Tanggal penentuan sidang tugas akhir pun tiba. Kami sibuk bebenah mengusung alat pengukur suhu dan kelembaban yang telah kami rakit. Dalam ruang sidang mereka berdua membantuku merangkai kembali alat tersebut.
Ryan menyiapkan motor yang akan menggerakkan penyejuk ruangan, sehingga bisa bekerja sesuai kebutuhan. Zein menyiapkan perangkat agar bekerja sempurna dalam mengatur panas, dingin, serta kelembabannya melalui komputer dan menyesuaikan kondisi sekitar.
Detik-detik mendebarkan bagiku ketika harus mempertanggungjawabkan ilmu yang sudah kuperoleh sekian lama. Tidak mudah menjelaskan dan mempertahankan di depan pembimbing dan penguji yang mencecarku dengan berbagai pertanyaan.
Alhamdulillah sidang berlangsung dengan lancar, meskipun alat yang telah kami persiapkan sedikit mengalami masalah.
"Gimana Ran? Sukses nggak?" tanya Zein yang menunggu di luar ruang sidang.
"Alatnya nggak mau jalan, sempat gugup sih, tapi kata Pak Ripto nggak apa, asal bisa jawab pertanyaan dan lancar jelasin teori. Diberi waktu tiga hari buat perbaiki alat, terus harus demo lagi tuh sama dosen pengganti," jelasku.
"Bisalah, kita perbaiki lagi nanti. Selamat ya, yang penting sidangnya lancar." Â Zein mengulurkan tangan, kemudian berlalu meninggalkanku dan Ryan berdua. Â Wajah Ryan terlihat lesu.
"Hei, kok sedih gitu? Kenapa?" tanyaku pada Ryan.
"Tugasmu sudah disidangkan, bentar lagi kamu wisuda, aku ...." Ada yang ingin ia sampaikan namun tak terucap.
"Kenapa? Bukannya lega, tugas membantu aku sudah selesai?"
Tiba-tiba dia menarik tanganku menuju sudut lorong.