Tak sabar menanti lebih lama, Fara lalu menghubungi HP Aryo. Berbekal rasa penasaran, ia bertekad mendapatkan jawaban dari semua keingintahuannya.
"Mas, tadi Ibu bilang kamu mau ke Jepang? Maksudnya apa? Kok Mas Aryo nggak pernah cerita ke aku? Ada yang kamu sembunyikan, Mas?" tanya Fara dengan nada emosi.
"Yang bilang kan Ibu, tanya aja sama Ibu," jawab Aryo dengan tawa menggoda.
"Ayolah, Mas, please! Jangan buat aku penasaran, donk. Kamu check up dan ke dokter gigi buat nglengkapi persyaratan kesehatan 'kan?"
"Sudah, ah, nggak usah kepo gitu, deh! Pikirin aja tugas akhirmu. Biar cepet kelar, cepet wisuda, cepet nikah kita! Ha ha!"
Lagi-lagi, Aryo selalu berkelit, tak mau bercerita perihal kepergiannya ke Jepang. Ia selalu mengingatkan Fara agar segera menyelesaikan tugas akhir tanpa harus sibuk memikirkan dirinya. Hal itu justru menjadikan Fara makin emosi.
"Oke, deh, Mas. Kalau memang kamu mau pergi ke Jepang, pergi saja. Jangan pamit sama aku. Jangan kasih tahu aku tentang rencana keberangkatanmu. Terimakasih!"
Segera Fara melempar gawainya ke tempat tidur setelah mengakhiri pembicaraan.
***
Seminggu berlalu, sejak Fara menemui dosen pembimbing, ia disibukkan dengan tugas akhir yang harus selesai bulan depan.
"Hai, Far, pa kabar?" tanya Tama, sahabat Aryo, saat mereka bertemu di perpustakaan.