Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Mampukan Aku

26 Februari 2023   12:25 Diperbarui: 26 Februari 2023   12:28 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu sudut RS, dokpri

Empat bulan sudah kecelakaan itu terjadi. Peristiwa yang sungguh tak pernah kusangka sebelumnya. Entah, mimpi apa sebelumnya, tiba-tiba saja semua terjadi dan membuat panik semua. 

Berawal di pagi hari tanggal 22 Oktober 2022. Kami sekeluarga berniat pulang ke rumah Ibu di Surabaya. Kami bermaksud menghadiri acara Maulid Nabi yang diadakan di dekat rumah Ibu.

Waktunya yang memang pas dengan liburan anak-anak, sekalian menjenguk Ibu, sekaligus ikut bergabung dengan tetangga di kampung sana. Kebetulan salah satu adikku ada yang jadi panitia. 

Persiapan demi persiapan usai. Acara pun berlangsung meriah. Antara penceramah dan jamaah yang hadir saling berkolaborasi, kebetulan di kelompok pengajian ibu-ibu di sana memiliki seperangkat rebana dan mereka giat berlatih. Tak heran jika Pak Kyai melantunkan salawat, tanpa diminta langsung diiringi rebana oleh ibu-ibu.  

Kelompok Hadrah Ibu-Ibu memeriahkan peringatan Maulid Nabi, dokpri 
Kelompok Hadrah Ibu-Ibu memeriahkan peringatan Maulid Nabi, dokpri 

 Sesi tanya jawab pun tak kalah heboh, pertanyaan seputar mendidik anak jadi ramai karena pengajian yang dihadiri bapak-bapak, ibu-ibu, juga anak-anak. Mereka dapat giliran untuk diceramahi. 

 Hingga tak terasa, waktu berlalu dan Pak Kyai mohon pamit. Usai acara ditutup jamaah pun meninggalkan tempat. Tak terkecuali kami sekeluarga. 

Tepat pukul 22.30 wib kami meninggalkan rumah Ibu setelah berpamitan. Hanya bermotor kami kembali ke Sidoarjo. Aku membonceng anakku yang bungsu. Sementara, si kakak membonceng suamiku.

Sudah biasa kami bermotor pulang pergi ke Surabaya Sidoarjo. Siang atau malam tak ada bedanya dengan masalah jarak. Hanya kepadatan jalan yang kadang jadi kendala. 

Namun, entah malam itu, sesampainya di Bundaran Waru tiba-tiba anakku mengalami kecelakaan tunggal. Aku yang bermotor di belakangnya berjarak satu kiloan juga tak melihat kejadian yang sebenarnya. 

Saat melintas di lokasi kecelakaan, aku melihat sepeda motor anakku terparkir di pinggir jalan. Apa yang membuatnya berhenti? Seketika aku pun menghentikan perjalanan untuk mendatangi anakku yang sulung. 

Dia segera menghambur kepadaku. Sambil mengatakan, "Ayah jatuh, Bun!" Sambil menangis dia menunjuk di mana ayahnya masih terkapar disemak-semak pinggir jalan. 

"Bagaimana ini kejadiannya? Kenapa bisa jatuh?" Spontan kalimat itu meluncur dari bibirku sambil berjalan menuju tempat suamiku terpental.

"Aku nggak tahu, tiba-tiba aku jatuh dan saat kulihat Ayah sudah jatuh duluan. Maafkan aku, Bunda." Tangis anakku ketakutan. 

Aku bingung, malam-malam begini apa yang harus aku lakukan? Siapa yang mau memberi pertolongan? Namun, aku harus kuat. Aku tak boleh panik. Aku harus tetap tenang untuk bisa mengatasi semua. 

Kudatangi suamiku yang masih menggunakan helm. Ingin kubantu dia untuk bangun, tetapi tak kuasa. Dia mengeluhkan kaki kirinya. Saat aku berusaha mengatur posisi lalu mengangkatnya dia malah teriak kesakitan. 

Kuraba bagian paha, tak biasanya celana yang dikenakan hingga terlihat ketat seperti itu. Dan saat itu juga jantungku rasanya berdetak kencang ketika tanganku menyentuh paha, ada semacam sudut di sana, berarti ada tulang yang patah. Ya Allah. Cobaan apalagi ini?

Aku hanya berusaha tegar sambil mencari bantuan. Kutelepon salah satu adikku yang masih tinggal di rumah ibuku. Meski jarak sudah jauh tapi ia bersedia segera berangkat menemui kami. 

Beruntung juga ada salah satu komunitas ojol yang membantu. Dia berusaha mencarikan ambulan atau tumpangan agar suamiku bisa segera tertolong. Kami berdua berusaha menghentikan mobil yang lewat untuk menumpang. 

Akhirnya, salah satu pengendara mobil yang ternyata juga ojol berhenti memberi bantuan. Kami diantar ke rumah sakit terdekat. Bersama beberapa orang yang akhirnya berhenti melihat kecelakaan yang kami alami, suamiku berhasil dinaikkan ke mobil meski harus berteriak kesakitan. 

 Sementara, kedua putriku kutinggalkan di lokasi kecelakaan sambil menunggu adik-adikku yang sedang menuju ke sana. Aku tak tahu lagi apa yang terjadi di sana. Kondisi putri sulungku pun aku tak paham, hanya sekali dia berkata lengan kirinya nyeri, sambil menunujukkan ada bengkaknya. 

Tiba di UGD RS Mitra Keluarga, suamiku segera ditangani. Data-data yang diminta segera kuberikan. Aku menjelaskan kronologisnya. Pihak RS pun berusaha memberikan pertolongan terbaik. 

Sampailah kedua putri dan adikku di RS yang sama. Si sulung segera kudaftarkan juga agar segera mendapatkan pertolongan. Aku juga tak mau terjadi sesuatu kepadanya. 

Saat petugas meminta identitas diri, aku meminta pada putriku, dia menjawab semua ada di tas ransel yang ia pondong tadi. Namun sayangnya, tas itu raib saat dia membuka jaket agar bisa digunakan untuk menggendong tangannya.

Putriku langsung lemas, dalam tas itu ada laptop, dompet, dan identitas lain yang penting baginya. Ternyata ada yang tega "mengamankan" barang-barang itu hingga kini.  Di saat orang lain menderita, ternyata masih ada orang yang memanfaatkan peristiwa itu untuk mencari keuntungan. 

Ya Allah, balaslah kebaikan orang-orang yang telah menolong kami dengan ikhlas. Gantilah dengan rezeki lain yang lebih berkah dan berlimpah. Juga balaslah kejahatan orang yang sengaja memanfaatkan penderitaan orang lain dengan rezeki-Mu yang juga berkah dan berlimpah. Agar cukup kami yang merasakan kehilangan, bukan orang yang lain lagi. Aamiin Allahumma Aamiin. 

Ditulis khusus untuk Kompasiana. 

(Bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun