Masih bagus jika ada kebijakan menyaring nilai tinggi untuk bisa masuk sekolah negeri dengan kuota tertentu, dan yang lainnya sistem zonasi. Jadi masih ada harapan bagi anak-anak yang tinggalnya jauh dari sekolah negeri bisa masuk melalui saringan nilai.Â
Namun hal ini nanti akan menimbulkan masalah di pihak sekolah. Di mana selisih nilai antara zonasi dan yang ikut saringan nilai sangat jauh. Akan ada beda percepatan dalam penerimaan materi pelajaran. Bisa sih dibedakan kelasnya, tetap akan terlihat kesenjangannya.Â
Usul saja, semoga tulisan ini bisa sampai ke Mas Nadiem, beri kesempatan anak untuk bersaing nilai melalui PPDB menggunakan tes potensi akademik seperti yang pernah putri saya ikuti tahun lalu.Â
Bagi yang ingin menuju ke sekolah favoritnya, beri kesempatan tes untuk masuk tanpa adanya embel-embel zonasi. Dan bagi yang dekat dengan sekolah negeri beri kesempatan melalui zonasi melalui pertimbangan jangan hanya berdasarkan jarak kilometer, nilai tetap jadi pertimbangan.Â
Dengan bersaing secara fair, anak-anak pun akan terbiasa bersaing dengan sehat. Mereka akan mempersiapkan segalanya jauh lebih baik. Menyadari jika memang harus kalah dengan sportif.Â
Orangtua juga biar belajar, uang bukan jaminan anaknya mendapat sekolah favorit. Tak ada istilah titipan atau siluman. Sudah jadi rahasia rahasia umum kan ini?Â
Jadi, PPDB yang sehat adalah PPDB yang fair, bersaing secara transparan. Toh, zonasi juga tidak mengurangi angka kemacetan, jika itu pertimbangan awalnya. Bagi yang tidak diterima di sekolah di dekat tinggalnya tetap akan memilih sekolah swasta favoritnya.Â
Masih mending jika itu anak orang mampu. Nah, jika itu anak kurang mampu? Apalagi adanya pandemi menyebabkan gelombang PHK pelan-pelan mulai mendekat. Jadi, mohon ditinjau lagi.Â
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H