Hilal telah tampak, senja pun mulai beranjak. Ramadan telah menjadi kisah terindah bagi Atik dalam perjalanan hidupnya. Bukan hanya melalui salat tarawih, tadarus dan puasa, menjalani isolasi pun menjadi rangkaian ibadahnya selama Ramadan.Â
***Â
Malam itu, Atik hanya terbaring di dalam kamar. Usai buka puasa hari pertama, seolah ada sesuatu yang tak beres dengan tubuhnya. Beberapa tanda flu mulai ia rasakan. Ah, mungkin hanya kecapaian setelah berjualan sayur di pasar tadi pagi, pikirnya.Â
Keesokan harinya, di pasar sangat ramai pembeli. Beberapa penjual memilih untuk tidak berjualan, jadi banyak pembeli yang beralih ke lapaknya. Alhamdulillah, berkah Ramadan, rezeki lancar, lagi-lagi ia berpikir positif.
Sesampainya di rumah, perempuan manis itu merebahkan tubuhnya di sofa ruang depan. Tampak lemas sekali, seolah ia ingin segera tidur, tetapi keringat dingin terus bercucuran. Badan juga tampak sakit semua dan demam kian ia rasakan. Takut sesuatu terjadi, ia pun mencoba menghubungi beberapa temannya yang menjadi dokter.
Atas saran mereka, Atik segera minum obat dan beristirahat, esoknya baru memeriksakan diri ke laboratorium sebagai antisipasi awal. Khawatir jika saja virus menempel tanpa disadari.Â
Hasil cek laboratorium pun diterima dan bagus hasilnya, tak ada yang perlu dikhawatirkan. Mungkin karena kelelahan dan gejala flu saja.
Ramadan menginjak lima hari, kondisi Atik tak juga membaik. Batuk justru menyertai dan terus menerus  tanpa henti meskipun telah minum obat. Hal ini menimbulkan tanda tanya bagi suaminya, Karsa. Tanpa pikir panjang, Karsa membawanya ke rumah sakit terdekat.
Foto rontgen yang dilakukan sebagai tahap awal untuk memeriksa kondisi paru-paru, hasilnya sungguh diluar dugaan. Pada paru-paru Atik ditemukan banyak flek, padahal dia bukan perokok. Oleh karena itu, saran dokter untuk rapid test juga dilakukan sebagai langkah berikutnya. Hasilnya negatif, maka Atik diizinkan pulang karena dianggap aman dari corona. Â
Sepulang dari rumah sakit, batuk yang diderita tak kunjung hilang dan semakin parah setelah enam hari, hingga berbicara pun tersengal-sengal, membuat Karsa tak sabar dan segera melarikan Atik ke rumah sakit lain.Â
Sekedar membandingkan hasil pemeriksaan dengan rumah sakit sebelumnya. Ternyata hasilnya memang di luar dugaan, flek semakin banyak ditemukan dalam jangka waktu hanya dua hari. Hampir seluruh paru-paru diselaputi flek.
Pihak rumah sakit pun mengharuskan rawat inap. Dengan ditemukannya pneumonia menjadi alasan kuat ia harus opname. Paru-parunya hampir semua diselaputi oleh flek merupakan salah satu indikasi yang mengarah ke covid. Â
Namun, ia tak boleh sedih, apa pun yang akan terjadi anak-anak dan suami menanti kepulangannya di rumah. Ia harus sehat dan semangat untuk memperkuat antibodinya sendiri.Â
Langkah yang terberat adalah saat menjalani swab test pertama. Sakit yang dirasakan kian menjadi-jadi, kondisinya pun kian melemah. Pihak rumah sakit tak mampu menangani dan  merujuknya ke rumah sakit pemerintah yang lebih besar, covid diduga telah bersarang di tubuhnya.
Hanya air mata yang bicara, hancur lebur seluruh rasa, Ramadan berlalu tanpa makna. Marah pada diri sendiri karena keadaan, entah siapa yang menyebabkan semua ini. Stres pun melanda, memikirkan diri sendiri dan mungkin menjadi penyebab keluarga menderita.
Saat masih lemah dan terbaring lunglai, tepat di hari ulang tahun, selembar amplop sebagai kado istimewa diterimanya. Hasil swab test menjadi kado terindah dalam hidup Atik. Covid benar-benar telah bersarang di tubuhnya, ia dinyatakan positif.
Terbayang satu per satu wajah anak-anak dan suaminya. Setelah sekian lama mendampingi, kini ia dinyatakan positif. Bagaimana dengan mereka, akan samakah nasibnya dan menderita sepertiku? Tuhan, ujian apa lagi ini?
Hanya Allah tempatnya kembali, dengan berurai air mata dia mengadukan segala masalah. Hanya kepada-Nya segala doa dipanjatkan. Beribu ampunan atas dosa dan kesalahan, juga memasrahkan diri memohon yang terbaik bagi semua. Harta benda tak lagi berarti di saat nyawa diujung belati.
Saat mengetahui anak dan suaminya tak terpengaruh covid dan negatif, menjadikan semangat hidupnya kian membara. Aku harus sembuh dan segera pulang ke rumah, pikirnya. Anak-anak dan suami  telah menanti dengan setia.
Hari yang dinanti pun tiba. Dokter mengizinkan pulang setelah dilakukan test yang terakhir atas kesembuhannya dari covid. Kesempatan hidup kedua telah di depan mata.
Di saat orang lain berlomba mencari pahala sebagai tiket ke surga, Atik masih berjibaku mengalahkan sakit yang dideritanya. Meski harus menyendiri di ruang isolasi dengan segala sakit yang dirasakannya, semua itu tak mengalahkan semangatnya untuk segera berkumpul bersama keluarga di hari yang mulia.
Allah pun mengabulkan doa dan harapannya. Kesembuhan diizinkan menjadi miliknya. Kesempatan hidup kedua adalah sungguh anugerah yang tak terkira.Â
Bedug pun menjadi pertanda bahwa hari kemenangan telah menghampiri. Seiring hadirnya kembali kesempatan hidup baru di hari yang fitri. Menghirup segarnya udara setelah terbebas dari cengkeraman covid-19.
Sidoarjo, 23 Mei 2020
Selamat Idulfitri 1441H
Mohon maaf lahir batin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H