Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Banyu Langit, Penantian Tanpa Kepastian

15 April 2020   21:29 Diperbarui: 15 April 2020   21:58 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keputusan Rayhan untuk berangkat ke Jepang membuatku sangat sedih. Terlalu banyak yang kuharapkan dari sosok lelaki penuh kasih dan tanggung jawab seperti dia. Ditambah penampilan keren dan keramahannya, akan membuatku benar-benar kehilangan.

Tiga tahun mengenal lelaki tinggi dan kekar itu, banyak sekali pengalaman hidup berharga yang bisa kupetik darinya. Selain humoris, tegas, jujur dan sikapnya yang penyayang, membuat semua orang betah berada di dekatnya. Senyum manis yang selalu disungging pun menjadi penenang alami.

Tak heran jika hal itu sering disalah artikan oleh teman wanitanya. Banyak yang kecewa, bahkan patah hati karena berharap cinta dari Rayhan. Mungkinkah aku juga demikian, cintaku hanya bertepuk sebelah tangan? Entahlah.

Aku bisa merasakan kasih sayang Rayhan yang tulus, dari perhatian dan tatap matanya yang meneduhkan, juga sikapnya yang hangat saat kami berada dalam komunitas. Meski tak pernah sekalipun diungkapkannya, kami bisa saling mengerti dan memahami.

"Apa pun yang terjadi, kuliahmu harus selesai. Jangan ragu minta bantuan pada siapa pun. Aku akan dukung sepenuhnya langkahmu," pesannya saat pertemuan terakhir sebelum keberangkatannya.

Aku memahami sepenuhnya, jauh di lubuk hatinya ingin sekali membantuku menyelesaikan tugas akhir. Namun, dia juga harus menyiapkan masa depannya, yang mungkin akan dijalaninya bersamaku. Ah, betapa tinggi percaya diriku!

"Aku akan pergi, kamu harus janji selesaikan tugas akhirmu. Aku akan pulang saat kamu wisuda nanti," ucapnya. Sebuah kalimat yang menyejukkan dan selalu ada dalam ingatanku.

Menjalani hari dengan berharap waktu segera berlalu. Hingga tiba saatnya impian akan menjadi kenyataan. Hari bahagia menjelma nyata penuh suka cita.

Minggu berlalu, bulan berganti. Menunggu kabar yang tak pasti, resah pun melanda jiwa yang kasmaran.

Kesibukan baru membuatnya lupa keadaan. Segala cara ditempuhnya demi purna kewajiban di pundaknya. Tak ada lagi rasa lelah yang mendera.

Aku mulai kehilangan arah, tak lagi merindukannya. Tak ada lagi getar rasa mengharap secuil kabar darinya. Sedikit demi sedikit rasa itu menguap bersama kepulan asap yang membubung pekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun