Aku masih ragu, antara penyembuhan alternatif atau tetap melanjutkan rujukan untuk operasi. Ada yang menyarankan ke alternatif saja, selain biayanya lebih murah setelahnya tidak harus kontrol. Hanya saat dipijat pertama itu saja terasa sakit bukan main, tapi setelahnya tidak.
Dilema, aku bingung. Tak tahu harus memilih yang mana. Antara biaya dan keinginan pasien menjalani pengobatan sangat-sangat membingungkan.Â
Kucoba mencari info tentang alternatif yang dimaksud, tapi ada yang bilang biayanya juga mahal. Bayarnya harus langsung, harus lunas sebelum tindakan, tapi biaya tersebut bisa digunakan sampai sembuh. Maksudnya, termasuk beberapa kali kontrol setelahnya.Â
Pertimbangan lain, kalau lanjut ke rumah sakit sudah jelas mahal biaya operasinya, tapi suamiku tak akan kesakitan sebab sebelum operasi pasti ada anestesi. Namun, lagi-lagi biaya jadi kendala, iya kalau ditanggung BPJS, kalau tidak?Â
Akhirnya, aku menghubungi adikku untuk minta tolong diuruskan surat keterangan dari kepolisian. Sementara, aku menunggu kelanjutan proses perawatan di rumah sakit. Jika benar ruang perawatan di sini penuh, kemungkinan besar pasti suamiku akan dirujuk ke rumah sakit lain yang lebih besar.Â
Benar saja, akhirnya kami harus melanjutkan perawatan dan berangkat ke RSUD dr Soetomo Surabaya. Info dari perawat, RSUD Sidoarjo pun sudah penuh, tak ada kemungkinan lagi  untuk dirawat di Sidoarjo. Hanya RS Soetomo yang masih bisa menerima pasien rujukan.Â
Suara sirine ambulans seolah mengiris-iris hati. Sejak kejadian semalam, aku sama sekali tidak bisa meneteskan air mata. Kesibukan mengurus ini dan itu membuat air mataku beku. Namun, ketika laju ambulans membelah jalanan dengan iringan suara sirine yang tak henti-hentinya, hatiku terasa perih.Â
"Kenapa harus aku yang mengalami ini, Ya Allah? Begitu banyakkah dosa yang telah kuperbuat sehingga harus dengan cara ini Kau gugurkan?"
Airmataku bercucuran tak henti selama dalam ambulans. Aku sudah berusaha menghentikan tetapi seolah sia-sia. Namun, seperti ada kekuatan lain yang tiba-tiba membisikkan sesuatu.Â
"Kamu tak boleh berkata seperti itu, kamu harus kuat, harus bisa, harus mampu menghadapi ini semua. Mungkin inilah jalan yang Allah pilihkan untukmu agar kamu bahagia setelahnya. Yakinlah ada campur tangan Allah di balik semua ini."Â
Aku tersadar, lalu menyeka airmata. Kubetulkan jilbab yang terasa miring, merapikannya lagi ujung-ujungnya. Dengan menarik napas panjang, kutata lagi napas agar tak lagi tersengal. Meyakinkan diri, ada Allah yang mengizinkan semua ini terjadi. Pasti ada jalan yang akan Dia tunjukkan untuk mengatasi semua ini.Â