Siang itu, suasana kantor sedang sepi. Jam makan siang yang dimanfaatkan beberapa karyawan untuk ke luar membeli makan membuat kantor jadi lengang.
Aku yang kebetulan sedang berpuasa tidak ikut teman lain makan di luar. Lagi pula ada beberapa pekerjaan yang harus kuselesaikan. Maklum, akhir bulan semua tagihan harus sudah direkap.Â
Entah dari mana arahnya, tiba-tiba Pak Ashari sudah berdiri di depan mejaku. Aku yang dari tadi menunduk sama sekali tak memperhatikan keberadaannya, hingga suara bariton itu menyapaku.
"Kok, kamu nggak bareng yang lain? Nggak makan? Sudah bawa bekalkah?" tanyanya berurutan.
Aku terkejut dan segera mendongakkan kepala ke arah asal suara itu. Sosok lelaki tinggi dengan senyum menawan dan pandangan teduh berdiri di depan mejaku. Jantungku berdetak lebih kencang, apakah aku telah melakukan kesalahan sehingga si Boss menghampiri mejaku?
"Eee, ada yang bisa dibantu, Pak?" tanyaku gugup.
"Enggak, kok kamu nggak makan siang bareng yang lain?" Kembali ia mengulang pertanyaan.
"Ooh, saya sedang puasa, Pak. Jadi, nggak ikut keluar kantor." Aku berusaha menjawab dengan tenang.
"Baguslah! Sering puasa sunah kamu?" Sambil bertanya ia berusaha duduk di bagian meja yang kosong.
Aku terdiam melihat tingkahnya. Tak terasa keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku benar-benar gugup dan bingung dengan tingkah si Boss.
"Aku boleh duduk sini, ya? Sekali-sekali duduk di meja karyawan." Sebuah senyum terkembang dari bibir bos tampan.Â