***
"Mira, gimana, ya, caranya agar aku bisa putus dari Febri? Aku sudah tak sanggup membohongi perasaanku sendiri. Aku sudah lelah berpura-pura. Terlebih akhir-akhir ini, Febri sering kasar padaku. Tak jarang aku dibentak atau ditampar," keluh Dinda pada Mira.
"Sekasar itukah Febri? Aku tak menyangka sama sekali. Lalu ibumu?" Mira heran karena baru kali ini Dinda menceritakan keadaan sesungguhnya.
"Aku tak mau menyakiti Ibu, biarlah Ibu bahagia. Jangan sampai tahu kondisiku yang sebenarnya. Aku yakin pasti bisa menasihati Febri," jawab Dinda meyakinkan Mira.
"Tapi kamu akan menikah dengannya, bagaimana nanti jika dia selalu kasar padamu, Din?" Pertanyaan Mira membutuhkan waktu untuk bisa dijawab.
Persiapan pesta pernikahan sudah dimatangkan. Gedung, souvenir, dan katering sudah terbayar. Baju pengantin pun sudah dijahit. Semua sudah dipesan hanya menunggu waktu penyelenggaraan.
***Â
Siang itu, Dinda diminta mengikuti pimpinannya menemui mitra kerja mereka. Sebagai karyawati baru, Dinda hanya bisa menuruti perintah atasan. Walau sebelumnya, Febri sudah berpesan dan melarang keluar kantor hanya berdua dengan pimpinan.
Pada pertemuan itu, ternyata perusahaan rekanan yang dimaksud dipimpin oleh Dhani -- kakak kelas waktu Dinda kuliah. Jadi, mereka masih satu almamater.
Walau tidak terlalu akrab saat di bangku kuliah dulu, tetapi Dinda dan Dhani pernah terlibat dalam satu kepanitiaan. Jadilah reuni kecil bagi mereka. Suasana pun jadi penuh keakraban dan  canda tawa, usai membahas masa depan perusahaan.
Pertemuan yang berkesan buat Dinda, begitu juga dengan Dhani. Masing-masing saling mengagumi dan menunjukkan rasa suka. Nyaman jika bisa berbincang berdua, hingga akhirnya mereka pun mengungkapkan perasaan mereka. Saling mencintai.
Namun, Dinda telah terikat tali pertunangan  dengan Febri. Ada keraguan di hatinya, untuk tetap bertahan dalam ikatan Febri yang menegangkan atau memilih jalan lain bersama Dhani.