"Hai, Mas Tama! Alhamdulillah, kabar baik. Kok di sini sendiri?" Mata Fara menyapu sekeliling Tama, ia tampak berharap menemukan sesuatu.
"Iya, ada urusan sama petugas perpus. Kok, kemarin malam kamu gak datang? Ke mana?"
"Kemarin malam? Ada acara apa? Aku ada di rumah."
"Lho, bukannya itu perpisahan Aryo. Kamu gak dikasih tahu? Ada Ratna juga, kok!"
"Emang Mas Aryo jadi pergi ke Jepang? Kapan? Ratna datang? Kok, mereka nggak ngabarin aku?"
Berbagai tanya keluar dari bibir Fara. Sepertinya ingin meluapkan emosi yang telah mengendap beberapa hari lalu. Wajahnya mulai bersemu merah menahan amarah.
"Far, sebaiknya kamu doakan dia, ikhlaskan dia, bukan malah diberati gitu. Toh, dia pergi juga demi masa depan kalian." Ucapan Tama makin tak dimengerti Fara.
"Mas, aku tu sudah tanya baik-baik. Dia mengelak. Katanya gak pergi ke mana-mana, selesaikan saja tugas akhirmu, gitu katanya. Aku bahkan sampai emosi, bilang kalo memang jadi pergi silakan pergi. Gak perlu pamit sama aku. Maksudku, biar dia tahu, aku gak mau kehilangan! Tapi kenapa jadi gini? Sekarang Mas Aryo di mana?"Â
"Dia sudah berangkat tadi pagi, pesawat pertama menuju Jakarta."
"Ja--jadi? Mas Aryo?"
Butiran bening seketika mengalir dari sudut mata Fara. Bulu matanya yang lentik seketika basah. Gadis manis itu tak mengira akan kehilangan kekasih hanya karena emosi yang tak dapat ditahannya.