Bermula dari pengurangan karyawan di salah satu BUMN tempat suamiku bekerja, kami berencana melanjutkan hidup dengan berwirausaha.Â
Bermodal uang pesangon dari salah satu maskapai penerbangan yang pada akhirnya dinyatakan pailit, kami lalu memutuskan untuk menjadi peternak bebek di salah satu kabupaten di Jawa Timur.
Pada awalnya memang sempat ragu dengan usaha tersebut, mengingat sebelumnya tidak pernah berkecimpung di dunia peternakan yang memang baru bagi kami. Namun, dengan keyakinan yang kuat bahwa Allah akan membimbing langkah kami maka terwujudlah usaha tersebut.
Hampir sepuluh tahun kami menggeluti usaha tersebut. Pasang surut dan suka duka menjalankan bisnis itu sudah kami rasakan pahit dan getirnya. Namanya juga usaha, pasti kalau tidak untung ya rugi, itu semua sudah kami rasakan.
Empat tahun pertama, pertumbuhan usaha kami bisa digambarkan dengan grafik yang cenderung naik. Stok pakan untuk bebek yang tak pernah kekurangan, pekerja yang masih jujur dan loyal, serta usia bebek yang masih produktif, sangat mendukung hasil produksi telur.
Dari pemasukan yang ada, waktu itu kami mampu meraup keuntungan bersih dari hasil penjualan telur lebih dari tiga puluh persen. Belum lagi hasil dari penjualan bebek yang sudah tidak produktif (afkir) dan sisa pakan yang masih bisa digunakan. Boleh dibilang, sebenarnya usaha ternak bebek ini sangat menjanjikan hasilnya.
Namun, kembali pada manajemen pengusahanya. Apakah dia disiplin dan punya komitmen tegas saat mengelola? Apakah ia mampu mengarahkan pekerjanya untuk tetap jujur dan loyal saat bekerja?
Pada kenyaaannya, usaha kami mulai mengalami penurunan saat ada teman lain yang juga tertarik dengan usaha ini. Ia menyewa lahan persis di sebelah kiri kandang, sekaligus meminjam karyawan kami. Diperparah sifat suami yang kurang tegas terhadap pekerja, usaha kami sedikit demi sediit mulai menurun hasilnya.
Dari 1400 ekor bebek yang ada, saat itu kami bisa memperoleh 1200 butir telur per hari. Padahal, tidak semua bebek usia produktif. Ada yang harus afkir dan ada juga yang belum siap untuk bertelur. Namun sayang, setelah fokus pekerja terpecah untuk mengelola dua kandang, produksi telur ikut menurun.
Hal itu terus berlangsung hingga beberapa waktu, sampai pada akhirnya, kami memperoleh pekerja baru untuk menggantikan yang lama.Â