Mohon tunggu...
Adhe Nuansa Wibisono
Adhe Nuansa Wibisono Mohon Tunggu... -

Adhe Nuansa Wibisono. Pemuda ini lahir di Jakarta, 3 Agustus 1988 sebagai putera ketiga dari pasangan Ahmad Effendi dan Fauziatie Affriatie Chaniago. Menempuh pendidikan TK, di TK Mini Bu Kasur Jakarta (1992-1994), dilanjutkan ke SD Muhammaddiyah 5 Jakarta (1994-2000), kemudian di SMP Muhammadiyah 9 Jakarta (2000-2003), SMA Negeri 70 Jakarta (2003-2006). Saat ini sedang menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM) jurusan Hubungan Internasional angkatan masuk 2006. Di sekolah menengah pernah menjabat Ketua Umum Karate-do SMAN 70 Jakarta (2004-2005) dan Kadep Kaderisasi ROHIS SMAN 70 Jakarta (2004-2005). Di dunia mahasiswa pernah diamanahi sebagai Kadiv Pengkajian KAMMI Komisariat UGM (2008-2009), Ketua Rumpun Sosial Humaniora KAMMI Komisariat UGM (2008-2009) dan Ketua Umum KAMMI Komisariat UGM (2009-2010). Penerima Beasiswa Pembinaan Kepemimpinan Muda PPSDMS Nurul Fikri (2008-2010) sekarang sedang menyelesaikan tugas akhir untuk mencapai gelar sarjana ilmu politik. Meminati bidang kajian Politik, Sosial-Budaya, Seni, Filsafat Agama dan Timur Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Globalisasi dan Politik Identitas

17 Oktober 2012   02:17 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:46 1180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertanyaannya sekarang, apakah identitas memang mampu direkonstruksi oleh negara seperti yang disebutkan oleh Chipkin, ataukah kelompok identitas akan memberikan respon melalui hadirnya era keterbukaan globalisasi dan kemudian memunculkan adanya ‘politik identitas’ ala Scholte dan ‘politik pengakuan’ ala Linklater yang kemudian menghilangkan diskriminasi dan marjinalisasi negara terhadap kelompok minoritas? Menarik jika kita mendengar pendapat Giddens bahwa identitas diri terdiri dari pengembangan atas perasaan yang konsisten akan keberlanjutan biografis dimana individu mampu mempertahankan narasi tentang pertanyaan diri untuk melakukan, beritindak dan menjadi. Giddens menganggap individu mampu mempertahankan identitas yang dipilihnya sebagai satu upaya mempertahankan sensitivitas kolektif.[10] Upaya mempertahankan sensitivitas kolektif ini kemudian diungkap Sigel (1989) sebagai “terdapat satu dorongan yang kuat pada manusia untuk mempertahankan perasaan identitas seseorang, keberlanjutan yang menimbulkan rasa takut untuk mengalami perubahan terlalu cepat atau mengalami perubahan karena paksaan pihak luar”. Individu akan berupaya untuk mempertahankan identitas politik dan berusaha untuk melindungi identitas dari upaya rekonstruksi pihak eksternal.

Kesimpulan

Identitas politik menjadi arena pertemuan antara kelompok minoritas dengan negara, negara berupaya untuk melakukan rekonstruksi identitas kolektif menjadi identitas nasionalisme yang berpusat kepada negara. Upaya penyeragaman identitas oleh negara ini kemudian dapat menjadi tindakan-tindakan diskriminasi dan marjinalisasi kepada kelompok minoritas. Kondisi ini memunculkan ‘politik identitas’ dan ‘politik pengakuan’ sebagai respon dari tindakan-tindakan negara. Kelompok minoritas terus berupaya untuk mempertahankan sensitivitas kolektif yang diwujudkan melalui identitas politik. Upaya mempertahankan identitas politik ini akan menjadi semaki kuat apabila negara semakin menguatkan upayanya untuk melakukan penyeragaman identitas. Kehadiran globalisasi yang membuka akses informasi dan menggeser batas-batas kedaulatan negara kemudian menjadi peluang bagi kelompok minoritas untuk terus bertahan dan menyuarakan identitas politiknya.

Referensi

Burchill, Scott, Andrew Linklater, ‘Theories Of International Relations, Fourth Edition, (New York : Palgrave Macmillan)

Maiguashca, Bice, Chapter 7 ‘Globalisation and the politics of identity’, dalam Catherine Eschle and Bice Maiguashca, ‘Critical Theories, International Relations and the Anti Globalisation Movement’, (New York : Routledge, 2005)

Ojong, Vivian Besem, Mpilo Pearl Sithole, ‘The Substance of Identity:Territoriality, Culture, Roots andthe Politics of Belonging, dalam ‘The African Anthropologist,(Vol. 14, Nos. 1&2, 2007)

Kinnvall, Catarina, ‘Globalization and Religious Nationalism: Self,Identity, and the Search for Ontological Security, dalam ‘International Society of Political Psychology,Vol. 25, No. 5,(Malden : Blackwell, 2004)

Viotti, Paul R., Mark V. Kauppi, ‘International Relations Theory, Fourth Edition, (New York : Pearson, 2010)

[1]Bice Maiguashca, Chapter 7 ‘Globalisation and the politics of identity’, dalam Catherine Eschle and Bice Maiguashca, ‘Critical Theories, International Relations and the Anti Globalisation Movement’, (New York : Routledge, 2005), hal 118-119

[2] Bice Maiguashca, Chapter 7 ‘Globalisation and the politics of identity’, dalam Catherine Eschle and Bice Maiguashca, ‘Critical Theories, International Relations and the Anti Globalisation Movement’, (New York : Routledge, 2005), hal 118-119

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun