Beberapa minggu kemudian, ayah Yuda datang ke rumah Any. Lelaki paruh baya itu mencari ayahnya. Any bertanya-tanya, Â apa yang akan dibicarakan dua lelaki yang berteman itu? Lalu, dari balik dinding Any berusaha menguping pembicaraan mereka.
"Gimana lagi, Dik? Mauku sih Any yang jadi menantuku. Tapi nyatanya? Allah berkehendak lain. Yuda memilih Any yang lain. Aku sebagai orang tua cuma mengikuti maunya anak," ucap ayah Yuda.
"Iya, Mas. Biar anak-anak saja yang menentukan pilihan mereka. Kalo kita yang memaksakan khawatir malah bukan yang terbaik buat mereka. Ya, semoga saja itu yang terbaik buat Yuda," jawab ayah Any bijak.
"Insyaallah. Nanti datang, ya di pernikahan Yuda."
"Iya, Mas, insyaallah saya datang."
Keduanya lalu berpelukan. Ayah Yuda dan ayah Any sama-sama bekerja di sebuah instansi. Mereka sudah lama saling mengenal.
Any yang mendengar dari balik dinding kembali meneteskan air mata. Namun, dia sudah bisa melepaskan Yuda. Baginya, kebahagiaan Yuda jauh lebih utama dibandingkan rasa sakitnya.
Menjelang hari yang telah ditentukan. Dua hari sebelum akad nikah, Yuda sempat mendatangi Any. Dia meminta maaf dan memohon doa agar semua dimudahkan.
"Kamu bisa datang kan? Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Yuda.
"Nggak ah. Nanti kalo aku pingsan di sana gimana? Kamu mau ngangkat?" tanya Any menggoda.
"Ayolah, kalo kamu datang berarti kamu ikhlas. Dan itu akan membuat aku bahagia." Yuda mengedipkan matanya.
"Iihh, malas ah! Kamu yang bahagia kenapa aku yang repot?" goda Any lagi.
Yuda lalu mengangkat kedua tangan dan melebarkannya. Dia hendak memeluk Any. Namun, gadis itu keburu lari menghindari pelukan Yuda.
Hari itu, saatnya Yuda melangsungkan pesta pernikahan bersama calon istrinya yang juga bernama Any. Sedari pagi, Any telah sibuk menyiapkan gaun dan kado yang akan dibawanya. Dia juga menyiapkan penampilannya agar tak kalah cantik dengan pengantin wanita.
Di bawah tenda biru, di antara puluhan tamu, Any menatap Yuda yang tampak bahagia menyalami tamu. Yuda pun kadang menebar pandangan, mencari seseorang yang mungkin sangat dinantinya. Dia mungkin belum melihat keberadaan Any.
"Bagaimana perasaanmu? Kok bisa, kuat kamu datang? Kalo aku, mungkin sudah pingsan di depan," tanya seorang tetangga yang mengetahui kisah cinta mereka.
"Aku cuma ingin memastikan dia bahagia. Kalo memang dia bisa bahagia bersama Any yang lain. Aku pun juga akan bahagia bersama Yuda yang lain, suatu saat nanti." Sebuah senyum terkembang dari bibir Any yang tipis.
Saatnya Any menuju ke pelaminan memberikan ucapan selamat untuk Yuda dan Any istrinya. Tak ada lagi rasa berat di hati Any. Dia sudah rela melepas Yuda bahagia bersama yang lain.Â
Yuda yang menerima ucapan selamat dari Any tertegun sesaat. Raut wajahnya berubah. Dari yang sebelumnya ceria tiba-tiba murung. Dia tak menyangka Any akan setegar itu datang ke pestanya. Rasa iba tiba-tiba merayapi hatinya.Â
Any yang paham keadaan itu segera bertindak. Dia berusaha mengembangkan senyum selebar mungkin agar Yuda tahu dia pun bahagia. Jabatan tangan yang erat ia goyang-goyangkan sambil menatap mata Yuda.Â
Yuda bisa menangkap maksud itu. Dia lalu memperkenalkan Any kepada Any istrinya.Â
***
Larut dalam berbagai aktivitas dan tugas kuliah yang tak pernah usai, Any telah lupa dengan kisahnya bersama Yuda. Sampai pada suatu hari, Yuda datang lagi ke rumahnya dengan wajah yang layu.
"Hei, Om, apa kabar? Wah, calon bapak ini kenapa mukanya kusut begitu?" ledek Any pada Yuda.
"Aku boleh curhat kan? Katanya kita bersahabat?" dalihnya, sambil mengambil duduk di dekat Any.
"HEY! Jaga jarak ya, Pak! Gimana kalo dilihat orang? Ini istrinya hamil malah ndeketin perempuan lain? Sana jauhan!" seru Any.
 Meski suaranya lantang mengusir, tetapi dari rona matanya terpancar sinar bahagia.
"Aku heran, kenapa lihat Any jadi muak, ya? Saat aku dekat dengannya, bau badannya bikin aku eneg. Padahal ya wangi. Entahlah, aku jadi malas pulang. Lihat wajahnya dari jauh aja rasanya pingin marah. Ini aja aku dari semalam nginap di rumah Ibu," ucap Yuda.
"Istighfar, oiy! Ingat istri di rumah lagi hamil. Jangan bikin masalah! Gini kalo aku mau jahat gimana?" Â canda Any.
"Ya aku pasrah, nyatanya begitu."
"Kamu itu lagi ngidam. Istrimu yang hamil tapi kamu yang ngidam. Jangan aneh-aneh. Nanti juga akan hilang sendiri perasaan itu," jelas Any.
"Begitukah? Aku sebenarnya kasihan Any juga, aku selalu menjauhinya. Untung dia sabar, nggak marah-marah. Nggak manja," cerita Yuda.
"Pulanglah, kasihan Any. Dia pasti ingin kamu ada di dekatnya. Dia pasti butuh kamu. Pulang, gih!" suruh Any.
Yuda menatap Any tajam. Entah apa yang ada di benaknya. Dia tak berkata sepatah kata pun.
"Makasih, Any. Aku pulang. Kamu baik-baik, ya!"
Any menetap punggung Yuda dengan nanar. Entah apa juga yang ada di benaknya. Hanya sepatah kata yang keluar dari bibirnya dengan lirih.
"Berbahagialah, Kawan!"
***
Roda waktu berputar tak pernah bisa dihentikan. Berbagai peristiwa dan kisah terjadi silih berganti. Ada bahagia, tawa, canda, duka, nestapa, sedih, dan kecewa.
Kisah cinta antara Any dan Yuda mungkin telah terhenti. Namun, entah dalam hati mereka. Persahabatan yang dibangun pun cukup kuat. Meski tak saling mengunjungi, tetapi selalu ada kabar tentang perjalanan mereka mengarungi kehidupan.
Any pun telah menikah dan dikaruniai dua putri. Begitu juga Yuda, memiliki dua putri yang sama-sama manis. Dalam keseharian, mereka memang sering bertemu dan saling menyapa. Tampaknya tak ada lagi yang istimewa.
Yuda berhasil membuka bengkel sepeda motor sesuai dengan harapannya. Any, istri Yuda, bekerja di sebuah perusahaan roti. Mereka tinggal di rumah Yuda bersama keluarganya.Â
Sementara, Any pun telah menikah dengan lelaki dari kota sebelah. Mereka tinggal di kota suaminya itu untuk mencari tempat yang lebih baik. Namun, setelah suaminya terkena PHK, Any mulai berusaha dan mengirim hasil produksinya hingga ke daerah dekat rumah orangtuanya. Tak heran jika Any sering bertemu dengan Yuda.
Suatu hari, ketika Yuda mengetahui nomor HP Any, dia mengirim pesan dari aplikasi hijau. Setelah menuliskan salam, tanpa ragu Yuda mengirim emotikon bibir yang dimonyongkan. Any mengerti maksud dari emotikon tersebut, tetapi dia pura-pura lugu.
[Ini apa artinya, sih? ] tanya Any.
Yuda membalasnya dengan emotikon tertawa. Lalu mengirim lagi lebih banyak.
[]
[I love you] ketiknya.
[Apaan sih?]
[Malu, ih, anak-anak sudah pada mahasiswa, bapaknya masih puber] balas Any.Â
Kembali Yuda mengirim emotikon tertawa.
[Aku kangen, Any] tulisnya.
[Sudahlah, malu, nggak kujawab kalo masih lebay] balas Any.Â
Lagi-lagi, dia mengirim emotikon tertawa.
Any pun sebenarnya senang dengan hal itu, tetapi untuk apa? Mau apa? Ingat usia!
Sejak itu, Any dan Yuda tetap berhubungan, tetapi sebatas teman dan tetangga. Tak jarang, Any mengunjungi bengkel Yuda untuk memperbaiki motornya.
Yuda pun sering memberi info pada Any berkaitan dengan penyembuhan penyakit jantung. Antara Yuda dan suami Any sama-sama menderita penyakit jantung. Mereka saling bertukar informasi dan saling menyemangati.
Tak ada lagi getar-getar rasa di antara mereka. Tak ada lagi ucapan atau kalimat saling menggoda yang dilontarkan. Batas-batas yang telah tercipta mampu mereka genggam agar tidak terjadi penyesalan.
Cinta memang tak menyatukan mereka dalam ikatan perkawinan, tetapi dengan tetap bersahabat dan bertetangga, cerita mereka akan lebih abadi.
Suatu hari, Any ingin sekali bertemu dengan Yuda. Kebetulan juga motornya butuh perawatan dan ada beberapa onderdil yang harus diganti. Any percaya bahwa Yudalah yang lebih paham mengenai mesin motornya.
Setelah berusaha menghubungi beberapa kali lewat gawai, akhirnya mereka tersambung.
"Pak De, apa kabar? Kok aku lewat bengkel selalu tutup gak dibuka-buka? Sakitkah?" tanya Any. Sengaja ia memanggil Pak De karena anak-anaknya begitu memanggilnya.
"Iya, Bu. Ini aku habis operasi, ada batu di ginjalku dan harus diangkat. Sementara belum buka dulu," jawab Yuda. Dia tak lagi memanggil Any sejak masing-masing memiliki anak sama-sama besar.
"Lhoh, sudah operasi? Semoga lekas pulih, ya, Pak De. Semoga bengkelnya segera buka," doa Any mengiringi.
"Aamiin. Makasih, Bu. Nanti kalo sudah benar-benar pulih baru buka lagi bengkelnya. Ini juga lagi nunggu jadwal operasi pasang ring di jantung. Doakan lancar, ya," pinta Yuda.
"Ya Allah, Pak De. Sampai pasang ring juga?" tanya Any tak percaya.
"Iya, Bu. Doakan saja semua lancar, ya. Gimana suamimu? Semoga sehat-sehat selalu, ya."
Begitulah mereka saling berkabar. Pasangan mereka pun saling mengenal baik. Tak ada lagi prasangka atau curiga jika mereka bertemu di bengkel.
Pada suatu hari, Any dikejutkan oleh sebuah kabar tentang meninggalnya Yuda. Dia tak percaya, tetapi hanya terdiam. Any paham, penyakit yang diderita Yuda sama dengan penyakit suaminya, yang sewaktu-waktu kambuh. Namun, beruntung suaminya masih diberi umur hingga hari ini.
Saat datang takjiah ke rumah Yuda, Any disambut istrinya. Mereka berdua langsung berpelukan dan menangis bersama.
Tubuh mereka terguncang  dan terguguk bersama. Lama sekali keduanya berpelukan menumpahkan rasa. Rasa kehilangan untuk selamanya.
Any dan Any, dua perempuan yang pernah mengisi lembaran di hidup Yuda. Mereka masing-masing menyimpan cerita tersendiri di hatinya.
Setelah lega menuangkan beban di dada, keduanya duduk berdampingan. Banyak hal yang diceritakan  istri Yuda. Tentang semangat Yuda untuk sembuh, tentang kesabarannya, sayangnya Yuda kepada anak-anak mereka, dan banyak hal baik tentang Yuda semasa hidup.
Saat-saat menjelang ajal pun diceritakan Any kepada Any. Kebaikan dan ketulusan Yuda semasa hiduplah yang mengantar kepergiannya dengan mudah. Dia pergi dengan damai, tanpa ada rasa sakit yang dikeluhkan. Dia pun pergi saat di pangkuan Any, istrinya.
Diam-diam, seolah ada penyesalan di hati Any. Dia tak memiliki cerita indah tentang Yuda, yang sebelumnya lebih dulu mencintainya. Dia menyesal, Â terlambat menyadari ketulusan Yuda yang dulu.
Namun, semua telah berlalu. Biarlah menjadi kenangan indah yang tersimpan dalam lembaran kisah hidupnya. Hanya doa yang bisa Any kirimkan untuk Yuda.
Semoga Allah memberimu tempat terindah di sisi-Nya.
Tamat.
Surabaya, 19 Februari 2023
Any Sukamto
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H