Jarum jam telah menunjuk angka tujuh malam itu. Suasana kamar yang sejuk mengingatkan Fara pada sesosok lelaki yang menjadi perhatiannya. Bergegas Ia mengambil gawai yang tergeletak di atas bantal dan memilih salah satu dari deretan nama yang ada. Tak lama berselang, suara perempuan terdengar di ujung sana.
"Waalaikumsalam, Ibu, Mas Aryo ada? Bisa Fara minta tolong bicara, Bu?" tanya Fara dengan lembut.
"Aryo sedang keluar, Nak, nanti saja telpon lagi, ya. Atau coba hubungi HP-nya. Tadi bilang mau check up ke dokter, sekalian mau tambal gigi."
"Mas Aryo sakit, Bu? Kok ke dokter?"
"Lho, Nak Fara nggak dikasih tahu Aryo, kalo mau ke Jepang?"
"Mas Aryo ke Jepang? Nggak ada cerita ke Fara, kok, Bu."
Raut wajah Fara seketika berubah, tampak bingung setelah mendengar ucapan ibunya Aryo. Berbagai tanya dan kecemasan seketika muncul memenuhi benaknya.
"Baik, Bu, Fara tadi sudah coba menghubungi, tapi nggak diangkat. Barangkali masih di jalan. Nanti Fara boleh telpon lagi, ya, Bu?"
Setelah selesai bicara, Fara termenung. Tak menyangka jika Aryo punya rencana ke Jepang.
Kenapa selama ini Aryo tak mau bercerita? Apa yang ia sembunyikan dariku? pikirnya.
Tak sabar menanti lebih lama, Fara lalu menghubungi HP Aryo. Berbekal rasa penasaran, ia bertekad mendapatkan jawaban dari semua keingintahuannya.
"Mas, tadi Ibu bilang kamu mau ke Jepang? Maksudnya apa? Kok Mas Aryo nggak pernah cerita ke aku? Ada yang kamu sembunyikan, Mas?" tanya Fara dengan nada emosi.
"Yang bilang kan Ibu, tanya aja sama Ibu," jawab Aryo dengan tawa menggoda.
"Ayolah, Mas, please! Jangan buat aku penasaran, donk. Kamu check up dan ke dokter gigi buat nglengkapi persyaratan kesehatan 'kan?"
"Sudah, ah, nggak usah kepo gitu, deh! Pikirin aja tugas akhirmu. Biar cepet kelar, cepet wisuda, cepet nikah kita! Ha ha!"
Lagi-lagi, Aryo selalu berkelit, tak mau bercerita perihal kepergiannya ke Jepang. Ia selalu mengingatkan Fara agar segera menyelesaikan tugas akhir tanpa harus sibuk memikirkan dirinya. Hal itu justru menjadikan Fara makin emosi.
"Oke, deh, Mas. Kalau memang kamu mau pergi ke Jepang, pergi saja. Jangan pamit sama aku. Jangan kasih tahu aku tentang rencana keberangkatanmu. Terimakasih!"
Segera Fara melempar gawainya ke tempat tidur setelah mengakhiri pembicaraan.
***
Seminggu berlalu, sejak Fara menemui dosen pembimbing, ia disibukkan dengan tugas akhir yang harus selesai bulan depan.
"Hai, Far, pa kabar?" tanya Tama, sahabat Aryo, saat mereka bertemu di perpustakaan.
"Hai, Mas Tama! Alhamdulillah, kabar baik. Kok di sini sendiri?" Mata Fara menyapu sekeliling Tama, ia tampak berharap menemukan sesuatu.
"Iya, ada urusan sama petugas perpus. Kok, kemarin malam kamu gak datang? Ke mana?"
"Kemarin malam? Ada acara apa? Aku ada di rumah."
"Lho, bukannya itu perpisahan Aryo. Kamu gak dikasih tahu? Ada Ratna juga, kok!"
"Emang Mas Aryo jadi pergi ke Jepang? Kapan? Ratna datang? Kok, mereka nggak ngabarin aku?"
Berbagai tanya keluar dari bibir Fara. Sepertinya ingin meluapkan emosi yang telah mengendap beberapa hari lalu. Wajahnya mulai bersemu merah menahan amarah.
"Far, sebaiknya kamu doakan dia, ikhlaskan dia, bukan malah diberati gitu. Toh, dia pergi juga demi masa depan kalian." Ucapan Tama makin tak dimengerti Fara.
"Mas, aku tu sudah tanya baik-baik. Dia mengelak. Katanya gak pergi ke mana-mana, selesaikan saja tugas akhirmu, gitu katanya. Aku bahkan sampai emosi, bilang kalo memang jadi pergi silakan pergi. Gak perlu pamit sama aku. Maksudku, biar dia tahu, aku gak mau kehilangan! Tapi kenapa jadi gini? Sekarang Mas Aryo di mana?"Â
"Dia sudah berangkat tadi pagi, pesawat pertama menuju Jakarta."
"Ja--jadi? Mas Aryo?"
Butiran bening seketika mengalir dari sudut mata Fara. Bulu matanya yang lentik seketika basah. Gadis manis itu tak mengira akan kehilangan kekasih hanya karena emosi yang tak dapat ditahannya.
Penyesalan tampak menggurat di wajah putihnya. Rona kehilangan membentuk lukisan sedih. Wajah ceria yang tadi terpancar berganti suram.
Aryo telah pergi. Entah kapan akan kembali. Hanya penantian tak pasti yang akan menemani.
***
"Far, kita ke mall, yuk! Aku kepingin beli buku teori. Temani, ya. Ntar kita makan siang di resto yang kamu tunjukan dulu," ajak Ratna saat mereka berpapasan di kantin.
"Kamu ngajak aku saat butuh aja, 'kan? Tapi di saat senang-senang kamu buang aku! Apa maksudmu datang ke perpisahan Mas Aryo diam-diam? Alasan apa yang kamu sampaikan sampai-sampai Mas Aryo dan lainnya tak menghubungi aku? Sahabat macam apa kau?" ucap Fara setengah berbisik.
"Far, aku tak bermaksud begitu. Aku kira kamu sedang ada job di luar. Aku minta maaf datang tanpa mengajak kamu!" Suara Ratna sedikit meninggi. Beberapa pengunjung sempat menoleh sesaat.
"Bagus, ya, kelakuan kamu? Hanya demi mengejar cinta seseorang, kau korbankan persahabatan kita. Aku akan benci kamu!" Amarah Fara tertuang meski berusaha untuk ditahan.
"Far, kamu tahu 'kan aku juga mencintai Mas Aryo?" ucap Ratna tanpa ragu.
Fara hanya terdiam sambil mengayunkan kaki kanan meninggalkan Ratna. Namun, sebelum langkah ketiga ia berucap penuh tekanan.
"Mau banjir darah kamu? Aku bisa pastikan itu akan terjadi, jika kamu memilikinya, paham?!"
Tak ada lagi yang terdengar baik dari bibir Fara maupun Ratna. Mereka berpisah dengan hati saling berkecamuk. Ratna mungkin heran, dari mana Fara bisa tahu semua. Fara pun mungkin tak habis pikir, bagaimana dia bisa berucap setega itu kepada sahabatnya, meskipun itu membuatnya lega telah meluapkan emosi.
***
Tak ada lagi cerita di mana ada Fara di situ ada Ratna. Tak ada lagi kata kembar ketika Fara hadir di suatu acara kampus, yang sebelumnya ia dianggap mirip dengan Ratna. Tak ada lagi dua sahabat yang saling melengkapi sebagaimana selama ini mereka selalu berbagi peran.
Cinta yang seharusnya mendamaikan, kali ini justru membuat perpecahan.
Rasa cinta yang Aryo berikan pada Fara telah berubah arti. Keinginannya agar Fara berhasil justru memisahkan mereka.
Cinta tak lagi menyatukan. Namun, justru memisahkan dua hati yang kasmaran.
Beberapa tahun kemudian.
"Hai, Far, apa kabar?" tanya Aryo.
"Untuk apa kautanyakan itu, Mas? Apa pedulimu? Selepas kau pergi, tahukah apa yang terjadi padaku?" jawab Fara tanpa hati.Â
Tamat
11 Juni 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H