Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Pelajaran Berharga

20 Juni 2020   20:13 Diperbarui: 20 Juni 2020   20:05 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, Candra masih terlihat duduk di salah satu halte bus dekat rumahnya. Dengan sebatang rokok di tangan kanan, ia mengepulkan asap hingga membubung ke udara. Tampak sekali rasa bangga di wajahnya, berseragam putih abu, duduk kaki disilangkan sambil mengepulkan asap rokok. 

Ia tak menyangka saat sepasang mata mengamatinya dari jauh dengan tajam. Seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi depan samping pengemudi angkot itu, tak melepaskan sedikit pun pandangannya dan tetap mengawasi gerak-gerik murid kelas XI sebuah SMA itu dari dalam angkot.

Pagi itu, terlihat jelas di wajah Bu Tri gurat ketegangan ketika memasuki kelas. Maklum saja, kelas fisika 1 memang terkenal dengan muridnya yang selalu gaduh.

"Kalian adalah muridku, yang berarti juga sebagai anakku. Kalau kalian keberatan dengan cara saya mengajar, silakan keluar! Ini demi masa depan kalian, orang tua kalian telah menitipkan ke sekolah ini, itu berarti sekolah yang bertanggungjawab selama kalian berada di sini. Ada yang keberatan?"

Seisi kelas terdiam, saling memandang dan penuh tanda tanya. Sesaat kemudian wanita itu menyuruh murid-muridnya mengeluarkan tugas yang telah diberikan beberapa hari lalu.

Tiba-tiba Candra masuk kelas, ia terlambat datang karena bus kota yang ditumpangi mogok. Ia pun lupa dengan tugas matematika yang diberikan Bu Tri.

Saat diminta mengeluarkan dan  diperiksa buku serta catatannya, ternyata kosong, dan hanya sedikit catatan yang ditulisnya. Spontan wanita paruh baya itu marah dan melempar buku itu ke bawah, lalu menginjak-injaknya.

Ilustrasi oleh shieldsgazette.com
Ilustrasi oleh shieldsgazette.com

"Inikah hasilnya? Pagi-pagi otak sudah dipenuhi dengan asap, PR tak dikerjakan, buku tak ada catatan. Apa nanti jadinya kamu? Bagaimana masa depanmu? Kamu pikir Ibu nggak melihat tingkahmu di halte tadi pagi?" Kemarahan Bu Tri tak bisa dihindarkan. Candra hanya diam dan tertunduk.

Candra terlihat sangat malu, tetapi karena berhadapan dengan guru dan orang tua di sekolah, maka diam adalah solusi baginya. Disimpannya semua perlakuan Bu Tri dan diingatnya semua sebagai kesalahan yang telah diperbuatnya.

***

Bertahun telah berlalu, saat reuni perak 25 tahun kelulusan,  semua mantan murid yang kini sudah mempunyai jabatan dan posisi masing-masing saling berebut mencium tangan guru-guru yang hadir. Tak terkecuali Bu Tri yang kini terlihat semakin tua.

Suasana semakin haru, saat murid-murid yang dulu bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, kini memperkenalkan diri lagi dan telah jadi pejabat yang menduduki posisi tertentu di sebuah instansi, termasuk Candra.

Ketika ia mencium tangan Bu Tri kemudian berkata,

"Terima kasih, Bu. Dulu telah merobek buku saya dan melemparkan ke bawah serta menginjaknya. Saya masih ingat bagaimana marahnya Bu Tri karena saya tidak mengerjakan tugas. 

Saya jadikan itu pelajaran berharga, dan karena itulah yang menjadikan saya sadar dan berubah hingga jadi seperti sekarang. Mungkin saya bukan siapa-siapa saat ini, jika Bu Tri tidak marah dan tetap sabar melihat membiarkan saya tidak mengerjakan PR waktu itu. 

Terima kasih, Bu, telah mendidik saya, karena jasa Ibu saya bisa sukses seperti sekarang." 

Air mata pun berderai, "Maafkan Ibu, ya. Nggak ada maksud Ibu mempermalukan kamu." 

"Saya yang berterima kasih, karena jasa Ibu saya bisa jadi seperti sekarang." 

Sidoarjo, 20 Juni 2020

Any Sukamto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun