Jangan Paksakan Cinta
Terik mentari yang menyengat membuat Dinda malas untuk beranjak dari kantin. Sudah tiga puluh menit dia menghabiskan waktu sambil melepas dahaga usai kuliah siang itu. Mira yang ditunggu tak jua menampakkan batang hidungnya. Â Jalanan pun terlihat sepi, orang malas lalu-lalang karena cuaca yang panas.
Dengan berat hati, akhirnya ia tinggalkan sisa minuman di meja kantin. Menuju pintu keluar dengan harapan bertemu Mira dan bisa diajak pulang bersama.
"Hai, Dinda, mau pulang, ya?" Tiba-tiba Febri menyapa sambil mengarahkan mobilnya menghalangi Dinda. Dengan sok akrab, dia turun dari mobil dan melangkah mendekati Dinda.
Dinda hanya tersenyum menanggapi sapaan Febri -- lelaki yang belum dikenalnya. Bingung. Dalam hati dia bertanya, Siapakah lelaki itu? Kenapa bisa tahu namaku?
 "Hai, Din! Tunggu!" Dari jauh suara Mira terdengar mendekat. "Sudah kenalan belum? Kenalin, ini Febri, anak teknik. Feb, sudah tahu, 'kan? Ini Dinda yang selalu kamu tanyakan."Â
Belum hilang penasaran Dinda, tetiba Mira muncul dan memperkenalkan Febri. Uluran tangan Febri pun disambut oleh Dinda dengan ragu.
"Feb, antar kami pulang, ya? Panas, nih. Lagian mobilmu kan kosong. Lumayan, 'kan, kita bisa hemat ongkos angkot." Sambil mengerlingkan mata, Mira mengiba.
"Iya, boleh. Ayo, naik! Siapa dulu yang diantar? Mana yang lebih dekat, rumah Dinda atau rumahmu, Mir?" Dengan sigap Febri membuka pintu mobil dan mempersilakan Dinda dan Mira masuk ke mobil.
***
Sejak perkenalan itu, Febri sering datang ke rumah Dinda. Keluarga Dinda pun senang dengan kedatangan Febri yang ramah dan selalu banyak cerita. Terlebih, lelaki gagah itu tak pernah lupa membawa oleh-oleh untuk mereka, terutama ibunya Dinda.Â