Kedua anaknya dirawat sendiri dengan bantuan seorang pembantu.


"Anak-anak tinggal sama aku. Kalau aku keluar begini mereka sama pembantu. Aman, kok. Sudah seperti nenek sendiri," cerita Bagas.


Ah, kenapa aku jadi memikirkan dia? Baru juga kenal, kenapa aku memikirkan kehidupan pribadinya? Sementara, masalah pribadiku saja belum berakhir. Aku tak ingin memperkeruh keadaan.
*** 


Perkenalanku dengan Bagas ternyata tak putus hanya di situ. Di acara-acara berikutnya kami sering bertemu. Tak ada niat lain selain hanya berteman karena Bagas lelaki yang enak diajak mengobrol, penuh pengertian, dan wawasannya luas.


Apa karena aku sudah jarang berbincang dengan suamiku? Apa karena aku sedang membutuhkan lelaki untuk sandaran? Ada apa denganku? Bagaimanapun juga, Bagas bukan penyebab keretakan rumah tanggaku.


Sementara, kondisi keluargaku makin keruh. Tak ada pilihan lain selain aku harus bercerai dengan Handoyo. Tingkahnya yang keterlaluan sudah tak bisa ditoleransi lagi. Anak-anak makin ketakutan dengan ulah papanya.


Peristiwa demi peristiwa terjadi. Makin hari anak-anak makin kehilangan sosok ayah di rumahnya. Kedua putraku tak boleh meniru sikap jelek papanya. Dan putriku tak boleh melihat kelakuan buruk walinya kelak.


Aku memutuskan keluar dari rumah demi keamanan dan psikologis anak-anakku. Meski rumah ini dulu dibeli oleh ayahku, aku tak takut kehilangan harta. Bagiku yang utama adalah anak-anak.


"Kita pergi saja. Cari kontrakan yang aman. Daripada malam-malam papamu pulang marah-marah dan mengancam, lebih baik kita mengalah," ajakku pada anak-anak.


Dengan membawa baju secukupnya, kami pergi meninggalkan rumah. Sebuah rumah mungil nan asri menjadi tujuan kami. Untuk beberapa bulan ke depan kami akan tinggal di sana.
***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun